webnovel

Ch. 161

Sehun mengeryit heran saat mendapati ponselnya yang bergetar tak henti-henti. Siapa yang menelfonnya di jam-jam sibuk seperti ini?

Meraih benda persegi panjang pipih itu dan mengamati layar ponselnya dalam-dalam.

"Kenapa lagi si Tua bangka ini menelfonku?" Heran Sehun. Tak tau jika dia sedang bekerja apa?!

"Ya?"

"Tuan Oh? Bisa datang kekampus?"

"Ada masalah apa?"

"Jasper dan Jinyoung."

Alis Sehun menukik tajam tentu saja. Setaunya anak-anaknya itu baik-baik saja selamanya ini. Dan Jinyoung? Bukannya dia baru kuliah selama tiga bulan? Masalah apa yang dia timbulkan?

Tap... tap... tap...

"Suho!" Teriak Sehun sesaat setelah ia membanting pintu ruangannya. Keadaan Sehun sedang tidak baik sekarang.

"Ya, Presdir?"

"Jaga Haowen, aku akan pergi sebentar." Ujar Sehun tanpa menoleh kearah Suho yang hanya melongo menatapnya.

"Bersyukur jika Haowen sedang tertidur." Gumam Suho kembali fokus pada tumpukan berkas-berkas di sudut mejanya.

**

Blam.

Menutup pintu mobil dan berjalan santai tanpa peduli dengan tatapan memuja yang memang selalu tertuju padanya.

Jika memang Jinyoung dan Jasper membuat masalah, itu bukan berita yang baik karena moodnya benar-benar sedang tidak bagus sekarang.

Ceklek.

Blam.

Sehun bisa melihat jika di sana sudah ada dua putranya bersama seorang gadis mungil dan pria lain yang sudah babak-belur sana-sini.

"Tuan Oh, silahkan duduk." Ketua dekan mempersilahkannya duduk.

Dapat Sehun lihat wajah anaknya yang datar-datar saja dan tangan kanan Jasper yang sudah berbalut perban.

"Kau juga pernah seperti ini karena istrimu itu bukan? Aah ya, istrimu dan teman-temannya."

Baru saja Sehun akan duduk di samping kedua anaknya, pria di ujung sana malah sudah menguji kesabarannya.

"Jadi, kenapa?" Tanya Sehun langsung pada Kepala Universitas yang memang ada di sana. Persis seperti apa yang beberapa tahun lalu terjadi.

"Jasper menghajar habis teman satu angkatannya, Choi Seungcheol."

Menghela nafas lelah, ini masalah pertama yang Jasper timbulkan selama dia berada di Universitas.

"Jinyoung?" Tanya Sehun lagi.

"Kami tidak terlalu tau karena mereka berdua tidak mau buka suara sedari tadi dan menahan Mahasiswi di sana untuk memberi penjelasan."

Sehun melirik pada Mahasiswi yang duduk dengan wajah tertunduk tepat di sebelah kanan Jesper.

"Lalu?" Ujar Sehun dengan mata yang menyorot tajam. Kenapa semua manusia ini berlebihan sekali?

"Maksud, Anda?"

Dan, bodoh!

"Yang membuat masalah mereka berdua dan kenapa harus ada aku di sini." Sehun menghela nafas pelan dengan raut wajah yang benar-benar tegang. Bukan karena cemas tapi, karena otot wajahnya yang sudah mengeras.

"Karena Anda wali mereka." Aah, jawaban bagus memang. Sehun memang sebagai wali di sini.

"Aahh, kau malu mengakuinya bukan?" Sehun hanya tersenyum sinis, ucapan manusia tak berguna macam mereka tak harus Sehun layani. Membuang-buang waktu.

"Aku memang wali mereka dan mereka memang anakku. Tapi, mereka punya tanggung jawab sendiri untuk masalah mereka masing-masing." Anaknya bukan anak kecil lagi yang harus melapor apa-apa pada Sehun.

Mereka sekeluarga sudah punya prinsip.

"Lalu mau kau apakan wajah anakku yang sudah hancur karena kelakuan anakmu?" Tuan Choi kembali bersuara. Menunjuk Sehun setelah dia berdiri dari duduknya. Emosi.

"Tanyakan pada anakmu apa yang sudah dia lakukan sehingga anakku turun tangan untuk sedikit memberi pelajaran tata krama pada anakmu." Sinis Sehun.

Semua anaknya punya tata krama yang baik, kecuali untuk mereka yang memang tidak perlu di beri kebaikan.

"Kau membela anakmu? Mereka hanya anak pungut! Satu dari jalanan yang satu lagi dari panti asuhan! Mereka barbar, sama-sama barbar dengan istrimu, sialan!"

Bugh.

Bruk.

Sebelum Sehun bertindak, kaki panjang Jasper sudah mendarat duluan ke dada Tuan Choi hingga pria itu terjerembab jatuh keatas lantai.

"Masalahmu denganku. Kau dan anakmu juga sama. Sama-sama brengsek." Ujar Jasper tak lagi peduli pada keadaan sekitar. Sudah berulang kali Jesper peringatkan, hanya dia dan jangan pernah barang satu kali pun membawa-bawa adiknya.

"Cih, membela ibu angkatmu? Belum tentu dia menerima manusia jalanan sepertimu. Oh, dia sudah mati bukan? Saat melahirnya adik kandungmu? Siapa? Haowen."

Mata Baejin sudah berkaca-kaca, perih saja rasanya mendengar ucapan pria tua di depannya ini.

Bugh.

"Jasper."

"Hyung."

Sehun menahan Jasper yang akan kembali berulah.

Cukup.

Itu urusan Sehun nanti.

"Hentikan!" Kepala Universitas angkat suara. Ini sudah terlalu kelewatan menurutnya.

"Ku rasa aku sudah tau siapa yang memulai." Kembali. Kepala Universitas angkat angkat bicara. Jika di lihat dari reaksi Jasper, bukan dia yang memulai tentu saja.

"Tuan Oh, maaf karena sudah melibatkan Anda. Ku rasa Jasper dan Jinyoung hanya akan bersuara jika bersama Anda." Kepala Universitas membungkuk kecil memohon maaf.

"Kita pulang." Bisik Sehun pada Jasper yang masih perang urat syaraf di tempatnya.

"Baejin, ayo." Ajak Sehun memanggil anak keduanya. "Kami permisi." Ujar Sehun undur diri.

"Dad, noona?" Panggil Jinyoung seraya melirik pada Yoojung yang masih menunduk sedari tadi.

Sehun mengangguk, pertanda bahwa ia mengizinkan gadis mungil yang entah siapa namanya untuk ikut bersama mereka.

"Noona, ayo ikut kami." Ajak Jinyoung seraya menggandeng tangan Yoojung dengan ramah.

"Ti... tidak usah." Tolak Yoojung pelan. Ia merasa tak enak. Benar-benar tidak enak.

"Tak masalah, ayo." Kini Sehun yang membuka suara, tersenyum tipis pada Yoojung yang hanya bisa kembali mengangguk seraya mengikuti Jinyoung yang menarik lembut tangannya.

**

Suasana di dalam mobil hening. Benar-benar hening. Sehun dengan kemudinya dan Jasper dengan pikirannya.

Jinyoung dan Yoojung? Mereka santai saja. Jinyoung yang santai lebih tepatnya.

Yoojung sibuk menunduk dengan jemari-jemari lentiknya yang saling bertautan gelisah. Jika bukan karena dia, Jinyoung dan Jasper tidak akan terseret kedalam masalah seperti ini.

Sehun tau, ia bisa melihat dari kaca spion depan kalau gadis itu tengah gelisah. Jinyoung dan Jasper saja yang sudah menjadi tersangka santai-santai saja.

"Nah, kita belum berkenalan. Siapa namamu?" Tanya Sehun seraya masih melirik Yoojung dari kaca depan.

"Oh Jinyoung."

Bukan Yoojung yang menjawab, malah Jinyoung yang angkat suara dengan cengiran lebarnya. Bagaimana Sehun bisa marah?

"Baejin." Tegur Sehun.

"Okey, Dad." Balas Jinyoung dengan menggunakan irama Frozen milik Anna.

Sehun? Ya geleng-geleng kepala saja bisanya.

"C... Choi Yoojung, Tuan."

"Jangan menakutinya, Dad."

Sehun terdiam sejenak. Tuan? Apa dia sekejam itu atau segarang itu? Dan apa itu? Jangan menakutinya? Sehun pelototi saja tidak!

"Kalian sudah makan?" Tanya Sehun lagi.

Jinyoung menggeleng. Hanya Jinyoung. Yang dua? Diam bagai patung entah karena apa.

"Baiklah. Dan Yoojung, jangan panggil aku 'Tuan' itu terdengar menjijikan." Ujar Sehun memperingati. Menggelikan saja jika seseorang memanggilnya dengan sebutan barusan.

Jijik.

**

"Uncle, daddy kemana?" Tanya Haowen yang baru saja bangun dari acara terlelap siang harinya.

"Ada urusan, kenapa?" Jawab Suho seadanya, urusannya banyak dan si bocah kecil malah bertanya banyak hal padanya.

"Aiithh! Thelalu thaja! Thelalu! Kenapa thelalu meninggalkan Haowen?!" Amuk Haowen dengan wajah yang sudah di tekuk marah. Kesal Haowen. Benar-benar kesal!

"Dia akan kembali nanti." Hibur Suho. Entah menghibur entah mengajak perang, wajahnya datar-datar saja. Bertambah kesal tentu saja Haowen.

"Uncle tidak uthah bicara! Haowen kethal." Sembur Haowen.

Sabar Suho sebagai sekretaris yang merangkap menjadi babysitter. Sabar sekali.

"Baik Tuan Muda."

"Tidak uthah bicara!"

TBC.

SEE U NEXT CHAP.

THANK U.

DNDYP.