Aeden tak bisa menghubungi Dealova, ia sudah mengerahkan orang-orangnya untuk mencari Dealova namun tak ada hasil meski sudah lebih dari 10 jam mereka mencari.
Semua tempat yang mungkin Lova kunjungi sudah Aeden datangi namun masih tak mendapatkan hasil apapun. Ia bahkan sudah mengelilingi setiap sudut kota itu. Tanyakan pada aspal, tempat mana yang belum dilindas oleh ban mobil Aeden.
Rencana si penculik telah berubah. Mereka tak membuat Lova seperti meninggalkan Aeden namun mereka membiarkan Aeden mencari Lova tanpa petunjuk apapun. Titik ponsel Lova berada di sebuah tempat yang tak memiliki kamera pengintai. Meski Ezell sudah memeriksa seluruh kamera pengintai di tempat itu, ia masih tak bisa membantu Aeden. Dealova tak tertangkap kamera sama sekali.
♥♥
Dua hari berlalu dan Aeden masih belum menemukan Lova. Penampilannya terlihat mengerikan. Wajahnya kusam, lingkaran hitam terlihat di sekitar matanya. Hal ini menunjukan bahwa ia kurang tidur. Tidak, Aeden memang tidak tidur selama dua hari ini. Ketika matanya hendak terpejam, mata itu kembali terbuka karena keberadaan Lova yang tak diketahui sama sekali.
Karena tak ada kabar apapun dari Lova suasana hati Aeden benar-benar menjadi buruk. Salah atau tidak salah, anak buahnya akan dimarahi olehnya dan mendapatkan beberapa pukulan. Bahkan tangan kanan Aedenpun tak luput dari kemarahan Aeden.
Bahkan di perusahaannya pun Aeden semakin dingin. Jika saja tak ada rapat hari ini maka Aeden tak akan datang ke perusahaan.
Di ruang rapat, Aeden tak begitu mendengarkan bahan rapat. Ia hanya memikirkan Dealova.
Lovita yang berada diruangan itu tersenyum picik dalam hatinya. Alangkah baiknya jika Dealova bukan menghilang namun tewas. Tapi, apapun itu, posisi seperti ini sudah cukup baik.
Rapat selesai. Aeden keluar lebih dahulu dari yang lainnya.
"Aeden!" Lovita memanggil Aeden. Langkah Aeden tidak berhenti, dan akhirnya Lovita menghadang langkah Aeden dengan tubuhnya yang kini sudah di depan Aeden.
"Kau menghalangi jalanku, Lovita!" Aeden bersuara dingin.
Lovita meringis dalam hati, bagaimana bisa Aeden sedingin ini karena kepergian Lova. Rasa iri semakin merayap ke dalam jiwanya. Harusnya ia yang memiliki Aeden bukan Dealova.
"Kau sudah menemukan adikku?" Lovita, dia tahu cara bermain cantik. Dia tak akan menunjukan jika ia bersyukur atas hilangnya Lova.
"Kau tidak perlu berpura-pura ingin tahu tentangnya." Aeden masih menggunakan nada yang sama.
Lovita memasang wajah sedih yang terlihat natural, dia pemain musik tapi dia juga tahu caranya memainkan perasaan dengan baik.
"Aku memang kakak yang buruk untuknya selama ini, tapi aku dan dia masih memiliki hubungan darah. Aku tidak mungkin tidak cemas ketika satu-satunya adikku menghilang tanpa kabar."
Aeden diam. Ia tak ingin membalas kalimat Lovita, tidak, lebih tepatnya ia tak ingin mendengar apapun dari Lovita.
"Aku sudah mengerahkan orang-orangku untuk mencari Lova. Jika mungkin kau memiliki informasi kau bisa membaginya denganku. Ini agar lebih mempermudah mencari Lova."
"Jika aku memiliki informasi, aku sudah pasti akan menemukannya saat ini. Menyingkirlah!"
"Kau terlalu kasar, Aeden. Aku hanya membantu agar Lova cepat ditemukan."
"Aku pasti akan menemukannya."
"Tapi, apa kau pikir dia benar-benar hilang?"
"Apa maksud kata-katamu!"
"Setahuku, Dealova adalah wanita yang menyukai kebebasan. Dia mungkin pergi dengan sengaja." Ucapan Lovita membuat Aeden bergerak sesuai kemarahannya. Ia mencengkram dagu Lovita kasar.
Aku cukup tahu wanitaku. Dia tak akan pergi sebelum aku usir dan aku tak pernah mengusirnya pergi."
"Lalu, apa kau berpikir dia diculik?" Lovita masih tak menyerah, "Jika dia diculik maka penculik pasti akan menghubungi Daddy ataupun kau. Wanitamu?" Lovita menjeda kalimatnya, melihat ke mata Aeden lalu tersenyum kecil, "Apa dia menganggapmu prianya?"
"Tutup mulutmu, sialan!" Aeden mendorong Lovita kasar.
Lovita terluka tapi ia tetap memasang senyuman palsu, "Terima kenyataan. Mungkin saja Dealova pergi karena memiliki pria lain?"
"Kau!" Aeden menggeram murka.
Lovita mendekat, bibirnya sudah berada di sebelah kiri telinga Aeden, "Menyedihkan. Kau disini mencarinya tanpa lelah tapi ditempat lain Dealova sedang bermain dengan pria lain."
Aeden mengepalkan tangannya, jika saja ini bukan kantornya maka dia pasti akan memotong lidah Lovita. Tak ingin menanggapi Lovita lebih jauh, Aeden segera melangkah melewati Lovita.
"Brengsek!" Lovita memaki kesal. Ia bahkan tak bisa bermain cantik karena emosinya. Berlaku seperti dewi dengan mengkhawatirkan Dealova menjadi hal yang sia-sia sekarang. Jika benar dirinya khwatir maka tak mungkin ia mengatakan hal-hal buruk tentang Dealova.
"Aku benar-benar berharap kau mati, Dealova." Lovita melangkah pergi dengan semua kekesalannya.
Masih di gedung yang sama, di lantai yang sama, seseorang tengah tersenyum kejam.
"Ini baru permulaan, Aeden. Aku akan membuat kau lebih gila dari saat ini." Dan orang yang mengincar Aeden adalah orang yang berada tidak jauh darinya namun bukan seseorang yang dekat dengan Aeden.
♥♥
Lova memandangi orang-orang yang tengah bermain kartu sambil menjaganya. Satu hari saja Lova berada di tempat yang nyaman, setelahnya ia berada di sebuah tempat yang seperti rumah tak terpakai dengan suasana mencekam dan penerangan yang remang. Sudah mirip tempat pembuatan film horor saja.
Pintu tempat itu terbuka, seseorang masuk. Lova tak melihat orang ini selama 2 hari, tapi ketika pria itu bicara, ia tahu siapa orang ini. Orang yang bicara di hari pertama ia diculik.
"Dia tidak membuat masalah, kan?" Pria itu bertanya pada 5 pria yang berdiri memberi hormat.
"Tidak, bos. Dia bahkan tidak bersuara."
Pria itu kini mendekat ke Lova, "Kau sepertinya sudah biasa diculik, kau tidak membuat keributan dan tidak meminta pulang sama sekali."
"Apa jika aku meminta pulang kau akan melepaskan aku?" Lova menaikan alisnya, "Tidak, kan?" Ia tersenyum mengejek, "Aku tidak suka membuang tenaga dengan meminta pulang. Karena pada akhirnya mungkin aku akan tewas disini."
Weckly tertawa kecil, "Benar-benar wanita yang sangat berbeda dari kebanyakan wanita lainnya."
Lova tidak terlalu menanggapi seruan Weckly. Ia hanya menatap pria itu datar saja.
"Kau tidak ingin tahu kenapa kau ada disini? Kemungkinan aku akan menjawabnya."
Dealova tertawa hambar, "Kemungkinan? Aku benci hal-hal yang tidak pasti."
Weckly sangat menyukai pribadi seperti Lova, tetap tenang dan angkuh meski nyawanya sedang berada di ujung tanduk.
"Aku menculikmu karena menginginkan nyawa Aeden."
"Aku rasa kau melakukan kesalahan." Dealova mendongakan wajahnya, kembali menatap Weckly, "Aeden tak akan mencemaskan aku sama sekali. Jika kau berpikir aku spesial bagi Aeden, itu hanyalah pemikiran bodoh. Aku hanya wanita yang diberikan oleh ayahku padanya, dan dalam 6 bulan aku akan dibuang olehnya. Jika kau ingin menculik orang, maka Lovita adalah orang yang tepat. Karena Aeden menyukai Lovita."
Weckly tersenyum kecil, "Ah, sepertinya kau tak begitu tahu jika kau sangat disayangi oleh Aeden. Dia mencarimu ke seluruh penjuru kota selama dua hari ini. Well, jika aku jadi kau aku pasti akan sangat terharu."
Lova tak merubah raut wajahnya, tetap tenang dan angkuh.
"Aku hanya akan memberitahumu satu kali. Kau akan menyesal telah menculikku."
Weckly tertawa kecil, "Siapa yang akan membuatku menyesal? Aeden?" Ia mengejek Lova, "Pria itu bahkan tidak tahu keberadaanmu."
"Aku yang akan membuatmu menyesal." Lova berhasil membebaskan dirinya dari ikatan di kursi. Berkat pisau kecil yang ia dapatkan dari pergi ke kamar mandi, ia bisa membebaskan dirinya.
Dealova bergerak dengan cepat, belum sempat Weckley meraih tangan Dealova, Dealova lebih dulu bergerak. Ia meraih senjata api yang ada di pinggang Weckly, lalu menerjang Wekley hingga pria itu terjatuh ke lantai.
5 anak buah Weckly berlari ke arah Dealova, tapi sebelum mereka sempat menyerang Dealovam peluru-peluru sudah Dealova hadiahkan terlebih dahulu. Jantung dan otak, dua ini adalah sasaran Lova. Satu peluru memang tak akan bisa membunuh dengan cepat jika ditembak bukan pada dua tempat itu.
Setelah 5 orang itu tewas, Lova melempar jauh senjata tadi.
"Satu lawan satu, itu terdengar adil, kan, Tuan." Lova bergerak cepat, melayangkan kakinya pada Weckly namun dengan cepat pria itu menyingkir. Lova tak memberikan ruang bagi Weckly, begitupun juga dengan Weckly.
Beradu pukulan dan tendangan, dengan tujuan yang sama, menjatuhkan lawan.
Dengan beberapa pukulan mengenai tubuhnya, akhirnya Dealova berhasil membuat Weckly tak sadarkan diri. Lova tak membunuh Weckly, setidaknya tidak untuk saat ini karena Lova masih ingin mengetahui siapa orang yang memerintahkan Weckly untuk menculiknya. Tapi, hidup dan berada di sekapan Lova juga bukan hal yang baik. Lova mungkin saja akan memecahkan tubuh Weckly jadi bagian-bagian kecil.
tbc