webnovel

My Soully Angel (Jodoh Sang Dewa Api)

Yafizan - Diturunkan ke bumi akibat serangan fatal dari kekuatannya membuat seorang gadis meninggal karena melindungi adik calon suaminya. Dia selalu bersikap arogant dengan emosi yang meluap - luap karena sifat alami apinya. Tinggal di bumi hampir seribu tahun lamanya bersama asisten yang diperintahkan untuk menjaganya selama di bumi. 1000 tahun kemudian dia dipertemukan dengan reikarnasi gadis yang tanpa sengaja diserangnya, dan gadis itu selalu menolongnya sedari kecil - Soully. Kejadian tak terduga membuatnya keduanya terikat dalam pernikahan.

GigiKaka · แฟนตาซี
Not enough ratings
100 Chs

Bab 15

Suasana canggung terasa begitu kental saat itu. Soully yang masih berdiri dengan air yang menetes-netes dari rambutnya, ia lupa membawa handuk kecil untuk membungkus rambut kepalanya yang basah saat ia buru-buru masuk ke dalam kamar mandi, ia takut Yafizan tiba-tiba terbangun lalu menggodanya lagi.

"Apa kamu tetap tidak mau menjawabnya, hah?" Yafizan tetap diam. "Oke kalau gitu, aku tanya sama kamu, Ron. Siapa perempuan ini?" Tamara langsung melontarkan pertanyaan kepada Rona. Sontak saja pertanyaan tiba-tiba itu membuat Rona membelalakan matanya. Antara bingung namun ingin jujur bahwa perempuan mungil yang ada di depannya itu adalah istri sah dari lelaki yang tega ia tinggalkan begitu saja tiga tahun yang lalu.

Rona sama-sama terdiam dan tak menjawab pertanyaan Tamara, pada akhirnya Tamara berjalan menghampiri Soully yang masih menahan sakit di perutnya. Tanpa permisi Tamara langsung melayangkan tangannya pada pipi Soully yang pucat itu. Suara tamparan begitu menggema di dalam kamar itu hingga tubuh mungil Soully bergeser lalu membentur dinding sebelah pintu kamar mandi. Soully meringis kesakitan dengan sebelah tangannya ia memegang pipinya yang seperti mendapatkan kesemutan serta panas yang menjalar, sementara tangan yang lainnya masih memegang perutnya. Kini pipi Soully merona bukan karena aliran darah melainkan hasil dari tamparan yang menggebu dari seorang wanita yang pertanyaannya diabaikan.

Tak hanya sampai di situ, Tamara serta merta menjambak rambut Soully hingga kepalanya mendongak ke belakang. "Kau pelacur rendahan, untuk apa bersikap sok akrab dengan kekasihku? Aku tahu kekasihku itu sangat merindukanku sehingga ia membayarmu hanya untuk memuaskan nafsunya saja kan?" tanyanya penuh cercaan dan cacian yang bertubi-tubi ketika ia melihat banyak bekas tanda kepemilikan yang Yafizan buat di sekitar leher dan dadanya. Tamara menjadi lebih geram. Ia menyeret Soully keluar dengan tangan yang masih memegang erat rambut Soully yang masih basah.

Soully meronta kesakitan, dia menjerit meminta Tamara melepaskannya. Yafizan dan Rona yang melihatnya langsung melebarkan kedua matanya. Seperti de javu saat mereka melihat Clara yang menampar lalu menjambak rambut Soully waktu itu. Ada perasaan cemas ketika tiba-tiba darah segar keluar lagi dari hidungnya. Ya, ini bahkan dua hari yang lalu saat Soully keluar dari rumah sakit. Kondisi sebenarnya masih butuh perawatan mengingat ia masih seorang pasien. Namun ia sudah disibukkan dengan berbagai macam kegiatan yang melelahkan.

Yafizan dengan sigap meraih tubuh Soully dan melepaskan cengkraman tangan Tamara yang menjambak rambutnya. Dalam diamnya Yafizan begitu marah saat Tamara memperlakukan Soully dengan kasar. Soully sudah lunglai terkulai lemas. Dia tak bisa merasakan lagi sakit di perut dan panas di pipinya. 'Bodoh' hanya kata-kata itu yang keluar dari benak Yafizan mengatai dirinya sendiri. Segera diangkatnya Soully ke atas tempat tidur.

"Cepat panggilkan dokter!" Yafizan memerintah Rona dengan cemas.

Tamara merasa jengkel karena melihat Yafizan begitu panik dengan ekspresi kekhawatiran begitu nyata dari wajahnya. Dia belum pernah sekhawatir ini pada seseorang bahkan pada dirinya dulu. Dan sekarang dia benar-benar diabaikan.

***

Seseorang membunyikan bel. Rona segera membukakan pintu karena ia tahu seseorang yang dia hubungi datang dengan sangat cepat. Tentu saja dengan kekuatan alam mereka bisa melajukan mobil secepat berteleportasi.

Seorang pria sudah berdiri tegak di depan pintu masuk dengan jubah putih profesi yang dikenakannya. Rona sudah membukakan pintu gerbang untuknya mempersilahkan masuk.

"Tuan Erick..." Rona setengah membungkuk memberikan salam hormat.

"Tak usah seperti itu, Panglima Rona. Di mana Soully saat ini?" tanyanya tak sabar ingin menemui Soully yang ia cemasi sepanjang perjalanan dengan hati tak tenang ketika Rona menghubunginya tadi.

"Dia ada di dalam dan..." Rona tak sempat menyelesaikan kata-katanya karena seketika Erick tergesa-gesa menuju sebuah pintu yang terlihat terbuka di lantai atas.

Erick segera berlari kecil menuju kamar tersebut dan feeling-nya benar. Dia melihat sesosok tubuh perempuan dengan wajah pucat yang masih berbalut handuk mandinya ditutupi selimut dengan rambut yang masih basah. Dilihatnya Yafizan yang sedang membersihkan darah yang keluar dari hidung Soully yang terus menetes.

Pandangan Erick terfukos pada handuk kimono hitam yang dikenakan Yafizan dan juga Soully. Sejenak ia menggelengkan kepala membuyarkan imajinasi liarnya.

"Biarkan aku memeriksanya." Suara Erick membuat Yafizan semakin tegang. Dia mengepalkan tangannya merasa kesal karena dari sekian banyak dokter kenapa harus dia yang datang. Yafizan mengabaikan ucapan Erick.

"Apa kau akan terus membiarkan dia kehabisan darah dan membuat dia dalam kondisi yang semakin kritis?" tegas Erick yang mulai kesal karena Yafizan enggan beranjak dari tempat duduknya disamping Soully dibaringkan. Yafizan menghela nafas dalam, tanpa bicara ia mempersilahkan Erick memeriksa dan mengobati Soully.

Dengan sikap yang profesional Erick begitu telaten mengobati Soully, seolah tahu apa yang harus ia lakukan bukan karena semata memang ia seorang dokter, tapi karena selama tiga tahun lamanya dialah yang menjaga Soully dan tahu semua apapun yang terjadi pada tubuh Soully.

Soully perlahan membuka matanya dengan samar, ia melihat sosok yang sangat dikenalnya baik.

"Kak Erick..." mata Soully membulat segera lalu bangun dan memeluk Erick dengan cepat saat dia merasa yakin dengan apa yang dilihatnya. "Bawa aku dari sini..." Soully menangis membuat hati Erick merasa kesakitan juga.

Bagai disambar petir saat Yafizan melihat Soully memeluk Erick dengan erat dan Erick pun mengelus rambut bagian belakang kepala Soully dengan ritme yang beraturan. Sekelebat bayangan seorang lelaki sedang memeluk wanita sama seperti yang ia saksikan saat ini. Yafizan menahan gerahamnya, sorot matanya tajam. Dengan emosi yang meluap dia segera menghampiri dua sejoli yang sedang berpelukan itu, memisahkan keduanya dengan kasar.

"Apa yang kau bicarakan pada lelaki asing ini, hah? Apa kau lupa dengan statusmu sekarang?" Yafizan mencengkram kedua bahu Soully dengan kencang.

"Bos, jangan seperti ini. Kau harus memperhatikan kondisi Nona Soully." Rona memegang bahu Yafizan, menenangkannya.

"Jangan kau sentuhkan tanganmu di tubuhku! Kau, kenapa harus memanggil orang ini dari semua dokter ahli yang ada di kota?"

"Di...dia...dia satu-satunya dokter yang bisa datang dengan segera untuk sampai ke sini. Dokter lain membutuhkan waktu berjam-jam untuk sampai ke sini, bukan? Apa yang akan terjadi pada Nona Soully jika ia menunggu terlalu lama?" terang Rona gugup menjelaskan. Yafizan mengerti maksud Rona, mau tak mau ia harus menyetujuinya, beruntung alasan Rona masuk akal.

"Baby, apa yang kau lakukan? Aku di sini dan kau mengabaikanku? Aku pulang segera hanya untuk menemuimu. Aku tahu selama ini kau mencariku dan menungguku." Tamara menyahut ikut bicara.

"Sebaiknya kau urus dulu kekasihmu itu. Aku akan membawa Soully pergi dari sini." Erick membungkukkan badannya dengan kedua tangan yang hendak menyangga tubuhnya membawa Soully pergi. Namun tangan Yafizan dengan cepat menangkas tangannya itu.

"Kau tak usah ikut campur! Dia istriku! Dan ini urusan pribadiku!" pernyataan Yafizan membuat Erick dan Tamara terbelalak kaget tidak percaya.

"Apa kalian masih tidak percaya? Lihat ini!" Yafizan menunjukkan luka di bibirnya dan bekas gigitan di antara leher dan bahunya. "Ini bukti bahwa kami melakukan malam yang menggairahkan semalam. Dan ini..." Yafizan hendak menyingkapkan handuk yang menutupi jejak kepemilikan di leher dan dada Soully namun ia segera sadar kalau ia melakukan itu sama halnya dengan ia memamerkan keindahan tubuh yang seharusnya dilihatnya sendirian.

"Cukup! Aku lelah...biarkan aku beristirahat dan tinggalkan aku sendiri. Dan kau, Paman tolong hentikan leluconmu itu!" Soully berteriak sambil mengangkat kedua tangannya yang ia taruh untuk menutup kedua telinganya. Tanpa sadar ia memanggil 'Paman' lagi kepada Yafizan namun ia tak ingin minta maaf karena panggilan kelirunya. Tentu saja itu membuat Yafizan terfukos kearahnya.

"Kak Erick, tolong bawa aku pergi dari sini..." pinta Soully memohon.

Jelas saja itu membuat emosi Yafizan menjadi-jadi. Diseretnya keluar orang-orang yang kini tengah berkumpul di kamarnya. Soully beranjak turun dengan tergopoh-gopoh mengikuti mereka namun tangan Yafizan menahannya segera.

"Diam dan tidur saja di sana! Bukankah kau ingin beristirahat?" dengan kasar Yafizan mendorong Soully ke tempat tidur hingga terpental. Erick yang melihatnya langsung emosi. Dikepalnya kedua tangannya hendak melanyangkan tinju kearah Yafizan. Namun ditahannya segera dengan menghela nafas panjang.

"Aku perlu bicara denganmu mengenai kondisi Soully saat ini. Sebagai dokter yang profesional aku harus menjelaskan semuanya pada keluarga pasienku."

Yafizan terdiam sejenak namun setuju kemudian. Lalu di ajaknya segera ke ruang kerja tepat di sebelah kamarnya. Sementara Tamara masih bersikeras tetap mau tetap tinggal namun dengan segala hormat Rona sudah memesankan taksi untuk mengantarkan Tamara pulang. Dengan terpaksa ia pulang dan akan menemui Yafizan besok.

.

.

.

"Cepat katakan apa yang ingin kau katakan dengan segera, karena aku tak ingin berlama-lama lagi menatap wajahmu!" ketus Yafizan.

Erick hanya terkekeh. "Kau masih sama seperti dulu. Kau terlalu emosian dan memang itu keahlianmu sebagai Dewa Api yang berkuasa."

"Tak usah basa basi dan mengenang masa lalu."

"Baiklah, sebaiknya kau dengarkan aku baik-baik disaksikan hanya kau, Rona. Karena aku akan mengatakan ini hanya sekali dan jika kau mengabaikan apa yang aku katakan saat ini, maka aku yang akan memperingatkanmu nanti," tegas Erick. "Karena kau sekarang suaminya, maka semua tanggung jawab yang berkaitan dengan Soully harus kau yang mengatasinya." Yafizan tersenyum sinis karena menganggap Erick meremehkannya.

"Aku bertemu Soully tiga tahun yang lalu, dengan kondisi luka parah di kepalanya dan sekujur tubuh yang hampir hancur. Waktu itu aku bahkan tak bisa melihat wajahnya karena tertutup penuh darah. Bahkan aku hampir saja menyayat tubuhnya untuk mengambil jantungnya karena saat itu orang-orang di rumah sakit mengira ia mayat tanpa identitas." Erick mulai bercerita, ada bayang-bayang yang melintas diingatan Rona saat ia melihat Soully yang memang berdarah-darah, membuat Rona semakin merasa bersalah. Yafizan yang mendengarnya pun merasa di sebagian kecil hatinya yang seperti tersayat sembilu, terasa perih.

"Saat itu aku sedang menjalani operasi transplantasi jantung yang tadinya di sponsori oleh mayat tanpa identitas itu.  Namun takdir berkata lain, saat itu, mayat tanpa identitas itu tiba-tiba memegang tanganku dan tanda kehidupan masih tergurat dalam nadinya. Ada rasa yang menyayat dalam relung hatiku, aku akhirnya mengoperasi jenazah tanpa identitas itu yang kehidupannya sungguh bergantung padaku. Kau tahu, saat itu dia hampir melepaskan nyawanya. Sungguh membuatku frustasi, namun takdir masih berbaik hati karena dia akhirnya mendetakkan jantungnya kembali," cerita Erick membuat hati Yafizan tersentuh dan Rona yang hampir menangis karena ia tahu seharusnya dia membiarkan Yafizan melihat semuanya dari awal karena Soully memang orang yang dicarinya pasca kecelakaan itu terjadi.

"Aku merawat dan menjaganya selama tiga tahun ini. Dan aku sangat mencintainya, aku melamarnya namun jawaban setuju dia lontarkan kepadamu yang baru ditemuinya tiga kali," sambung Erick lagi.

"Sudahlah langsung saja apa yang mau kau katakan, tak usah bertele-tele, karena aku tak butuh ceritamu itu!" Yafizan mulai kesal namun sebenarnya ia merasa sedih.

"Yafi, aku tak tahu sebenarnya apa tujuanmu menikahi Soully terburu-buru. Namun aku pinta hanya darimu ketulusan dan cinta kasih untuk istrimu itu. Soully perempuan yang sangat baik, dia polos, dia selalu ceria, berhati lembut walaupun sifatnya terkadang suka sembrono. Namun dibalik keceriannya itu tubuhnya tetap saja membutuhkan perawatan ekstra mengingat ia baru terbangun dari komanya selama tiga tahun," terang Erick lagi yang sontak membuat mata Yafizan membulat dan menahan gerahamnya.

***

Bersambung...

Jangan lupa tekan Like, Comment dan Vote ya Temen²

Terima kasih 🙏🏻