webnovel

MORAI

Apakah hidup itu adil? Jika pertanyaan itu diajukan kepada Jadira Morai, maka penyihir cantik itu akan menjawab "Hidup memang tidak adil, tapi kita harus membuatnya menjadi adil. Kita tak selalu bisa memilih bagaimana mereka memperlakukan kita, tapi kita selalu bisa memilih bagaimana cara membalas perlakuan itu. Aku bukan orang jahat, aku hanya sedang menuntut keadilan, dan inilah caraku. Jangan menganggap aku jahat, karena menuntut keadilan bukanlah perbuatan kriminal." * "Untuk menata masa depan, kita harus menyelesaikan masa lalu. Begitu aku berjalan maju, maka kenangan mulai meninggalkanku, berikut dengan jiwaku yang ikut bersamanya." –Harnell La Fen. * "Akulah si korban, aku mendapat kutukan dari para penyihir itu. Jangan ganggu aku, aku hanya ingin terbebas dari kutukan ini. Aku datang ke bumi hanya untuk mencari manusia setengah penyihir yang mau menikahiku, dengan begitu, segala kutukan sialan itu akan hilang" –Roxena Laphonsa. * "Korban dan tersangka bukanlah hal yang mudah untuk dibedakan, karena sebenarnya sangat tipis perbedaan dari keduanya. Tak peduli siapa korban yang sebenarnya atau siapa tersangka yang sebenarnya, namun siapa yang memiliki bukti lebih kuat itulah yang menang. Tak perlu pintar untuk menang dalam hidup, kau hanya perlu untuk tidak bodoh, namun aku terlalu jenius untuk itu. Sesuai dengan namaku, Junius. Akulah penyihir terjenius yang akan mengubah status tersangka menjadi korban. Menunjukkan kepada orang bodoh itu, siapa tersangka sebenarnya." -Junius Xander.

lotionocean · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
17 Chs

Deep Night (1)

Cklek!

Pintu kamar itu dibuka oleh Harnell, pandangnya mendapati sang anak yang tengah terlelap damai. Netra teduh itu memperhatikan lamat-lamat bocah lelaki yang kini terbaring di tempat tidurnya. Dirinya masih bertanya-tanya tentang apa yang baru saja terjadi. Jiwanya masih terperanjat dengan kejutan yang wanita itu berikan. Akal sehatnya tak bisa membedakan apakah ini hanya mimpi atau sungguhan.

Sosok yang paling tidak ia harapkan kehadirannya, namun tanpa peringatan apapun, sekarang sosok mungil itu ada di hadapannya. Hal itu membuat raganya serasa melayang, mengawang antara ada dan tiada. Otaknya menjadi beku memikirkan apa yang harus ia perbuat untuk kedepannya.

Disamping itu semua, Harnel masih terheran akan Jadira yang bisa dengan sangat tenang menutupi segalanya selama ini. Bahkan sedari tadi wanita itu diam seribu bahasa, seperti begitu enggan mengungkap semuanya. Harnel memang belum bertanya apapun padanya, namun seperti tidak ada tanda-tanda wanita cantik itu akan bercerita dengan sukarela kalau Harnell tak memulai dialog dengan topik yang menjurus ke Cashel.

Setelah kejadian penyerangan dan terungkapnya seorang Cashel, Harnel memutuskan untuk memboyong Cashel beserta ibu dari anak itu untuk tinggal di rumah Harnell selama beberapa hari kedepan, untuk menghindari Marcus dan Tulip. Tentu saja Jadira menolak ide itu, namun Harnell kekeuh dengan keputusannya yang membuat Jadira dengan berat hati mengiyakan keinginan pria itu, didukung dengan Cashel yang terus merengek ingin pulang ke rumah sang daddy.

Dan berakhir disinilah wanita itu sekarang, sedang menjajah dapur yang ada di hunian mewah milik Harnell. Jadira baru saja merapikan dapur dan meja makan setelah ketiganya menyelesaikan makan malam bersama. Dan saat ini dengan santai seperti tanpa beban, seperti tak terjadi apapun, sambil bersenandung Jadira menyeduh coklat panas yang tentu saja milik si tuan rumah. Asik dengan dunianya sendiri hingga tak menyadari sosok lain tengah memerhatikannya dengan tatapan tidak percaya akan tingkah wanita tersebut.

"Kurasa kau berhutang cerita padaku, nona Jadira." Deg! Seru Harnell tanpa basa-basi, membuat wanita sedikit itu terkinjat.

Jadira berbalik dan lensanya menangkap sosok Harnel tengah berdiri di depan meja makan dengan tatapan intimidasi tergusuh untuknya "Astaga! Kau mengejutkanku. Hampir saja aku menumpahkan coklat lezat ini."

Harnell hanya bisa menghembuskan napas kasar melihat respon wanita itu.

"Kau mau juga? Aku akan membuatkan satu untukmu." Pengalihan yang bagus, nona.

Kreet.. suara tarikan kursi makan itu membuat gerakan tangan Jadira terhenti sesaat diiringi hati yang mengumpat, merutuki idenya sendiri yang menawarkan secangkir coklat panas pada pria itu. Berakhir dengan terduduknya Harnell disana sambil menunggu Jadira yang sedang pura-pura sibuk menyeduh minuman manis tersebut.

"Ini milikmu." Setelah meletakkan cangkir dengan asap mengepul diatasnya, Jadira juga menarik kursi lainnya untuk ia duduki.

Saat – saat seperti ini, memutuskan untuk duduk satu meja dengan Harnell memang pilihan yang buruk, namun jika ia angkat kaki dari sana, akan sangat kentara dirinya tengah menghindari pria itu. Bukan menghindari Harnell, lebih tepatnya menghindari pertanyaan-pertanyaan yang akan terlontar dari bibir tebal pria tampan didepannya ini.

Jadira menikmati minumannya dengan antusias, berbeda dengan Harnell yang mendiamkan miliknya. Tangan kekarnya terlipat di dada, pandangan sulit diartikan itu ia jatuhkan pada Jadira.

"Kau bisa mulai bercerita tentang se-" Harnell tidak tahu jika kalimatnya barusan hampir membuat wanita itu tesedak, namun kalimatnya terputus ketika Jadira kembali mengalihkan pemicaraan.

"Ini lezat sekali. Ck! Aku benar – benar tidak bisa berhenti menyukai minuman nikmat ini." Lagi, Jadira pura – pura tuli.

"Kenapa kau menyembunyikannya?" dan Harnell yang tak mau berhenti.

"Kau tidak mau meminum punyamu? Kalau begitu untukku saja." Jari lentiknya hendak menyomot cangkir Harnell, namun tangan pria itu telah menyerobotnya lebih dulu.

Setelah menandaskan isi cangkir itu, Harnell belum lelah untuk kembali bertanya, "Jadi, kenapa kau menyembunyikannya?"

"Hahahaha." Jadira tergelak, apakah pertanyaan Harnell membuatnya mendadak gila.

Berusaha untuk meredam tawanya sebelum membuka suara, "Ya ampun, kau masih sama ternyata. Masih meninggalkan banyak coklat disekitar bibir usai meneguk secangkir coklat panas. Itu terlihat sangat menggemaskan, kau tahu? Hahaha." Pertahanan yang bagus Jadira sayang, semoga daddynya Cashel masih bisa besabar menghadapimu.

Sial! Harnell memejamkan mata kuat, kembali menghembuskan napas untuk memberinya kesabaran ekstra, karena sepertinya Jadira memang tidak mau kooperatif.

"Jadira dengar, aku bertanya ten-" lagi, kalimat Harnell kembali terpotong dengan segala bentuk pertahan diri yang wanita itu buat.

"Kemarilah, aku akan membersihkan wajahmu dengan tisu ini." belum sempat tisu itu menyentuh bibirnya, Harnell telah lebih dulu menepis tangan Jadira.

"Jadira, cukup!" wanita itu terdiam dan terhenti setelah mendengar bentakan Harnell.

"Ck, kecilkan suaramu, Harnell. Kau bisa membangunkannya." Benar-benar, sepertinya Jadira memang ingin bermain-main dengan Harnell. Suara santai Jadira barusan membuat Harnell semakin kesal.

"Kalau begitu kau hanya perlu menjawab pertanyaanku. Apa sesulit itu menceritakan tentang Cashel padaku?" Sabar Harnel sayang, Jadira bukan tidak mau memberi tahu segalanya, namun ia belum mau. Dirinya masih sangat enggan untuk berbagi denganmu, dan tentunya ia memiliki alasan untuk itu.

Jadira bangun dari kursinya, berjalan mendekat pada Harnell. Mata cantiknya menatap lekat pria itu. Membuat Harnell bertanya-tanya apa yang akan wanita ini lakukan. Kau tidak akan menyangka dengan apa yang hendak dilakukan oleh mantan kekasihmu yang menyebalkan itu, tuan.

Setelah berdiri tepat di hadapan Harnell, dengan santainya Jadira mendudukkan bokongnya di pangkuan Harnell. Dan tentu saja, tidak ada adegan penolakan dari si pria atas perbuatannya.

Tangan mulus itu beralih menangkup wajah Harnell. Dan tanpa peringatan apapun dengan santainya Jadira menyatukan bibir mereka. Siapa sangka wanita sinting dipangkuannya ini akan menyesap sisa coklat diatas bibirnya. Mata Harnell membulat terkejut atas aksi bibir Jadira.

Kau terlalu cerdas untuk membuat Harnell berhenti medesakmu, nona. Namun bukankah apa yang kau lakukan telah melewati batas? Hey! Nona Morai, kau terlau berani mengambil risiko.

Ulah gila Jadira belum sampai disitu. Kini jari lentiknya mengusap bibir tebal Harnell, "Bibir seorang Harnell La Fen dengan topping coklat, ini menu sarapan favoritku dulu." Lengan mulusnya melingkar di leher jenjang pria itu, senyum manis tersuguh untuk Harnell. "Apa xena juga pernah merasakan menu lezat ini?" mata cantiknya menatap dalam mata teduh pria itu.

"Jangan dijawab, aku tidak mau tahu tentang itu." ucapannya barusan berhasil menerbitkan senyum kecil di salah satu sudut bibir Harnel. Cih, katakan saja kau cemburu jika benar Xena pernah menikmatinya juga.

Ah damn it, masa bodo dengan Xena, yang penting saat ini ia harus bisa membuat Harnell berhenti membombardirnya dengan pertanyaan – pertanyaan yang tidak ingin ia dengar.

Cup! Cup! Satu sesapan untuk bibir atas, satu lumatan untuk bibir bawah dan satu senyuman menggoda untuk menggoyahkan pertahanan pria itu.

Jadira yang bertingkah gila, namun Harnell yang kehilangan kewarasan, karena kini Harnell yang maju. Menarik Jadira semakin mendekat padanya, menyatukan bibir mereka, melumat tanpa ampun bibir mungil nan penuh milik wanita itu. Memaksa wanita itu membuka bibir agar lidah nakalnya dapat menjelajah lebih dalam. Jadira tersenyum menang dibalik ciumannya, ia kembali mendapatkan satu fakta. Nyatanya seorang Harnell La Fen masih luluh atas godaan ringan yang disuguhkan oleh Jadira Morai.

Bibir keduanya menari-nari tak tahu diri dengan rasa manis yang terkadang menghampiri. Manis yang datang dari sisa-sisa coklat tadi dan ada rasa lain yang tengah mereka sangkal saat dada keduanya terasa tercubit akan hadirnya sekelebat rindu yang cukup mengganggu. Mereka kira ini nafsu, nyatanya ini rindu, namun baik sang tuan maupun si puan tak ada yang mau mengaku. Rindu begitu jalang, memperbudak dua insan untuk saling memuaskan. Selalu mendamba secukupnya dan menyentuh selebihnya. Sometimes you don't realize that you ain't missing nobody, you're missing a heart.

Ini nikmat. Hanya frasa itu yang kini bersarang di kepala mereka. Salahkan Jadira yang telah memulainya, karena Harnell tidak tahu bagaimana cara menghentikannya. Bukannya berhenti, pria itu malah semakin menjadi hingga Jadira melepas paksa tautan itu guna memasok oksigen untuk paru-parunya.

Keduanya terengah namun tak jengah, karena pria itu kembali menautkan bibirnya, namun ada yang berbeda, kali ini tidak brutal. Mereka melakukannya dengan lembut, saling menikmati setiap kehangatan yang terbagi dari benda kenyal itu.

Lagi, Jadira kembali menarik diri, namun tidak menjauh. Bibirnya berada tepat didepan bibir Harnell.

"Who's better?" bisiknya depan bibir Harnell.

"What?" kata Harnell pelan hampir terdengar seperti bisikan, bingung dengan pertanyaan dadakan Jadira.

"Kissing. Me or her?"

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Creation is hard, cheer me up!

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Like it ? Add to library!

lotionoceancreators' thoughts