"Apa itu tidak berlebihan?" protes Milena sinis.
"Tidak." Ia menatap Milena dengan tatapan tajam. "Baiklah! Karena kau memakan makanan mengandung alkohol, hari ini aku batal mengambil sampel darahmu. Jangan konsumsi cokelat itu dulu sampai satu atau tiga hari mulai detik ini." Ia duduk di kursi di samping tempat tidur, membuat ekspresi pura-puca kecewa.
"Apa anda sungguh-sungguh akan menjadikanku kelinci percobaan seperti yang dokter Ames lakukan?" dengusnya kesal.
"Aku sudah dengar tentang perdebatan kecil kalian itu. Dokter Ames sama sekali tak bermaksud demikian. Aku tahu itu. Itu demi kebaikanmu, Milena." katanya selembut mungkin.
"Dia menceritakan semuanya?" Milena menggeram marah. "Apa Anda bersekongkol dengannya, dokter Chris?"
"Oh! Tenang, Milena!" Telapak tangan kanannya mengarah padanya. "Tak ada persekongkolan disini. Aku sudah bicara dengannya mengenai hipnoterapi untukmu. Itu tidak berbahaya, sedikit, tapi tidak begitu berbahaya."
"Apa maksudnya itu?"
"Dokter Ames berniat memberi terapi hipnotis padamu. Menggali alam bawah sadarmu akan dunia fantasi kecilmu—"
"Itu nyata!" potong Milena cepat, gusar dengan tuduhan kisah fantasinya.
"Baiklah. Kami hanya bisa berpendapat begitu tanpa ada bukti yang mendukung. Terapi ini berguna untuk mengetahui ada apa sebenarnya yang terjadi denganmu secara alam bawah sadar. Mungkin tidak akan membuktikan kalau keberadaan peri itu nyata, tapi setidaknya mampu membuatmu menggali beberapa ingatan yang tenggelam jauh di bawah sans." katanya mengakhiri.
"Apa itu artinya aku bisa mengingat beberapa hal?" Milena berusaha memahami pembicaraan itu.
"Tidak semua. Tapi mungkin beberapa hal." akunya.
"Menurut Anda, apa dokter Ames suka cokelat beralkohol?" wajah Milena menegang, takut-takut mendengar hal yang tak diinginkannya keluar dari mulut dokter Chris.
"Cokelat Italia! Siapa yang tak suka?"
Mendengar hal itu, senyum lebar tersungging di bibir Milena.
Sepanjang sisa malam itu, sehabis membaca beberapa buku novel secara acak, dan setelah menyantap makan malamnya, ia memutar otak memikirkan awal pembicaraan yang baik antara dirinya dan dokter Ames.
Seberapa keraspun ia memutar simulasi itu di otaknya, sama sekali tak ada yang bagus. Pikirannya mengenai tuduhan gila dan tidak masuk akal menusuk-nusuk otaknya hingga rasa frustasi menghantamnya. Dokter Ames adalah sosok berharga baginya, perdebatan itu membuat hubungannya merenggang. Apakah dia salah menjalin keterikatan dengan seseorang? Terlebih lagi dengan manusia? Ia menggeleng cepat. Tak seharusnya perbedaan menghalangi siapa pun. Itu salah. Hanya orang-orang rasis saja yang melakukan hal semacam itu. Selama tidak berbahaya dan merusak, kenapa tidak? Pikirnya termenung.
Matanya menatap kosong pada jam dinding, sudah pukul sembilan lewat, jam kunjung sudah habis sejam lalu. Ia baru bisa bertemu David esok hari. Pikiran itu benar-benar mengusiknya. Milena berjalan menuju jendela, membuka gorden separuh dan menatap langit malam yang gelap di luar sana, hanya beberapa lampu dari bangunan-bangunan tinggi yang terlihat menerangi kegelapan kota.
Sudah dua minggu ia berada di rumah sakit; selama itu ia meninggalkan dunia peri yang teramat dirindukannya. Bagaimana jika ia benar-benar tak bisa kembali ke dunianya? Apakah ia harus menyerah saja? Atau mencari tahu semua hal yang tidak jelas padanya? Seperti sebuah pertanyaan sederhana: Bagaimana ia bisa ke dunia manusia? Untuk apa? dan apa hubungannya dengan potongan-potongan ingatan yang disertai sakit di kepala?
Milena tenggelam dalam diam, tangan melipat di dada, pandangan matanya kosong.[]