webnovel

Mencari Jejak

Laura Marigold tengah mengawasi beberapa anak buahnya yang tengah membuat pesanan kue di tokonya. Namun pikirannya tak sepenuhnya bisa berkonsentrasi pada kegiatan yang tengah diawasinya.

"Nona? Nona Laura, seperti apa dekorasi bunganya? Nona ..." panggil salah satu stafnya yang hendak menghias sebuah kue di atas putaran. Laura malah melamun. Ia tengah berpikir tentang sang adik yaitu Sophie. Sikapnya yang aneh membuat Laura khawatir.

"Nona?" Laura terkesiap saat tangan staf itu menyentuh lengannya.

"Maaf ..." Staf itu tersenyum dan memperlihatkan peralatan menghias kue yang telah disiapkan. Laura tersenyum lalu mengambil sebuah semprotan toping dan mulai menghias. Staf itu memperhatikan lalu melanjutkannya sesuai dengan petunjuk dari Laura.

"Ema, apa kamu menyimpan nomor ponsel pelanggan yang memesan kue ulang tahun kemarin malam?" tanya Laura pada salah satu stafnya yang lain.

"Uhm, coba aku lihat, Nona. Aku menyimpan semua nomor pelanggan di buku ini. Tanggal berapa ya?" staf bernama Ema itu mengambil sebuah buku tak jauh dari meja kasir dan sama-sama melihatnya bersama Laura.

"Aku rasa ini ... atas nama Tuan Cassidy Belgenza ..."

"Iya, itu orangnya! Berikan padaku!" Ema memberikan buku itu pada Laura dan Laura pun langsung menghubungi nomor yang tertera. Beberapa saat menunggu, akhirnya nomor ponsel itu diangkat oleh seorang wanita.

"Selamat sore, apa benar ini nomor ponsel Tuan Cassidy Belgenza? Bolehkah aku bicara dengannya?" tanya Laura dengan ramah.

"Maaf, dengan siapa aku bicara?" tanya wanita dari seberang panggilan ponsel itu.

"Namaku Laura Marigold. Aku dari toko kue Goldfirst, tempat Tuan Belgenza memesan beberapa hari yang lalu atas nama Tuan Erikkson Thomas ... "

"Oh iya, aku yang melakukannya. Memang benar jika Tuan Belgenza yang melakukan pemesanan dan aku yang melakukannya. Ada yang bisa aku bantu, Nyonya?" Laura menarik napas agak panjang dan sekilas menoleh pada stafnya Ema.

"Maaf jika aku mengganggu, aku ingin bicara sebentar dengan Tuan Belgenza, apa dia ada?"

"Maaf, Nyonya. Aku benar-benar harus menanyakan kepentinganmu berbicara dengan atasanku. Apa ada masalah dengan pemesanan itu?" Laura meringis dan bingung harus menjawab apa. Ia tidak terbiasa berbohong dan makin bingung harus menjawab seperti apa.

"Bukan, tidak ada masalah dengan itu ..."

"Kalau begitu tidak ada yang harus dibicarakan bukan?" sahut si penerima panggilan dengan suara mulai ketus.

"Tapi ... aku harus bicara sesuatu yang agak pribadi dengan Tuan Belgenza. Tolong sambungkan aku dengannya," pinta Laura masih dengan suara yang lembut.

"Maaf, Nona Marigold, tapi tanpa membuat janji formal, kamu tidak bisa berbicara dengan Tuan Belgenza." Laura menghela napas kecewa tapi ia juga tidak ingin memaksa.

"Baiklah, aku mengerti. Terima kasih," ucap Laura dengan nada kecewa.

"Selamat sore, Nona Marigold!"

"Selamat sore." Laura menutup sambungan ponsel itu dengan rasa kecewa. Ia tidak berhasil berbicara dengan Cassidy Belgenza.

"Huff, aku harus berbicara dengan Tuan Belgenza tapi aku harus membuat janji, belum tentu dia mau bertemu denganku kan?" ucap Laura dengan bibirnya yang dimajukan menggemaskan. Stafnya yang bernama Ema tersenyum melihat Laura. Ia pun jadi ikut berpikir lalu matanya tiba-tiba membesar.

"Mengapa Nona tidak bertanya saja pada penerima kue ulang tahun itu? Siapa namanya? Uhm ..." Laura ikut membulatkan mulut sekaligus membesarkan matanya.

"Iya, Tuan ... Erikkson Thomas!" cetus Laura membaca pada buku catatan tersebut.

"Iya ..."

"Kamu benar! Tuan Belgenza juga bilang jika dia adalah Pamannya. Dia pasti tahu sesuatu kan?" sahut Laura kembali bersemangat.

"Memangnya, apa yang sedang kamu cari Nona?" tanya stafnya itu dengan wajah bingung. Laura tersenyum dan menyeletuk sambil berlalu.

"Sesuatu yang pribadi!"

***

"Bisakah kita bicara sebentar?" pinta Collin begitu ia bisa mencegat Sophie di dekat pintu keluar galeri. Sophie terpaksa berhenti karena Collin menghalangi jalannya.

"Collin! Aku harus pergi!" jawab Sophie namun tidak mau menatap Collin. Ia terus membuang mukanya ke arah lain.

"Sophie, kita harus bicara!"

"Aku tidak punya waktu!" Sophie berusaha melewati Collin tapi tangannya langsung diraih Collin dan digenggam.

"Tidak! Kamu harus mau mendengarkan aku!" Collin menarik Sophie dan berusaha membawanya ke dalam mobil.

"Apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku!" Sophie mencoba menarik tangannya. Collin tidak melepaskan dan makin mendekat. Wajahnya memelas memohon agar Sophie mau bicara padanya.

"Aku mohon, Sophie! Sekali saja ... aku tidak akan mengganggu lama waktumu. Setelah itu, terserah kamu mau berbuat seperti apa. Tapi aku harus menjelaskan diriku padamu." Sophie hanya bisa diam memandang Collin. Hatinya merasa kasihan namun juga rasa cintanya pada Collin belum hilang. Tidak ada salahnya untuk mendengarkan penjelasannya.

"Baiklah, tapi aku akan naik mobilku!" Collin mengangguk setuju. Sophie pun berbalik lalu masuk ke dalam mobil mewahnya diikuti oleh Collin yang naik ke dalam mobilnya.

Mobil Collin keluar terlebih dahulu diikuti oleh mobil Sophie. Sementara itu, dari ujung jalan, mobil Cass baru terlihat menuju galeri seni sesuai alamat yang diberikan Angelica.

Mata Cass memicing dan melambatkan kendaraannya kala melihat sebuah mobil yang ia kenali sebagai mobil Sophie. Ia keluar dari galeri itu dan Cass pun tancap gas mengikutinya.