webnovel

My Soully Angel (Jodoh Sang Dewa Api)

Yafizan - Diturunkan ke bumi akibat serangan fatal dari kekuatannya membuat seorang gadis meninggal karena melindungi adik calon suaminya. Dia selalu bersikap arogant dengan emosi yang meluap - luap karena sifat alami apinya. Tinggal di bumi hampir seribu tahun lamanya bersama asisten yang diperintahkan untuk menjaganya selama di bumi. 1000 tahun kemudian dia dipertemukan dengan reikarnasi gadis yang tanpa sengaja diserangnya, dan gadis itu selalu menolongnya sedari kecil - Soully. Kejadian tak terduga membuatnya keduanya terikat dalam pernikahan.

GigiKaka · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
100 Chs

Bab 82

"M-maaf..."

Soully langsung menundukkan pandangannya. Ia benar-benar lupa jika pria yang sedang menatapnya kini tak mengingat dirinya.

"A-aku akan segera bersiap dan pergi dari sini." Soully beranjak dari tempat duduknya.

Namun, sejurus kemudian dan tanpa terduga, Yafizan menarik kasar tangan Soully hingga tubuh mereka berdua kini saling berdekatan. Begitu intim, pandangan kedua mata bening mereka bertemu. Tatapan Yafizan begitu mendamba, sesaat tatapannya jatuh pada wajah Soully yang segar, ditambah rambutnya yang tergerai basah terlihat semakin seksi di matanya. Tatapannya jatuh pada bibir merah muda yang tanpa polesan lipstik itu. Rasanya bagai candu setelah semalam dirinya begitu menguasai bibir lembut itu.

Sesaat wajahnya hampir mendekat seolah ia ingin mencecapi rasa manis kembali dari bibir Soully. Namun, dirinya tersadarkan ketika Soully melepas paksa tangan yang Yafizan cengkram lalu segera menutup mulutnya saat sesuatu tercium oleh indera penciumannya. Wajahnya segarnya kini terlihat pucat, Soully ingin mengeluarkan kembali isi perutnya yang belum terisi nutrisi apapun.

"K-kau...badanmu..." Soully terbata segera dirinya beringsut menghindar dari Yafizan dengan telapak tangan yang masih menutupi hidung dan mulutnya.

Yafizan terkesiap akan sikap Soully padanya. Awalnya merasa tersinggung, apa dia begitu menjijikan sehingga perempuan mungil yang ada di hadapannya barusan segera menghindarinya?

Namun, ia pun kini menyadari jika tubuhnya memanglah menguarkan aroma tak sedap, teringat akan Tamara yang memeluknya tadi.

Yafizan menghembuskan nafas dan mengusap wajahnya dengan kasar. Segera ia masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya dengan keras, membuat tubuh Soully terjingkat akan suara pintu yang dibanting itu.

Antara marah, kesal juga malu. Yafizan merasakan semuanya. Ia menepis bayangan candu yang begitu mendambanya bersama Soully, pun ia merasa malu karena tubuhnya merasa terkontaminasi aroma yang Tamara bawa untuknya sehingga perempuan mungil tadi menjauh menghidari dirinya, membuatnya sedikit tersinggung.

Seharusnya, ia merasakan perasaan bersalah pada Tamara, bukan? Karena ia fikir Tamara adalah istri sahnya. Namun, mengapa hatinya begitu membuncah bahagia ketika Soully ada didekatnya?

Segera, ia membasahi tubuhnya dengan guyuran air dingin yang keluar dari shower dengan memejamkan kedua matanya. Berusaha menepis bayangan percintaan mereka semalam yang tak hilang dari isi kepalanya.

***

Soully sudah bersiap diri dengan tampilan yang cantik dan menyegarkan penglihatan Yafizan ketika ia keluar dari dalam kamar mandi yang selama hampir satu jam itu. Entah apa yang ia lakukan di dalam kamar mandi, sehingga membuat Soully berjalan mondar mandir karena sudah sesiang ini dirinya harus segera pergi. Karena tak mungkin di saat kondisi sekarang, suaminya itu akan menahannya tetap tinggal, bukan?

Soully menelan salivanya ketika melihat otot-otot tubuh Yafizan yang terlihat jelas karena suaminya itu hanya memakai handuk dari pinggangnya saja. Walaupun mereka sudah saling melihat isi daripada tubuh masing-masing, akan tetapi hal itu tetap membuat pipi Soully memerah.

Yafizan mengalihkan pandangannya karena ia tak mau Soully melihat ekspresi kagum dari wajahnya terhadap dirinya.

"A-aku menunggumu untuk pamit," ujar Soully merasa gugup, menahan suaranya agar tidak terdengar bergetar.

Bagaimanapun, ia harus tegar dan tetap kuat.

Tanpa menjawab apa yang Soully katakan, Yafizan dengan ekspresi datarnya itu tetap fokus mengusap-usap rambut kepalanya yang basah dengan handuk kecil. Dirinya terus berjalan memasuki walk in closet untuk berpakaian.

Soully menatap punggung Yafizan yang menghilang masuk ke dalam ruang gantinya itu dan benar-benar tak menanggapi ucapannya sama sekali. Soully benar-benar dirinya tak dianggap.

Apa kejadian serta waktu yang mereka habiskan semalam benar-benar tak berarti baginya?

Soully menekuk wajahnya, berjalan gontai keluar dari kamarnya dan benar-benar ingin segera pergi. Hatinya terasa hancur dan sakit ketika rasa rindu yang terpendam tak terbalas. Rasanya cobaan datang di waktu yang tidak tepat ketika cintanya sudah mulai merekah

"Satu langkah lagi kau keluar dari pintu kamar, maka akan kupastikan kau benar-benar seperti yang aku fikirkan," ucapan Yafizan membuat langkah Soully terhenti, tepat saat di ambang pintu.

Soully membalikkan badannya, menoleh ke arah suara yang menyahutinya. Yafizan masih sibuk berkutat dengan baju kaos putih polos yang hendak ia pakai. Lalu tangannya mengibas-ngibaskan rambut basahnya. Terlihat acak-acakan namun...menyegarkan.

Ucapan Yafizan menyadarkan Soully kembali.

Benar-benar seperti apa yang dia fikirkan? Apa maksud ucapannya?

Soully menghela nafasnya dengan pelan lalu mengerlingkan bola matanya jengah. Lelaki ini sungguh berubah-ubah.

"Apa maksudmu?" Soully tak bisa menahan rasa penasarannya lagi ketika ia melihat Yafizan yang masih sibuk mendiamkannya dan sibuk sendiri mengurus dirinya.

Yafizan yang sedang duduk di tepi tempat tidurnya hanya menoleh pada Soully. Tampak berfikir, ia hendak ingin menanyakan sesuatu yang ada dalam benaknya. Sejenak, tanpa berkata apapun ia mengalihkan pandangannya kembali.

Oh, sungguh menyebalkan pria yang saat ini menjadi suaminya itu!

"Sebenarnya kau ini mau apa? Aku hendak pergi namun kau menahanku. Dan sekarang kau malah mendiamkanku?" kesal Soully. "Sungguh aku tak peduli kau mau berfikir apa tentangku." Sudah berjalan hendak meninggalkan Yafizan yang masih terdiam.

"Siapa kau sebenarnya?" langkah Soully terhenti ketika Yafizan melontarkan pertanyaan itu pada Soully. "Dan...apa semua itu milikmu?" menunjuk benda-benda yang tersusun rapi di atas meja rias. "Dan di dalam sana." Yafizan mengedikkan dagunya, menunjuk walk in closet.

Soully terdiam, hatinya berkecamuk. Ingin rasanya saat ini ia berteriak kalau dia istrinya.

"Bahkan semalam, kita..." Yafizan memejamkan matanya. Mengingat sejak kedatangan Soully dirinya pun sembuh kembali. Bahkan mereka menghabiskan malam panjang bersama.

"Menurutmu, siapa aku?" bukan itu yang seharusnya ingin Soully utarakan.

"Semuanya terasa aneh." Yafizan menghela nafasnya. "Kau baru kutemui. Namun entah mengapa kau tak asing bagiku. Yang kuingat, wajahmu muncul pada saat kejadian kecelakaan yang menimpaku tiga tahun yang lalu," imbuhnya parau.

Perkataan Yafizan bagai telak untuk Soully. Kata-katanya entah kenapa begitu menggema. Kecelakaan? Tiga tahun lalu? Bukankah dirinya pun sama mengalami kecelakaan yang membuatnya tertidur panjang.

"Apa kecelakaan yang aku alami ada hubungannya denganmu?" tanya Yafizan membuat lidah Soully terasa kelu.

Soully tampak berfikir, mencoba mengingat apa yang bisa ia ingat. Dirinya merasa kesal karena kecelakan itu membuat hilang sebagian memori dalam ingatannya. Bahkan kecelakaan itu pun, ia sama sekali tak mengingat bagaimana kronologi yang menimpanya. Wajah Soully tampak memucat. Rasa pening dari kepalanya terasa seperti ditusuk-tusuk sebuah belati.

"Baby, ternyata kau masih di sini? Aku menunggumu untuk menemuiku. Dan ternyata kau masih di sini, bersama wanita j*l*ng ini?" sahut Tamara secara tiba-tiba membuat Soully menghentikan ingatannya.

"TAMARA!!" bentak Yafizan. Dia pun tak mengerti, kenapa dirinya semarah ini ketika mendengar Tamara memanggil Soully dengan sebutan yang tidak baik.

"Kenapa kau membentakku? Apa aku salah? Wanita ini memang tak tahu diri. Dan kau juga sama saja dengan dia!" Tamara menggebu. "Jelas-jelas kau sudah beristri, tapi kau malah menghabiskan malam-malammu dengannya?"

Tatapan Yafizan penuh kemarahan. Dirinya merasa tak terima apa yang Tamara ucapkan. Namun, tatatapannya melembut ketika dirinya melihat wajah yang sedang menatap sendu padanya. Pun dalam dirinya yang tiba-tiba mempunyai perasaan bersalah ketika Tamara mengucapkan kata-kata terakhirnya.

Ya, dia sudah beristri. Tapi, siapa yang menjadi istrinya? Bahkan, Tamara yang katanya istrinya pun malah bersikap seperti bukan istrinya. Sedang Soully yang orang asing baginya, sikapnya malah menunjukkan bahwa ia sebagai seorang istri untuknya.

Fikiran Yafizan berkecamuk.

Sebenarnya apa yang terjadi?

Mengapa ia tak bisa mengingat semuanya?

Yafizan mengerang kesakitan. Kepalanya seperti dihantam bebatuan yang keras. Dengan meremas rambut kepalanya, ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai.

Soully dan Tamara merasa terkesiap ketika melihat reaksi Yafizan yang mengerang kesakitan. Segera, Soully berlari mendekati suaminya itu.

"Sayang, kenapa? Apa yang sakit?" suaranya bergetar, kepanikan kini melandanya. Tangannya gemetaran hendak menyentuh tubuh suaminya. Akan tetapi, tangan yang sudah bergetar itu tersingkirkan ketika tangan lentik berkutek merah itu menepisnya dengan kasar.

"Lebih baik kau cepat pergi dari sini!" usir Tamara. "Baby, are you oke? Hei, look at me!" Tamara menangkup pipi Yafizan, mendongaknya supaya ia bisa melihatnya.

Rasa sakit membuat Yafizan merebahkan kepalanya dalam dekapan Tamara. Hati Soully seakan teriris. Suaminya, benar-benar tak mengingatnya.

"Tunggu apalagi? Kenapa kau masih di sini? Cepat pergi!" usir Tamara.

Soully bergetar. Bendungan air matanya tak tertahankan lagi. Hatinya benar-benar sakit. Ingin ia berteriak jika ia yang lebih berhak, sedang Tamara yang seharusnya pergi. Namun, di sisi lain, ia tak tega melihat suaminya yang kesakitan seperti itu. Jika ia memaksakan apa yang ingin ia ungkapkan, dapatkah suaminya menerima kenyataannya?

Walau terkadang sikap suaminya yang plin-plan, tapi Soully tahu jika dalam kurang lebih empat bulan ini selama pernikahannya, ia cukup mengetahui bagaimana sifat suaminya.

Entah apa yang membuat suaminya seperti itu, Soully pun tak mengerti dengan keadaan dirinya sendiri. Dis yang kehilangan sebagian ingatannya pun tak mengerti mengapa kondisinya seperti itu.

Bayangan mimpi panjangnya waktu itu pun seolah teka-teki baru baginya yang tak pernah mendapatkan jawabannya. Yang ia ingat adalah suaminya, Miller bahkan Erick ada di mimpinya. Namun, entah mimpi apa itu sebenarnya? Terlebih ingatan di penghujung mimpi itu sungguh mengerikan baginya. Darah segar yang keluar dari mulut perempuan yang mirip dengannya, terasa begitu nyata seolah ia yang merasakan bagaimana rasa kesakitan yang di deritanya.

"Bos!" Rona menyahut di saat Soully sibuk tenggelam dalam fikirannya.

Rona yang tiba setelah mendengar suara keributan dari dalam kamar bosnya segera berlari menghampiri.

Sejenak Rona memandang Soully yang sedang berurai air mata. Lalu pandangannya menajam kepada perempuan yang sedang memangku tuannya itu.

"Apa yang terjadi?" lirih Rona.

"Tak usah banyak tanya, cepat kau bantu aku mengangkat Yafi ke tempat tidur!" perintah Tamara yang tak ingin dibantah. "Dan kau, cepat pegi dari sini dan jangan pernah ganggu hidup kami lagi!" teriaknya mengusir Soully kembali.

Rona yang merasa dilema pun pada akhirnya menuruti perkataan Tamara setelah Soully mengganggukkan kepalanya dengan artian 'turuti saja permintaannya, aku baik-baik saja'.

Dengan berurai air mata, lagi, Soully melangkahkan kakinya keluar dari kamar peraduannya dengan perasaan yang hancur.

Yafizan yang masih setengah sadar dan tidak di dalam rasa kesakitannya, ia melihat bayangan tubuh Soully yang terlihat samar itu kali ini benar-benar pergi meninggalkannya. Ia pun tak mengerti, rasa penat dan sesak yang menghantam dadanya lebih sakit daripada rasa sakit di kepalanya.

Jangan pergi...jangan pergi...

***

Bersambung...