webnovel

Ch. 132

"Jesper hyung." Suara Jinyoung datang dari arah dapur. Di kedua tangannya tersedia dua piring yang masing-masing berisi sosis goreng dan juga salad buah.

"Apa?" Jesper menyahuti dalam tenang. Sebelah tangannya sibuk mengelus surai Haowen yang juga tengah duduk manis di sebelahnya.

"Kau akan magang dimana?" Tanya Jinyoung seraya duduk di sebelah kiri Haowen. Meletakan makanan di atas meja dan duduk tenang seraya bersandar nyaman pada kursi empuk mereka.

"Entahlah. Perusahaan daddy mungkin." Ujar Jesper acuh tak acuh. Mengambil sepotong sosis dan mendarat nyaman dalam mulutnya.

Sehun? Jangan tanya. Pria itu masih tergeletak di dalam kamarnya, kembali tidur sesaat setelah meminum obat.

"Sebagai?" Tanya Jinyoung lagi.

"Apanya?" Kerutan di dahi Jesper terbentuk saat pertanyaan ambigu Jinyoung keluar dari mulutnya.

"Posisi." Memutar bola matanya. Jinyoung terkadang heran dengan si jesper ini, makhluk ini salah satu contoh manusia jenius yang bodoh.

"Aku bicarakan dulu dengan daddy."

"Oke."

Haowen yang sedari tadi diam hanya menatap dua saudaranya tidak mengerti. Magang? Posisi? Haowen merasa bodoh sekarang.

"Hyung." Panggil Haowen pelan.

Jinyoung dan Jesper menoleh secara bersamaan karena secara teknis, mereka berdua juga hyung dari Haowen. Jadi hyung yang mana yang di panggil si kecil ini?

"Ayo ajak Chan dan Baek hyung kethini. Bothan." Haowen menusuk sosisnya dan mengangkat bahunya. Dia merindukan dua manusia berisik itu. "Aah Kai hyung juga." Haowen hampir saja melupakan si hitam Jongin.

"Mereka bekerja, tidak mungkin bisa kemari." Ujar Jesper. Mengganti siaran televisi dengan sesuatu yang lebih bermanfaat sep-

"Spongebob squarepant. Aku siap aku siap."

-erti yang barusan.

"Come on hyung." Jinyoung menghela nafas lelah. Badan saja yang besar. Dasar!

"Why? This is fun."

"Aku thiap aku thiap aku thiap."

"Ya Tuhan." Jinyoung menghela nafas lelah. Jesper tersenyum cerah. Haowen terkikik keras. Jika sudah seperti ini ya pasrah saja.

"Sudahlah. Jangan protes." Ujar Jesper dengan sebelah tangan yang menyisir rambutnya kebelakang.

**

Drrt... drrt... drrt...

Chanyeol mengeryit heran saat ponselnya tiba-tiba saja bernyanyi. Baekhyun? Tidak mungkin. Dia pasti sedang bekerja juga sekarang. Kai? Dia pasti juga sedang bekerja. Jiyeon? Apalagi.

"Halo?"

"Uncle!" Telinga caplang Chanyeol berdengung karena teriakan luar biasa Haowen. Apa itu barusan?

"Ada apa Haowen?" Tanya Chanyeol, meletakan penanya di atas meja dan bersandar nyaman pada kursi kebesarannya.

"Thetelah pulang kerja ke rumah Haowen ya? Daddy thakit dan tidak ada teman bermain." Chanyeol diam sebentar. Sehun sakit dan tidak ada teman bermain? Memang Sehun ingin bermain?

"Haowen yang tidak ada teman bermain hyung. Bukan daddy, maklumi saja." Itu Jesper, si sulung yang jarang berekspresi.

"Ooh oke. Baiklah. Kalian ingin dibawakan apa nanti?" Tanya Chanyeol. Ia tau anak-anak Sehun itu memiliki nafsu makan yang sangat besar, terlebih Jinyoung. Tapi bukan berarti mereka kekurangan makanan di rumah Sehun.

"Mmm... Haowen ingin ayam, Jinyoung hyung dan Jethper hyung ingin pizza." Lihat? Satu box pizza untuk satu orang dan satu kotak ayam untuk satu orang.

"Oke baiklah. Tunggu oke."

"Oke." Chanyeol menghela nafas lelah, bukan karena tidak suka atau terbebani hanya saja butuh energi besar untuk bermain bersama anak-anak Sehun itu, terkadang.

**

Drrt... drrt... drrt...

Kai melirik layar ponselnya yang berkedip-kedip. "Tumben sekali." Kai menggugam heran. Menggeser slide hijau dan menempelkannya pada telinganya.

"Ya?"

"Uncle, setelah pulang kerja kerumah ya? Kami tidak punya teman bermain." Dahi Kai berkerut. Teman bermain? Bukannya mereka bertiga? Empat dengan Sehun. Tumben sekali si nomor dua Jinyoung memintanya menjadi teman bermain.

"Sehun? Apa yang terjadi pada si duda?" Tanya Kai penasaran.

"Daddy sakit. Tidak bisa di ajak bermain." Jinyoung menghela nafas lelah dari sebrang telfon sana.

"Oke, baiklah. Kalian ingin dibawakan apa?" Tanya Kai.

"Cemilan. Apapun. Terserah." Ujar Jinyoung penuh semangat. Coba saja makanan, hidup si remaja itu akan baik-baik saja damai dan tentram sejahtera.

"Oke."

"Terima kasih uncle." Kai memijat pelipisnya. Cemilan? Apapun? Terserah? Ingin rasanya Kai hanya membawa kuaci saja nanti.

**

Baekhyun hampir saja menjerit kaget karena ponselnya yang tiba-tiba berbunyi. Layarnya berkedip dengan nama Jesper yang tertera di sana. Tumben sekali.

"Halo."

"Baek hyung." Jesper memanggil dengan suara datarnya seperti biasa.

"Ada apa?" Tanya Baekhyun heran. Tumben sekali.

"Setelah dari sekolah bisa kerumah? Haowen tidak ada teman bermain." Ujar Jesper to the point. Basa-basi dulu apa salahnya?

"Daddy kalian kemana?" Tidak mungkin Sehun pergi dinas luar tiba-tiba bukan?

"Daddy sakit hyung." Baiklah. Kali ini Baekhyun terkejut. Sakit? Bisa? Tumben juga si makhluk salju terserang penyakit.

"Baiklah, ingin dibawakan sesuatu?" Tanya Baekhyun. Sebentar lagi Baekhyun juga akan pulang.

"Gadis cantik hyung." Itu si Jinyoung. Muka datar nomor tiga. Yang bicara asal saja dan tidak kenal tempat.

"Jangan banyak gaya Jinyoung. Kau akan memiliki tekanan semakin besar nanti." Ujar Baekhyun jengah. Percayalah, Jinyoung itu hanya akal-akalannya saja. Di kenalkan pada gadis paling cantik pun dia hanya akan diam dengan wajah datarnya.

"Santai hyung. Mana tau kali ini berhasil memikat hatiku." Jinyoung tertawa kencang saat ia mendengar bahwa Baekhyun tengah mendengus keras di sebrang telpon sana.

"Aku tutup! Kau menyebalkan." Sungut Baekhyun.

"Baik hyung. Sampai nanti." Ujar Jinyoung bahagia. Menganggu Baekhyun itu salah satu hobi Jinyoung sekarang.

**

Drrt... drrt... drrt...

"Sayang, ponselmu." Kris berujar dengan mata yang masih terpaku pada berkas-berkas di depannya.

"Aku malas. Tanganku berat. Pantatku sudah menempel pada kursi. Hks." Jiyeon membuat seribu alasan. Berusaha menggapai ponselnya yang tergeletak di meja tanpa mengubah posisinya sedikit pun.

Kris terkekeh, menutup berkas-berkasnya dan berjalan menghampiri Jiyeon yang tengah duduk manis di sofa ruangannya.

Sret.

Dengan gerakan lembut, Kris merebahkan kepala Jiyeon pada pangkuannya. Mengusap surai madu milik istrinya dan tersenyum tipis saat Jiyeon menggapai jemari tangannya untuk dia mainkan.

Drrt... drrt... drrt...

"Halo." Kris menjawab panggilan di ponsel Jiyeon dengan tangannya yang sedang berada dalam genggaman tangan Jiyeon.

"Uncle? Oh baiklah, tak apa juga. Datang kerumah setelah kerja ya? Daddy sakit dan kami tidak punya teman bermain." Dahi Kris berkerut heran. Tumben sekali Sehun sakit, kenapa?

"Sehun sakit apa?" Tanya Kris heran.

"Demam uncle." Itu suara si Jesper, putra sulung Sehun.

"Baiklah. Uncle akan datang bersama Jiyeon."

"Uncle.. bawa cemilan." Kris terkekeh pelan, itu baru si Haowen. Putra bungsu Sehun.

"Baiklah. Tunggu saja di rumah, katakan pada hyung untuk tidak keluar rumah ya. Udara masih sangat dingin." Kris memperingatkan. Dia tau, tiga saudara itu tidak akan tahan dengan yang namanya dingin. Sama persis seperti Baekhhyun.

"Oke uncle. Sampai jumpa."

"Ada apa?" Tanya Jiyeon. Masih sibuk membandingkan besar tangan Kris dengan tangan miliknya.

"Para pangeran meminta kita datang ke istana." Ujar Kris. Mencubit pelan hidung Jiyeon yang hanya diam di pangkuannya.

"Baiklah." Gumam Jiyeon. Menengadahkan kepalanya untuk menatap paras sempurna milik suaminya. "Yifan." Panggil Jiyeon.

"Hmm." Dengungan Kris berikan sebagai jawaban.

"Sudah ingin punya baby?" Tanya Jiyeon dengan kepala yang kembali tertunduk menahan malu. Itu pertanyaan retoris sebenarnya.

"Jika kau sudah siap mengandung, maka aku juga siap." Kris itu pengertian. Sangat pengertian.

"Aku... siap." Cicit Jiyeon dengan muka merah menahan malu. Membuat Kris tertawa ringan dengan tangan yang mengusak asal surai madu Jiyeon.

"Terima kasih."

**

"Dimana Haowen?" Tanya Kris. Datang dengan paper bag besar di kedua tangannya, di susul dengan Jiyeon yang datang dengan senyum cerahnya.

"Bermain bersama Baekhyun hyung." Jinyoung menyembulkan kepalanya dari sofa lengkap dengan mulut penuh pizzanya.

"Dua manusia lagi?" Tanya Jiyeon heran. Dimana si merana Jongin dan si jerapah Chanyeol?

"Mereka di dapur. Membuat Jus dan makanan tambahan." Ujar Jesper. Muncul dengan tangan kanan yang memegang pizza dan tangan kiri yang memegang ponsel.

"Kalian belum kenyang?" Tanya Jiyeon terperanjat kaget. Ya Tuhan.

"Kami masa pertumbuhan aunty." Jinyoung memutar bola matanya malas. "Seperti tidak pernah remaja saja."

"Hey kepala kecil. Santai." Jiyeon balas mendengus. Mengacak asal kepala Jiyeon yang menyebabkan remaja itu berteriak kesal. Rambut berharganya.

"Aunty. Jangan mengibarkan bendera perang." Jesper sebagai penengah menunjuk Jiyeon dengan paha ayamnya, hasil meminta dari si bungsu Haowen. "Cukup maklumi saja."

"Aku akan kedapur. Tunggu di sini, mengerti." Bisik Kris. Mengusap sayang kepala Jiyeon dan mengecup singkat dahinya.

"Hyung, kau ingin dicium juga?" Tanya Jinyoung pada Jesper yang setelahnya si nomor dua mendapat tatapan tajam mengerikan dari si nomor satu.

"Jangan melakukan uji coba padaku Jinyoung, aku bisa saja menempelkan bibirku tepat pada bibirmu. Kau mau?" Tanya Jesper. Menatap Jinyoung dengan atensi penuh juga bonus dengan tatapan seksi yang menggoda dari si sulung.

"MENGGELIKAN HYUNG! OH MY GOD!" Teriakan Jinyoung menggema hingga ke seluruh penjuru rumah. Membuat Kai yang sedang fokus pada kentangnya hampir saja memotong jarinya sendiri.

"Jinyoung! Jangan berteriak." Ujar Chanyeol dari arah dapur.

"Hyung juga berteriak!" Pekik Jinyoung lagi.

**

"

Hyung, kenapa dengan Jinyoung hyung." Tanya Haowen yang masih sibuk dengan layar di depannya dan juga jemari tangannya yang ikut bekerka keras.

"Biarkan saja, hyungmu juga seperti itu biasanya." Baekhyun mendengus jengah. Untung Haowen masih kecil, jika tidak? Habis sudah si kecil Sehun ini.

"Hyung." Panggil Jesper. Menghentikan gerakan jemari tangannya dan menatap mata Baekhyun dengan mata yang berkaca-kaca.

"Ada apa?" Tanya Baekhyun seraya mensejajarkan tinggi badannya dengan si kecil Haowen.

"Apa daddy akan meninggalkan Haowen thama theperti mommy meninggalkan Haowen?" Pertanyaan itu meluncur mulus dari mulut Haowen. Mau tidak mau membuat mata Baekhyun ikut berkaca-kaca.

"Hey, tidak akan ada yang berani meninggalkan Haowen selama masih ada hyung oke." Ujar Baekhyun meraih Haowen dalam pelukannya. Matanya yang berkaca-kaca mengalirkan aliran bening yang bernama air mata.

"Haowen ingin bertemu mommy hks." Lirih Haowen. Mengeratkan pelukannya pada leher Baekhyun. Ia tidak mengatakan pada Sehun karena ia pernah melihat Sehun yang menangis dengan foto Suzy yang berada di depan tubuh daddynya.

"Hyung tau sayang. Mommy meninggalkan Haowen karena mommy mencintai Haowen." Bisik Baekhyun, mengusap kepala Haowen yang masih sesenggukan karena tangisnya.

"Apa daddy juga akan meninggalkan Haowen hks hyung?" Tanya Haowen menatap Baekhyun dengan wajah basah karena air matanya.

"Mommy dan daddy mencintai Haowen dengan cara yang berbeda sayang."

"Daddy tidak akan meninggalkan Haowen 'kan hyung?"

"Jika cara mommy mencintai Haowen dengan pergi meninggalkan Haowen, maka cara daddy mencintai Haowen adalah dengan tetap tinggal." Jelas Baekhyun mencium puncak kepala Haowen. Mengusap punggung yang lebih muda karena Baekhyun juga tau bagaimana rasanya berada di posisi Haowen.

"Tapi Haowen juga merindukan mommy." Isak Haowen lirih. Tak berapa lama, kepala si yang lebih muda mulai terkulai lemah di pundak Baekhyun dan juga helaan nafas teraturnya menerpa kulit Baekhyun.

"Mimpi indah sayang." Bisik Baekhyun. Menggendong Haowen menuju kamar Jesper karena jika di kamar utama maka akan ada Sehun yang tengah terbaring lemah. Si pasien rumah sakit.

**

"Hyung." Panggil Jinyoung.

"Sstt. Hanya diam Jinyoung." Bisik Jesper yang sedari tadi memperhatikan Sehun yang tengah mengintip dan mendengar semua curahan hati Haowen. Dan Jesper yakin Sehun tengah menangis dalam diam sekarang.

"Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Jinyoung lirih. Hatinya juga teriris secara tidak langsung sebenarnya.

"Hanya berpura-pura bahwa kita tidak pernah tau, mengerti?" Ujar Jesper.

"Mm." Anggukan pelan Jinyoung berikan dengan kepalanya yang sedari tadi menunduk menatap ujung sendal rumahnya.

"Lebih baik kita pergi sekarang." Ajak Jesper setelah mengacak sayang rambut hitam legam Jinyoung. Merangkul bahu adiknya yang masih tertunduk dan juga setetes air mata yang menuruni pipinya. "Hey, apa kau menangis?" Tanya Jesper diikuti suara kekehan halusnya.

"No!" Dengus Jinyoung. Melepas paksa rangkulan tangan Jesper di bahunya dan berjalan lebih dulu dari pada Jesper.

Tak lucu jika dia menangis.

**

Sehun masih diam di tempatnya. Rasanya tangisan Haowen barusan membuat luka pada hatinya makin menganga lebar. Apa Haowen semenderita itu? Kenapa tidak pernah berbicara pada Sehun?

"Hey, anakmu mengatakan jika kau demam. Lalu kenapa kau berdiri disini?" Kris bukannya tidak tau. Pria kelahiran China itu hanya berpura-pura tidak tau. Jelas sekali jika ia mengintip sedari tadi, memperhatikan bagaimana dua keponakannya yang lain memperhatikan daddy mereka dari jauh dan Haowen yang menangis sesenggukan karena merindukan mommynya. Just a bullshit jika Kris tidak merasa sakit juga, hanya saja tentu sebagai yang tertua dia harus lebih kuat. Untuk dirinya, keluarganya, istrinya, dan orang-orang terdekatnya.

"Apa aku ayah yang buruk?" Lirih Sehun, tubuhnya merosot dengan kepala yang bersandar pada dinding di belakangnya.

"Kau ayah terbaik sepanjang masa setelah daddy. Berhenti terpuruk karena anak-anakmu akan lebih terpuruk melihat daddy mereka seperti ini." Ujar Kris mengusap bahu Sehun. Dapat ia lihat wajah pucat Sehun yang semakin bertambah pucat dan bibirnya yang pecah-pecah.

"Aku merasa buruk Kris. Hks, bahkan Haowen baru saja menangis karena aku tidak bisa melengkapi sosok Suzy." Sehun bukan pemuda cengeng yang akan menangis karena hal semacam ini. Sehun itu benar-benar kuat.

"Seberapa kuat pun kau mencoba, kau tidak akan bisa menggantikan sosok Suzy. Sama seperti daddy yang dengan mati-matian melengkapi sosok mommy." Jelas Kris. Sehun itu masih adik kesayangnnya. Sehun itu dingin di luar, tapi hangat di dalam.

Sehun hanya diam, mengusap frustasi wajahnya yang tampak semakin kacau. "Berdirilah." Menatap uluran tangan Kris yang tertuju padanya sebelum memutuskan untuk menerima uluran tangan kakaknya.

"Hanya bersikap seperti biasa karena ketiga anakmu akan semakin terluka jika melihatmu seperni ini." Anggukan Kris terima. Merapikan surai arang Sehun yang sedikit berantakan lalu menepuk pelan bahu Sehun.

"Kau sudah melakukan yang terbaik." Ujar Kris.

**

"Aish! Calm down uncle!" Jinyoung berseru kesal. Menunjuk Kai dengan garpu yang mengacung tepat pada wajah Kai.

"Tahan bocah! Tunggu yang lain." Kai mendesis seraya melindungi penggorengannya dari tusukan garpu Jinyoung.

"Perutku tidak bisa menunggu." Jinyoung balas mendesis. Menatap tajam Kai dengan garpu yang sudah bersiap-siap.

Tak.

"Ou yes! Meleset!" Kai berseru senang saat sosis dalam penggorengannya tidak berhasil tersangkut di tancapan garpu mematikan Jinyoung.

"Uncle!" Suara rendah Jinyoung menguar.

"No." Pantang kalah, Kai juga mengeluarkan suara rendahnya.

Chanyeol yang masih sibuk dengan panci supnya hanya bisa menggeleng lelah melihat tingkah kekanakan Kai. Mengalah saja apa salahnya?

"Uncle sekali lagi." Jinyoung memperingati dengan mata yang menyitip kesal.

"Sekali lagi no!" Ujar Kai membalas.

Tak.

"Daddy! Uncle Kai menyebalkan. Boleh kepalanya yang kutusuk menggantikan sosis?" Jinyoung berteriak mengadu pada Sehun, membuat semua yang mendengarnya terperanjat kaget. Kai terlebihnya.

"Woah kau benar-benar anarkis bocah."

"Diam kau paman tua!"

"Aku tidak tua. Lebih tua daddymu."

"Jangan membawa-bawa daddyku."

Tak.

TBC.

SEE U NEXT CHAP.

HAVE A NICE DAY.

THANK U.

DNDYP.