Matahari mulai menampakan diri pagi itu sinarnya memancarkan dan memasuki jendela kaca hotel, Dewa masih tertidur pulas di atas sofa, sedangkan Safira di tenpat tidur hotel. Butuh perjuangan besar untuk Dewa membawa gadis itu masuk. Karena tiba-tiba saja Safira bangun ketika tiba di hotel dan mengamuk kembali, bahkan sempat muntah berkali-kali hingga mengotori pakaian yang di kenakan Dewa.
"Sial, lo itu kenapa sih !" serunya kesal sambil membersihkan pakaian yang bau muntahan Safira, yang kini tidur terlentang. Setelah itu memasukan baju kotor ke kantong yang disediakan di kamarnya, kemudian dia meminta pegawai hotel untuk mencucikan bajunya serta, Safira juga.
Setelah itu Dewa pun mandi membersihkan tubuhnya, sebelumnya Safira dia pakaikan kaos yang kebetulan miliknya yang baru dia beli, ternyata kebesaran dan agak sedikit panjang, untuk itu Dewa menggantikan pakaiannya yang kotor bekas mutahan. Sempat terdiam karena membuka pakaian gadis itu tanpa izinnya, sehingga tubuh Safira yang polos kini terlihat olehnya, dan memang sudah sedikit berbeda ketika dulu menjadi model yang harusnya kurus atau langsing. Kini tubuh Safira proposional dan sintal walau tetap tinggi.
"Mungkih karena dia sudah melahirkan dan punya anak kali ya ?" pikir Dewa. Ketika memakaikan pakaian miliknya, dan kemudian menyelimutinya. Terdengar deringan ponsel dari dalam tas Safira, dan itu bukan sekali tapi beberapa kali, semenjak Safira dibawa ke dalam mobilnya. Akhirnya dia membuka tas brand terkenal milik Safira dan mengambil ponselnya.
"Kanaya ?" tanyanya heran menatap nama yang tertera, akhirnya dia pun menjawab siapa orang yang ada di ponsel itu.
"Hallo ... "
"Safira, lo dimana !" serunya dengan berteriak keras, Dewa terkejut.
"Sorry, gue bukan Safira ..."
'Lo siapa? dimana Safira ... !" tanya Kanaya terkejut.
"Hei-hei, tunggu dulu ... gue saudara sepupu Safira! dia mabuk dan aman dengan gue di sini !" jelas Dewa.
"Bohong, gue pengen bukti! bisa saja lo orang jahat !" serunya marah.
"Awas saja kalau lo macam-macam sama dia! siapa nama lo ?" ancam Kanaya, Dewa menghela nafas, mendadak kepalanya pusing dia memijit kepala.
"Dewa Nalendra Wijaya !" jawabnya dan menjelaskan siapa dirinya, setelah itu hening di seberang sana.
"Dia kini berada di Hotel kawasan bisnis Palm. Co! kalau tidak percaya datang kesini !" serunya tegas.
"Oke, gue akan kesitu !" jawab Kanaya, Dewa pun memberitahu kamarnya. Dan memang tak lama gadis itu pun muncul sambil membawa baju ganti untuk sahabatnya Safira.
"Maaf, gue sempat tak percaya! habisnya waktu itu Safira tiba-tiba hilang dan mendengar kalau di toilet ada perempuan aneh! kami pun kesana, tapi terkejut katanya sudah di bawa oleh security entah kemana dan kami kembali mencarinya, karena khawatir dan dia pun sedang mabuk! dan lo tahu kan kalau begitu ?" jelasnya sambil menatap Dewa. Lelaki itu mengangguk dan menunjuk dirinya dan juga Safira.
"Lo, yang menggantinya ?" tanya Kanaya heran.
"Iya, memang kenapa? takut gue berbuat mesum ?" tanya Dewa.
"Ya, mungkin saja !" ujar Kanaya cuek dan melirik Safira, ekpresi mukanya berubah sedih dan kasihan.
"Apa ... benar dia ..." Dewa terdiam, Kanaya mengerti.
"Gue teman akrab waktu tinggal di New York! waktu itu bokap gue bekerja di kedutaan besar di sana! mau tidak mau semua harus ikut! gue kebetulan satu sekolahan sama Safira! yang sudah beberapa kali pindah sekolah, karena sering di bully !" jelas Kanaya, menceritakan asal muasal persahabatannya.
"Gue juga tahu, awal mula dia menjadi model! sayangnya saat ketika Safira pacaran dengan seorang cowok, gue keburu balik ke Indonesia! tugas bokap selesai disini tapi pindah negara! tapi gue pilih pulang! karena bokap ke Filipina !" lanjutnya.
"Jadi, gue belum tahu apa yang terjadi selanjutnya! dan baru beberapa bulan kemudian ketika dia menelpon dan menceritakan semuanya! gue kaget dong, dan tak bisa berbuat apa pun! setelah itu ya, udah ... gue jarang telponan! sampai tahu dia berada di Indonesia waktu lalu dan kemudian ketemuan ... lalu kejadian deh, dari situ gue tahu siapa cowoknya yang menghamilinya !" Kanaya menghela nafas dan duduk di pinggir tempat tidur, serta mengusap rambut Safira, wajahnya terlihat sedih.
"Dia selalu bertanya tentang ayahnya siapa ?" ujar Kanaya, Dewa tertegun.
"Emang ... nyokapnya engga bilang ?" tanya Dewa, takut kalau ... mungkin saja dia putri kakeknya.
"Sudah meninggal! tapi Safira tidak percaya dan sudah menemukan bukti ... bahwa ayahnya masih hidup !" jawab Kanaya, lalu melirik ke arah Dewa,
"Jangan khawatir, bokapnya bukan kakek lo kok !" ujar gadis itu berdiri, dan menyerahkan bungkusan berisi pakaian kepada Dewa.
"Lo, tahu ?" tanya Dewa tertegun, sambil menerima paperback dari Kanaya.
"Engga, tapi ketika balik ke Indonesia! gue baru tahu semua gosipnya !" jawab Kanaya tersenyum.
"Oke, gue percaya lo! gue titip Safira sama lo !" gadis itu pamitan pergi, sementara Dewa menghela nafas, tubuhnya lelah dan cape sekali. Dan membaringkannya di sofa panjang kemudian tertidur pulas.
-----------
Safira menggeliatkan tubuhnya dan sontak terbangun. Karena terkejut berada di tempat yang asing, perlahan melihat kesekelilingnya dan matanya menatap ke sofa dimana Dewa sedang tidur sambil meringkuk nyaman.
"Ahhh ... kepala gue pusing !" ringisnya sambil memijat kepalanya. Dan memutuskan untuk turun dari tempat tidur, tenggorokannya terasa haus. Dia berjalan menuju meja yang di atasnya ada dua botol air mineral. Entah pusing atau apa tubuhnya oleng dan jatuh ke sofa tempat Dewa tertidur.Mau tidak mau tubuhnya menindih lelaki itu.
Dewa terkejut dan terbangun, melihat Safira sudah berada di atas tubuhnya. Mata mereka bertemu. Secara reflek tangan Dewa mendorong tubuh Safira dan terjatuh ke karpet yang untungnya cukup tebal.
"Awww ..." ringis, Safira, pantat dan pinggulnya sakit, sementara Dewa bangun dan membantu Safira kemudian mendudukannya di sofa.
"Sorry, gue terkejut! ketika lo menindih gue !" jelasnya,
"Minum ... tolong !" ucao Safira, tak perduli apa yang dikatakan Dewa. Lelaki itu mengerti, setiap mabuk pasti terasa haus setelahnya. Dan mengambil botol mineral kemudian membuka tutupnya serta menyerahkan kepada Safira. Gadis itu meminum dengan capat dan air itu pun tinggal setengah.
"Lo engga apa-apa ?" tanga Dewa khawatir. Safira mengangguk pelan dan lega.
"Laper engga? gue pesan makanan ya ?" tanya Dewa, Safira menggeleng.
"Gue pengen tidur, pusing !" ucapnya, dan berdiri hendak menuju tempat tidur. Dewa pun membantu memapahnya ke tempat tidur,
"Sorry, gue udah ngerepotin lo !' ucapnya sambil berbaring kembali, Dewa hanya mengangguk kecil dan mengela nafas. Safira pun tertidur kembali. Ceaa memutuskan ke kamar mandi. Tak lama keluar dengan mwnggunakan handuk dengan tubuh sedikit basah.
Hari ini dia harus ke kantor pusar Palm. Co karena ada rapat bulanan dari setiap divisi bagian di perusahaan Palm. Makanya dia di sini tidak pulang ke rumah. Setelah berpakaian rapi, Dewa melirik ke arah Safira. Dia tak mau mengganggu tidurnya, Dewa tahu dan pernah mengalami mabuk berat seperti ini. Bisa di pastikan Safira akan tertidur cukup lama jadi tak perku khawatir.
Dewa menatap dirinya di cermin, dan terlihat sempurna. Sebagai seoranv lelaki metroplitan dia selalu tampil fresh dari ujung rambut sampai kaki, tapi dia tak terlalu ribet dengan berbagai kosmetik cowok. Tak banyak di gunakan, hanya sabun pencuci muka dan parfum cukup untuk dirinya.
Setelah itu mengambil tas kerja dan akan sarapan di bawah saja. Sebelumnya dia menuliskan catatan untuk Safira bila bangun nanti, dan dia belum kembali ke kamar. Dewa menutup pintu dan menuju lift untuk turun ke lobby. Dia tiba kemudian menuju ke sebuah restoran, para karyawan hotel mengucapkan sapaan selamat pagi untuknya, Dewa hanya nengangguk.
"Pagi !" ucapnya. Karena konsepnya prasmanan, dia mengambil seperlunya saja untuk sarapan. Kemudian mencari tempat duduk, tak lama beberapa deringan ponsel terdengar. Dewa setidaknya memiliki 3 buah ponsel, satu untuk urusan pekerjaan, keluarganya dan satu untuk teman-temannya.
Dia tak mau mencampur adukan kepentingan lain dengan pekerjaannya. Di ponsel itu senua daftar klien dan sebagainya yang penting berada, termasuk dengan nomor sekretarisnya. Dan seperti biasa Sarah sudah sibuk menelponnya pagi ini. Dia sedang menuju perjalanan kemari membawa berkas yang di perlukan dalam rapat kali ini.
Dan tak lama dia muncul, Dewa meminta untuk ikut sarapan. Tapi tertegun yang di bawanya hanya sepotong roti Croussan dan secangkir teh saja.
"Kamu diet ya ?" tanya Dewa heran.
"Engga kok bos, saya memang kalau pagi cukup ini saja sarapannya !" jawab Sarah tegas, tubuhnya tetap tegap dan bersikap waspa, mirip tentara.
"Apa tidak laper? kan tugas kamu tuh banyak ?" tanya Dewa, sambil menyuap selada sayuran ke dalam mulutnya.
"Engga sih, bos sendiri tak banyak bawa makanan! satu sandwich, salad dan teh !" tunjuknya ke hadapan Dewa.
"Oh, setiap pagi kan begini !" jawabnya tertawa.
"Oke, lupakan! apa tugasku hari ini ?" tanya Dewa, menyudahi sarapan paginya, Sarah mengeluarkan tabletnya dan kemudian memberitahu tugasnya hari ini. Dewa hanya mengangguk dan kemudian berdiri sambil membawa tasnya, lalu pergi.
"Oh iya, nanti siang ke kamarku ya! ada Safira di sana !" ujarnya sambil berjalan menuju gedung sebelah, yaitu kantor pusat Palm.Co. Sarah tertegun.
"Tadi malam, dia ke klub berama temannya! kebetulan dia mabuk dan bertemu denganku, lalu aku bawa ks hotel !" jelas Dewa, sempat mengangguk ke staf karyawan di front office, dan menuju ke lift khusus untuk petinggi perusahaan.
"Baik bos !" jawab Sarah mengangguk. Keduanya tiba di lantai paling atas. Tempat kantor utama CEO dan Pengawas perusahaan. Bagas papanya dan Ardhi Wijaya kakeknya, Dewa melirik jam tangan mahalnya dan masih ada sekitar satu jam lagi rapat di mulai, dia msnuju ruangan khusus bersebelahan dengan kantor papanya, sementara Sarah ke tempat lain untuk mengetahui jadwal rapat hari ini. Karena ini kantor pusat dan berbeda manajemen antar bagian, maka setiap sekretarisnya akan meminta hal yang sama.
Di ruangan itu sudah ada direktur bagian lagi, tetmasuk paman, bibinya dan lainnya sudah duduk menunggu. Bisa di sebut ruangan VVIP ada beberapa sofa empuk, meja prasmanan, ada cemilan, minuman dingin dan panas serta lainnya, hawanya sejuk, dengan jendela kaca besar, sehingga terlihat gedung perkantoran lain di sekitarnya dan kedap suara, sehingga hanya mereka yang berbicara saja terdengar, Dewa bergabung dengan semuanya, setelah tetebih dahulu bersalaman. Setelah itu terlibat obrolan yang berbeda dari topik saat ini yaitu rapat bulanan dengan para Direktur utama bagian serta para Direksi lainnya.
Semua mengobrol dan tak lama para sekretaris mereka datang. Dewa sekilas melihat papanya baru datang, karena dinding ruangan itu dari kaca. Dia masuk ke ruangannya.
"Bagaimana kerjaanmu? apa ada masalah ?" tanya pamannya.
"Baik, paman! hanya memang butuh adaptasi !" jawab Dewa tersenyun.
"Syukurlah, nikmati saja pekerjaanmu dan santai saja! itu kan dunia hiburan !" ujar bang Robi paman dari putra adik mamanya, yang kini terlihat klimis dan rqpi. Tidak seperti sebelumnya yang cuek.
"Ya, mau tidak mau lah! paman harus menyesuaikan dengan perusahaan! padahal aslinya kotor-kotoran !" jawabnya ketika Dewa memuji penampilannya, dia tertawa, Dewa pun ikut tertawa, dia mengerti jokenya itu.
---------------
Rapat pun akhirnya di mulai, masih di lantai yang sama tapi beda ruangan. Ruangan ini lebih luas di banding tadi. Ada meja yang di set melingkar persegi empat panjang, ada sekitar 30 puluh kursi yang melingkarinya termasuk untuk pimpinan utama perusahaan. Sementara para sekretaris duduk di sebelah pimpinannya. Ada layar besar di belakang tempat duduk CEO untuk presentasi, dari masing-masing bagian perusahaan. Mereka akan menjelaskan semua kegiatan, dari keuntungan, serta lainnya.
Tak lama masuk beberapa perempuan masuk membawa botol minuman dan gelas dan meletakan di depan para pesetta rapat. Dewa melirik ke arah jam tangannya dan menatap Sarah, gadis itu mengangguk. Dan memang tanpa terasa, waktu sudah beranjak siang. Sebentar lagi waktunya makan siang, Dewa akan melakukan presentasi nanti setelah jeda waktu istirahat. Sarah bangkit dari duduk dan sempat menghormat untuk pamit kepada Bagas, lelaki itu hanya mengangguk. Sarah pun pergi.
Acara makan siang pun di mulai, mereka kembali ke ruang tunggu VVIP dan di sana set makanan prasmanan sudah berubah, menjadi berat dan sajiannya beragam dari masakan Indonesia, Barat dan lainnya, hampir mirip di Hotel, tentu saja yang menyajikannya katering milik sendiri. Kali ini Bagas bergabung dengan semuanya. Seakan tidak ada jarak antara atasan dan bawahan.
Semua saling mengobrol dan mencicipi makanan yang tersaji. Kali ini Dewa mengobrol dengan Bagas dan om Robi.
"Oh ya, sekretarismu mau kemana? tumben duluan ?" tanya Om Robi pamannya. Mereka duduk agak terpisah dengan yang lainnya.
"Ada urusan, om !" kini bicaranya lebih formal.
"Memang ada yang ketinggalan ?" tanya Bagas heran dan juga kepo. Karena dia mengenal baik Sarah. Dewa menghela nafas.
"Anu ... Safira mabuk ..." ucapnya pelan, Robi dan Bagas tertegun dan terkejut.
"Jadi beneran, dia datang ?" tanya om Robi yang baru mendengar dan mendapat kabar dari kakaknya yang kini di pindahkan ke Agensi model bukan lagi Iklan di Palm Entertaimen. Dewa dan Bagas mengangguk. Dewa menceritakan sedikit apa yang terjadi dan di tambah rumor yang dia ketahui. Bagas dan Robi kembali terdiam.
"Dan gilanya, upacara pernikahan Andrian di handle oleh Palm WO kita !" Dewa tersenyum dan menggeleng kepala. Bagas menghela nafas dia tahu semua tentang Daniel mantan dari istrinya, yang kini menjadi pesaing berat dan musuh mereka.
Bersambung ....