webnovel

Mimpi di Istana Dingin

Meng Yue adalah musim semi yang bermekaran, sedang Feng Xin adalah musim dingin yang membeku. Musim semi tidak akan bisa datang jika musim dingin belum mencair, dan musim dingin harus menghilang begitu musim semi datang. Seperti kedua musim itu, Meng Yue dan Feng Xin tidak bisa hidup berdampingan, mereka hanya ditakdirkan bertemu sesaat sebelum salah satunya harus pergi. Ketika pergantian musim harus terjadi, mampukah mereka saling melepaskan?

Hazelnut_4529 · ย้อนยุค
เรตติ้งไม่พอ
18 Chs

#4 : Kunjungan Mengejutkan

Berbulan - bulan berlalu begitu saja semenjak pernikahan hari itu. Bagi Meng Yue tak banyak hal yang berubah, ia masih menetap di Istana Dingin, ia juga tak pernah bertemu kembali dengan kedua orang tuanya. Meski menyebalkan terus dikurung di tempat ini, tapi dibanding menghabiskan malam di penjara yang penuh dengan binatang pengerat dan siksaan setiap harinya, ia tentu saja akan memilih tempat ini. Bahkan jika ia tak bisa menginjak dunia luar lagi setelah masuk ke tempat ini.

Ya, seperti yang telah diperintahkan oleh Feng Xin, ia tak pernah melangkah keluar dari paviliun yang bernama Istana Dingin ini, bahkan untuk mengelilingi Istana Kekaisaran ini saja ia tak pernah. Selama dua puluh empat jam, selalu ada penjaga kerajaan yang mengepung tempat tinggalnya dari semua sisi, juga selain para pelayan yang datang dan pergi untuk mengantar makanan dan membantunya berpakaian, ia tak punya teman bicara lagi. Tentu saja hari - hari seperti itu sangat membosankan untuk di jalani, bahkan dalam beberapa kesempatan, Meng Yue merasa kebosanan bisa saja membunuhnya. Tapi pada beberapa hari tertentu, ia juga agak menyukai kesendirian ini. Ia suka bisa melakukan segala hal di kediamannya ini tanpa ada yang bisa menegurnya.

Mengenai hubungannya dengan Feng Xin ... Itu bahkan tidak pantas disebut hubungan. Semenjak hari pernikahan itu, ia tak pernah lagi bertemu dengan Kaisar tersebut. Ia juga tak punya alasan untuk bertemu dengannya. Feng Xin baru saja diangkat menjadi Kaisar, ada banyak sekali tugas negara yang harus ia selesaikan karena kematian ayahnya yang mendadak hingga sejumlah urusan menjadi tertunda, belum lagi mengurusi sejumlah urusan tentang pemerintahan barunya dan berbagai pertanyaan dari para menteri tentang kebijkan - kebijakan baru yang ingin ia terapkan, tak ada dari tugas itu yang memerlukan kehadiran Meng Yue, bahkan hanya untuk penghibur sekalipun. Jadi tak pernah ada waktu untuk mereka bisa bertemu lagi.

Meng Yue menghela napas, padahal dulu ia merupakan gadis yang selalu dikejar para lelaki. Rumahnya nyaris tak pernah sepi oleh lamaran dari para pemuda, sungguh ... Bagaimana mungkin Kaisar itu bisa menelantarkannya seperti ini, setelah menikahinya? Apakah ia tidak tahu berapa banyak lelaki yang ingin mendapatkan status sebagai suaminya? Ada banyak sekali! Dan dia? Dia malah menelantarkannya begitu saja seperti ini.

Meng Yue menghela napas, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah halaman. Saat ini sedang musim gugur, halaman penuh dengan kelopak - kelopak bunga persik yang berjatuhan ke bumi. Meng Yue kadang tidak mengerti, Istana Dingin ini begitu suram ketika dilihat dari sudut manapun. Tapi entah bagaimana masih ada saja pemandangan seindah pohon persik di sepanjang halamannya. Di beberapa dahan pohon persik itu juga terdapat burung yang bersarang, terkadang burung - burung itu membunyikan bunyi alami dari ketenangan alam hingga Meng Yue tak mau mengusirnya.

Ah, udara musim gugur dan kepingan kelopak bunga persik memang akan membuat perasaan siapapun menjadi dramatis. Meng Yue tersenyum, lalu meraih kuas di depannya, ia dengan ringan menjalankan tangannya di atas meja kayu dan mencoret meja tersebut dengan puisi yang baru saja ia pikirkan.Puisi yang sudah ia lupa siapa pengarangnya juga dari mana ia membaca, namun sekarang ia merasa frasa nya sangat menggambarkan perasaannya.

'Awan-awan matahari yang terbenam berkumpul jauh, ini jelas dan dingin,

Bima Sakti sunyi senyap, aku berpaling ke piring giok.

Kebaikan pada hidup ini dan malam ini tidak akan bertahan lama,

Tahun depan dimanakah aku dapat menyaksikan bulan purnama?'

Meng Yue tersenyum melihat puisinya, ia dengan hati - hati mengembalikan kuas tersebut ke tempatnya agar tak mencoret puisinya. Meng Yue memang sering menulis puisi dimana pun di paviliun ini; di dinding, di atas meja, di pilar, bahkan di lantai sekalipun, ia akan menuliskan puisinya jika hatinya sedang merasa tidak nyaman. Bagaimanapun Istana Dingin ini miliknya, dan kemungkinan tak akan pernah ada yang bisa menggantikannya disini. Istana Dingin adalah tempat hukuman terburuk untuk para istri Kaisar yang melanggar peraturan. Selain Meng Yue, mungkin tak akan ada lagi wanita yang dibenci oleh Feng Xin hingga harus dimasukkan kesini. Jadi, Meng Yue sama sekali tak merasa bersalah karena telah 'menghancurkan' semua benda disini.

Meng Yue kembali menunduk untuk memandangi puisinya, kemudian ia menolehkan kepalanya untuk melihat pohon persik diluar. 'Tahun depan dimanakah aku dapat menyaksikan bulan purnama?' Ya, tahun depan dimana kah ia akan menyaksikan bulan purnama? Apakah rencananya akan berhasil? Ia tak akan pernah tahu. Tapi, apapun yang terjadi ketenangan seperti ini layak dinikmati.

Meng Yue memejamkan matanya, ia membiarkan angin menyapa lembut wajahnya, ia membiarkan aroma bunga persik menari di sekitarnya, ia membiarkan berbagai pikirannya terbang bebas bersama hembusan angin. Selagi ia masih punya waktu.

*

Di sisi lain istana, Feng Xin duduk di mejanya. Asap dari teko tehnya mengepul tinggi hingga menyebarkan bau osmanthus ke segala penjuru ruangan. Saat ini pemuda itu tengah fokus menjalankan kuas tintanya di atas selembar dokumen. Figurnya yang memakai jubah hitam tampak misterius, juga memancarkan aura kesombongan yang jelas. Ia tampak menyendiri dalam ruangan itu, tapi ia tak tampak kesepian, sebaliknya ia malah terlihat sangat terhormat hingga siapapun tak akan setara jika duduk bersamanya.

"Yang Mulia! Saya izin melaporkan pengamatan harian saya!" Seru seseorang di depan pintu.

Feng Xin bahkan tak mengangkat wajahnya untuk mengetahui siapa orang yang berbicara tersebut, "Masuklah, Qingwu." Katanya dingin

Mendengar perintah itu, Bai Qingwu bergegas masuk dan berdiri di depan meja sang Kaisar, "Yang Mulia, seperti biasa tak ada pergerakan misterius yang dilakukan Selir Meng hari ini. Selir Meng seharian hanya melukis di atas kanvas, duduk mengamati bunga persik, lalu mencoret sesuatu di atas meja." Jelas Bai Qingwu

"Kau tahu apa yang dia tulis?" Tanya Feng Xin tanpa rasa penasaran sedikitpun.

"Lapor Yang Mulia, ketika Selir Meng pergi untuk membersihkan diri, saya masuk ke ruangannya untuk melihat mejanya. Tulisan itu hanya puisi, tidak ada yang lain."

"Tidak ada tanda atau simbol sedikitpun dalam tulisannya?"

"Tidak ada, Yang Mulia. Bagaimanapun saya melihatnya, itu hanya puisi."

Feng Xin menghela napas, "Jenderal Meng sepertinya terlalu keras kepala. Sudah tiga bulan aku menyekap putrinya, dan dia sama sekali tak memulai pergerakan apapun."

"Yang Mulia, bagaimanapun kita sudah berhasil mendapatkan Selir Meng, pada akhirnya apa yang sedang direncanakan Jenderal Meng akan terbongkar selama kita masih menyekap putrinya disini."

"Aku tahu." Kata Feng Xin dengan senyum penuh kesombongan, "Selain itu, bagaimana dengan penyelidikan mu tentang keberadaan Jenderal Meng?"

"Saya masih belum mendapatkan kepastian tentang keberadaan Jenderal Meng, Yang Mulia. Tapi, kemarin saya menanyakan ke beberapa warga desa, mereka mengatakan di desa Luoyang pernah terlihat seseorang yang mirip dengan Jenderal Meng, dan anehnya lagi mereka mengatakan bahwa orang yang mirip dengan Jenderal Meng itu menghilang di hutan belakang desa dan tak pernah kembali lagi."

Kali ini wajah Feng Xin tampak bahagia, ia tersenyum sambil menatap pengawalnya itu dengan tatapan yang mampu untuk membunuh seseorang, "Bagus. Qingwu. Sekarang kau beritahu semua orang bahwa kita akan ke desa Luoyang untuk perburuan musim gugur." Kata Feng Xin, ia kemudian menambahkan dengan tatapan yang ambisius, "Dan katakan Meng Yue akan pergi bersama kita." Tambahnya

*

Matahari bersinar cerah begitu Meng Yue selesai berpakaian. Ia meregangkan tubuhnya dengan nyaman dan selama sesaat, benaknya berputar memikirkan apa yang harus ia lakukan hari ini. Kemarin, ia meminta salah satu pelayan membelikannya buku - buku puisi dan kisah - kisah romantis yang sebelumnya ditayangkan di pertunjukkan. Buku - buku itu baru saja diberikan kepadanya tadi malam, setelah seharian penuh para penjaga terus mengecek buku - buku itu hingga ratusan kali sebelum diberikan padanya. Karena buku itu sekarang sudah di tangannya, Meng Yue jadi merasa agak bersemangat untuk membaca buku - buku itu.

"Xiao Xue, bisakah kau membawakan teh ke halaman belakang? Aku ingin menghabiskan pagi disana." Kata Meng Yue pada pelayan yang tengah membantunya menyisir rambut.

"Tentu, niang niang (1). Saya akan membawakannya untuk anda."

Meng Yue mengangguk, ia kemudian berjalan ke kamarnya untuk mengambil sejumlah buku dan membawanya ke halaman depan. Pagi itu udaranya cerah, aromanya segar dan kicauan dari burung - burung di atas pohon persik membuat suasana pagi menjadi sangat menyenangkan.

Tapi siapa sangka, begitu tiba disana Meng Yue disuguhi pemandangan yang tak biasa. Sang Kaisar... Yang Mulia... Suaminya... Feng Xin! Dia duduk dengan santai di halaman belakangnya sekarang. Meng Yue menengadah untuk melihat matahari, ya matahari masih terbit dari arah timur dan bukannya dari barat. Semuanya masih senormal biasanya. Bagaimana mungkin Feng Xin bisa tiba - tiba berada di halaman Istana Dingin ini? Apakah ia sedang bermimpi sekarang?

"Yang Mulia...." Sapa Meng Yue sambil membungkukkan tubuhnya di hadapan Feng Xin.

"Mm... Duduklah." Sahut Feng Xin tak acuh

Meng Yue mengerjap - ngerjap melirik kursi yang tersisa dan orang di depannya. Benar kah ia disuruh duduk? Di depan Kaisar yang selalu ingin membuatnya menderita ini? Benak Meng Yue mengembara, bisakah ini disebut dengan keajaiban?

Dengan ragu Meng Yue duduk di hadapan Feng Xin, mereka tidak berkata sepatah katapun. Di satu sisi, Feng Xin sibuk menuangkan teh ke dalam gelasnya. Di sisi lain, Meng Yue hanya menatap Feng Xin dengan pikiran antara mengagumi dan juga bertanya - tanya.

"Selir Meng... Kau suka hongcha (2)? " Tanya Feng Xin membuka percakapan.

Meng Yue nyaris tak percaya ia melakukan percakapan sehari - hari dengan Kaisar itu, sebelumnya ia sudah berpikir bahwa seumur hidup ini mereka tidak akan pernah berbicara lagi setelah hari pernikahan itu."Tidak, saya lebih suka teh yang lebih manis." Jawabnya pelan

"Kau mau aku panggilkan pelayan untuk membuatkan mu teh lain?"

"Ah? Tidak ... Tidak Yang Mulia. Saya sudah meminta pelayan membawakan teh untuk saya."

Feng Xin mengangguk, kemudian matanya akhirnya terangkat untuk menatap Meng Yue yang duduk di seberangnya, "Baiklah, kalau begitu aku akan langsung ke intinya saja, kau tahu apa alasanku datang kemari?" Tanya nya

"Tidak Yang Mulia." Jawab Meng Yue

"Sebentar lagi perburuan musim gugur, aku ingin mengajakmu ikut serta." Kata Feng Xin

Meng Yue yakin jantungnya berhenti sekarang. Apa yang sebenarnya terjadi pada pria di depannya ini? Di hari pernikahan mereka, pemuda itu mengejeknya. Berbulan - bulan berikutnya pemuda itu mengabaikannya, dan hari ini bagaimana mungkin ia bisa duduk santai di halaman belakangnya sambil menawarinya teh dan mengajaknya pergi ke perburuan musim gugur? Apakah ini masih Kaisar yang sama?

"Apa anda yakin, Yang Mulia?" Tanya Meng Yue ragu.

"Kapan aku pernah ragu - ragu pada keputusanku?" Jawabnya dingin

"Baiklah, saya akan ikut!" Seru Meng Yue tanpa ragu.

Meng Yue menunduk untuk menyembunyikan senyum senangnya. Sedang di depannya, Feng Xin meminum teh nya dengan seringai sinis, seakan ia adalah seorang pemburu yang berhasil memikat mangsanya memasuki perangkap. Dua insan yang selalu berpikir untuk saling membunuh ini, sekarang sedang menikmati waktu santai mereka dibawah siraman bunga persik.

____________________________________________________________________________

(1) Niang niang : Sebutan hormat untuk selir kerajaan.

(2) Hongcha : Teh hitam