Sehun, Jesper, dan Jinyoung menghempaskan tubuh mereka keatas sofa ruang tamu. Ini benar-benar hari paling melelahkan.
"Ku rasa tahun depan kita benar-benar akan tinggal nama jika tetap seperti ini." Jinyoung meregangkan otot-otot lehernya. Ingin rasanya Jinyoung tidur saja sekarang.
"Hmm." Jika yang seperti ini ya hanya Jesper. Si sulung yang paling menderita. Tampilannya saja sudah acak-acakan.
"Kalian saja. Daddy no." Menghela nafas lelah. Sehun menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa yang entah kenapa bisa begitu empuk.
"Daddy..." lirih Jinyoung dengan tatapan tak percaya. "PENGKHIANAT!" Pekik Jinyoung tak terima. Bisa-bisanya duda tua tak tau diri ini berbicara seperti itu. Sungguh kejam!
"Cukup tauku dirimu, cukup sakitku rasakan kini." Ujar Jesper dengan tatapan datarnya seperti biasa.
"Si kecil itu benar-benar perwujudan setan yang sesungguhnya." Ujar Jinyoung menggebu-gebu. Lalu dalam hitungan detik...
Tak.
Tak.
Jitakan penuh cinta ia terima dari Sehun dan juga Jesper. Makin tersiksa Jinyoung ini.
"Tapi benar. Dia bahkan baru empat tahun dan sudah bisa menyiksa kita seperti ini." Lirih Jesper dengan mata yang terpejam erat. Tidak seperti Jinyoung tadi, Jesper kali ini hanya mendapat anggukan setuju dari ayah dan juga adiknya.
"Macam kalian yang tidak bisa menjadi setan saja." Ujar Sehun santai. Dan yang ia dapat adalah tatapan aneh dari kedua putranya.
"Setan yang sebenarnya baru saja berbicara." Yang ini Jesper. Mendelik kesal pada Sehun yang hanya mengendikan bahunya acuh.
Haowen mengeryitkan dahinya heran saat ia rasa guling kesayangannya pergi entah kemana. Menghilang begitu saja.
"Daddy." Lirih Haowen, masih dengan mata yang terpejam erat.
Hening.
Haowen mulai mengerjapkan matanya pelan. Keadaan kamar masih gelap dan jam di nakas daddynya juga masih menunjukan pukul dua belas lewat tiga puluh menit.
"Daddy." Panggil Haowen lagi.
Hening.
Masih belum mendapat jawaban, entah karena pada dasarnya Haowen anak yang mudah penasaran dengan segala sesuatu, bocah kecil itu langsung saja menuruni ranjang dan berjalan pelan menuju pintu. Sumber pencahayaan di kamar saat ini hanya lampu tidur saja, itu juga redup.
**
"Hidupkan lilinnya, astaga hyung! Cepatlah." Gemas Jinyoung dengan kaki yang menghentak kecil. Tangannya juga sudah lelah ngomong-ngomong.
"Sabar! Ini belum mau hidup." Jesper tak kalah gemas. Adiknya ini berisik sekali. Diam saja apa salahnya?
"Kalian masih lama son?" Tanya Sehun mulai gerah. Ia yakin Haowen sudah berjalan menuju pintu sekarang.
"Sudah hampir selesai dad, aish! Jinjja!" Kesal Jesper. Ada apa dengan korek sialan ini?
Tak.
"Yes! Sia-"
Ceklek.
"Da.."
"Happy birthday!" Seru tiga orang dewasa di depan pintu sana. Tersenyum manis saat mereka rasa Haowen akan menjerit kencang saat ini juga.
"Wooah! Untuk Haowen?" Tanya bocah itu dengan mata mengerjap lucu.
Anggukan dari tiga orang di sana membuat Haowen tersenyum dan langsung saja memeluk kaki Sehun yang paling dekat dengannya. "Terima kathih." Ujar Haowen.
Sehun menunduk dan mengangkat Haowen dalam gendongannya. "Sama-sama sayang." Sehun mencium dahi Haowen dan tersenyum lagi saat melihat putranya tumbuh dengan baik.
"Baiklah, baiklah, baiklah, ayo hembus lilinnya." Ujar Jinyoung semangat. Menyodorkan kue yang sejak tadi berada di telapak tangannya.
"Make a wish, brother." Jesper mengingatkan dengan senyum manisnya.
Memejamkan matanya dengan tangan yang terkepal di depan dadanya lalu meniup pelan lilin yang sudah tersodor di depan wajahnya.
Fuuuh.
"Yeeeee. Selamat ulang tahun Haowen." Pekik jinyoung bahagia. Mencium pipi gembil adiknya.
"Wish you all the best." Ujar Jesper dan mencium puncak kepala Haowen yang hanya mengangguk senang di gendongan Sehun.
"Terima kathih."
"Oke."
"Tidak masalah."
"Kau tidak lupa memohon agar cadelmu hilang bukan?"
Haowen mendelik kesal lalu menendang tangan Jinyoung yang berada paling dekat dengan kakinya. Mulut kakaknya yang satu itu benar-benar membuat Haowen kesal.
"Baiklah. Ayo kita buka kado." Ajak Sehun. Membawa Haowen kelantai bawah yang memang sudah tersedia tiga bungkus kado di atas meja.
"Woooah!" Seru Haowen bahagia saat ia sudah duduk di atas kursi.
"Silahkan." Jinyoung membungkuk hormat bagai seorang pelayan di istana.
"Duduk." Titah Haowen dengan telunjuk yang mengarah pada kursi di depannya.
"Baik." Entah pada dasarnya Jinyoung bodoh atau bagaimana, ya, pria itu hanya mengangguk patuh dan mulai berjalan mundur menuju kursi yang ditunjuk Haowen.
Kado pertama, Sehun.
Syal dan juga jaket levis dengan bulu-bulu halus yang menghiasi sekitar tudungnya. Warna abu-abu dan Haowen benar-benar suka setiap kado dari daddynya.
"Daddy, terima kasih. I love you." Ujar Haowen memeluk Sehun erat.
"I love you too, more than you love me son." Balas Sehun dengan pelukan hangatnya.
Kado kedua, Jesper.
Sepatu baru dengan warna navy blue dan Haowen benar-benar suka semua yang Jesper berikan untuknya.
"Hyuuuung, gomawooo." Pekik Haowen dengan suara melengking serak khas bangun tidurnya.
"Oke, tumbuh dengan baik brother." Pesan Jesper dengan sebuah pelukan yang menghampiri si kecil Oh.
"Aku bukan tanaman! Tapi baiklah." Tersenyum dengan eye smilenya yang mengikat dan pipi yang menggembung lucu.
Kado ketiga, Jinyoung.
Satu stel celana levis dengan baju kemeja baby blue. Belum lagi topi dengan warna hitamnya. Dan Haowen suka semuanya.
"Jin hyuung, terima kathih." Seru Haowen. Memeluk Jinyoung dengan erat seraya menepuk-nepuk pelan kepala belakang Jinyoung.
"Sama-sama." Aneh saja rasanta bagi Jinyoung, yang ulang tahun siapa yang kepalanya di tepuk siapa? "Jangan terlalu nakal, oke?"
"Okey!"
Hening.
Hening.
Hening.
Haowen tersenyum manis pada tiga orang dewasa di sana. Senyum manis Haowen itu bencana asal kalian tau.
"Haowen boleh meminta thethuatu?" Tanya Haowen masih dengan senyum manisnya.
Dengan gerakan patah-patah, tiga orang itu mengangguk. Di dalam hati, mereka sudah mengumpat segala macam sumpah serapah dan diakhiri dengan permohonan agar permintaan Haowen yang normal-normal saja.
"Daddy dan hyung haruth menuruti semua permintaan Haowen thatu hari ini."
"Mati sudah kita." Erang Jinyoung dalam hati.
**
"Happy birthday sayaaaang!!" Pekik Jiyeon dan Baekhyun. Menyerbu Haowen dengan pelukan mereka dan mencium pipinya.
"Suara mereka besar sekali." Keluh Jesper merasa tergangganggu.
"Kau benar." Yang ini Chanyeol. Meski sudah hidup dengan Baekhyun dari lahir, telinganya masih belum terbiasa dengan pekikan si sepupu.
Sesuai bayangan Sehun, rumahnya benar-benar akan sangat berisik. Tidak terlalu banyak memang, tapi cukup untuk membuat semuanya berantakan.
Jiyeon, Baekhyun, Chanyeol, Kai, Kris, Siwon, dan Suho. Sebenarnya yang patut di waspadai hanya Jiyeon dan Baekhyun saja. Jinyoung masih di bawah kendali dan Sehun bersyukur untuk itu.
"Auntyyyyy!" Pekik Haowen. Memeluk erat leher Jiyeon yang memang tengah merentangkan tangan untuk menyambut dirinya.
"Hei hei, apa kau baru saja melupakan hyung?" Itu Baekhyun yang baru saja terabaikan oleh si kecil mungil menggemaskan.
"Hehe, Baekhyuuung." Giliran Baekhyun yang mendapat pelukan erat dari Haowen. Yang tentu saja di sambut antusias oleh si berisik Baekhyun.
Bergeser dari si trio yang tengah dalam acara mari berbagi pelukan, di sisi lain ada Kris, Siwon, Sehun, dan juga Jesper. Si pemilik muka datar di keluarga besar Oh.
"Aku penasaran Kris, hanya ingin tau. Apa istrimu sudah berbuah?" Itu Sehun. Si jenius yang entah kenapa bisa tertular oleh kebodohan mendiang istrinya. Di tambah lagi dengan dua temannya yang bertingkah blangsak itu.
"Belum. Kenapa? Ingin memiliki keponakan?" Kris yang dengan seingatnya Jiyeon memang belum melendung. Dan lagi istrinya itu belum menyebut-nyebut tentang anak jadi menurut Kris, biarkan seperti ini saja dulu.
"Hanya bertanya."
"Oh."
"Apa yang Haowen minta kali ini?" Itu si kakek kaya raya alias Siwon. Permintaan Haowen tahun lalu cukup mengerikan, mana tau saja tahun ini lebih parah dan Siwon benar-benar akan sangat bahagia tentu saja.
"Anggap saja kami menjadi babunya satu hari penuh ini." Jesper menjawab karena memang, mulutnya sudah gatal ingin memprotes pada kakeknya itu. Jika bukan karena Siwon yang memiliki ide ini tahun lalu, mereka bertiga tidak akan menderita seperti ini.
"Syukurlah. Ideku berguna bukan?" Siwon terkekeh bahagia. Bagaimanapun juga, melihat Sehun sengsara seperti ini adalah kesenangan tersendiri baginya sebagai seorang ayah.
"Berguna? Cih!"
Di sisi lain, Suho, Kai, dan juga Chanyeol tengah makan besar di meja makan. Ada ayam, pizza, spagethi, steak, ikan bakar, dan semuanya. Perut mereka pasti sejahtera setelah ini.
"Jika seperti ini aku like." Itu si Kamjjong alias Jongin atau lebih akrab di panggil Kai.
"Aku setuju, jika seperti ini perutku akan semakin sejahtera." Sekretaris andalan Sehun ikut mengangguk menyetujui. Hidupnya yang sudah sejahtera tentunya akan semakin sejahtera. Belum lagi jika acaranya milik Sehun, beuh! Bahagia sudah dia.
"Memang selama bekerja dengan Sehun kau menderita?" Tanya Chanyeol penasaran. Selama dia menjalin kerja sama dengan Sehun semuanya berjalan baik-baik saja.
"Secara perasaan aku memang tersiksa. Sangat tersiksa malah. Tapi secara materi aku sungguh sangat sejahtera." Ujar Suho dengan potongan steak yang mulai masuk dalam mulutnya.
"Jika aku yang menjadi sekretarisnya, ku rasa aku juga akan sangat tersiksa."
"Nah, ingin mencoba? Aku akan memberi kesempatan secara cuma-cuma padamu."
"Tidak, terima kasih. Aku tidak akan kuat, cukup kau saja."
Mencari keberadaan Jinyoung? Pria itu sedang di dapur untuk membuat coklat panas. Makanan tengah menunggunya dan Jinyoung harus siap sedia dengan minuman manis itu.
"Ya! Hyung! Tunggu aku, aku juga ingin ikut makan-makan." Seru Jinyoung dan mengambil tempat tepat di sebelah kanan Chanyeol yang tengah tersenyum manis padanya.
"Cepat. Mereka menanti kita untuk segera di habiskan." Chanyeol menunjuk pada berbagai jenis hidangan di atas meja.
"Okeeeeey! Mari kita serbuuuu!"
"Okeeeeey!"
**
"Jethper hyung." Panggil Haowen yang tengah duduk manis di depan televisi.
"Ya?" Jesper muncul dengan secangkir kopi di tangan kanannya.
"Kaki Haowen lelah. Tolong pijat." Mengulurkan kakinya pada Jesper yang entah mau melakukannya atau tidak, yang penting itu harus karena apa? Itu permintaan langsung dari si setan bungsu yang sedang berulang tahun.
"Baiklah." Dengan senyum kecil yang sesungguhnya di dalam hati tengah mengumpati Haowen dengan berbagai sumpah serapah miliknya.
"Jin hyuuung." Kali ini si kakak nomor dua yang menjadi sasaran empuk Haowen.
"Ya?" Jinyoung muncul dengan sepiring buah di tangannya, tengah asik-asik memakmurkan perutnya dengan Baekhyun. Si bungsu malah memanggil namanya.
"Apa itu?" Tunjuk Haowen pada telapak tangannya Jinyoung.
"Buah." Perasaan Jinyoung tidak enak. Ada aura-aura memuakan di sini. Bau-bau mencurigakan. Jinyoung harus was-was.
"Haowen mau, bawa kemari." Nah, benar bukan? Felling bad Jinyoung sungguh menjadi kenyataan. Kemakmuran perut dan hidupnya sungguh terancam.
"Yang lain saja bagaimana?" Jinyoung masih mencoba untuk bernegosiasi. Dia berjuang hidup dan mati untuk memotong buah ini tadi.
"Ohoo! No!" Jesper menggeleng dengan telunjuk yang mengarah pada piring Jinyoung.
"Hyuuung." Jinyoung merengek putus asa.
"Beri. Pada. Haowen." Perintah mutlak dan Jinyoung tidak bisa mengelak lagi. Terkutuk Haowen dan tingkah semena-menanya.
"Ini." Memberikan dengan setengah hati, Jinyoung menggerutu pelan. Jinyoung sungguh tidak ikhlas saudara-saudara.
"Hehehe." Nah, terkekeh sudah setan kecil kita ini. Bahagia sekali hidupnya.
Saat Jinyoung hendak beranjak dari tempat ia berpijak, Haowen memanggil namanya. "Hyung."
Memutar malas bola matanya, Jinyoung memberi senyum manis. Ada apa lagi dengan adik kecilnya ini. "Ya?"
"Pundak Haowen pegal. Tolong pijat."
"Ppfft." Jesper sudah mati-matian menahan tawa melihat wajah kesal adiknya itu. Lucu, sungguh.
"Awas kau ya." Bisik Jinyoung pada udara yang menjadi saksi bisu dari penderitaannya hari ini.
Itu hanya sebagian kecil dari penderitaan Jesper dan Jinyoung. Sehun? Dia bahagia saja hingga namanya tersebut lirih dari si bungsu. Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam dan mata Haowen sudah mulai meredup lelah.
"Daddy."
"Ya?"
"Gendong. Haowen mengantuk."
Dengan senyum kecil, Sehun mendekat pada putranya yang sudah menjulurkan tangan untuk meraih tubuh Sehun.
Bukan hal berat memang. Hanya saja, Haowen yang sudah berumur empat tahun minta di gendong hingga jam dua belas malam. Itu sudah cukup untuk membuat tulang Sehun memberat seketika.
Setelah meletakan Haowen di tempat tidur dan menyelimuti tubuhnya, Sehun mengecup dahi Haowen dan menyusul dua anaknya yang lain di lantai bawah.
**
"Menikmatinya dad?" Tanya Jesper yang saat ini tengah memukul-mukul pelan bahunya. Hari ini sungguh melelahkan.
"Ya, sangat." Sehun juga menepuk-nepuk pelan bahunya. Ia akui jika ia memang lelah, sangat malah, hanya saja jika melihat Haowen dan kedua putranya itu tidak masalah. Sehun senang-senang saja.
"Hyung, berbalik sana." Suruh Jinyoung seraya menendang kaki Jesper.
"Kenapa?" Alis Jesper menekuk heran. Kenapa? Mengapa?
"Jangan banyak tanya." Kesal Jinyoung. Membalik paksa tubuh Jesper dan memijat bahu hyungnya itu. Kasihan juga Jinyoung melihat itu.
"Thank you." Ujar Jesper merasa lebih baik. Adiknya ini memang pengertian.
"Tak masal- eh, dad?" Jinyoung menoleh kebelakang saat merasakan pijatan lembut pada bahunya, dan melihat Sehun yang hanya tersenyum kecil padanya.
"Tak masalah. Kau juga lelah bukan?"
"Aku tidak apa-apa dad. Duduk tenang saja, setelah selesai dengan si bongsor ini. Aku akan memijat bahumu dad."
"Diam saja. Daddy baik-baik saja."
Mau tidak mau Jinyoung mengangguk dan tersenyum manis. "Terima kasih dad." Ujar Jinyoung.
"Tak masalah."
Dan hari itu mereka bertiga terlelap tenang di sofa ruang tamu. Anggap saja jika mereka terlalu lelah hanya untuk kembali ke kamar.
TBC.
THANK U.
SEE NEXT CHAP.
DNDYP.