Su Xiqin mengambil napas dalam-dalam, lalu berkata dengan tajam, "Kenapa aku tidak boleh melihat anakku? Apakah setelah anak itu lahir, Mo Xigu pernah menjalankan tanggung jawabnya sebagai ayah?"
Su Huayin bahkan tidak tahu bahwa Mo Jintian bukanlah anak Mo Xigu. Saat Su Huayin pergi, satu bulan setelah Su Xiqin menikah dengan Mo Xigu, ia belum hamil.
"Tidak peduli baik atau buruknya Mo Xigu, darah keluarga Mo mengalir pada anak itu dan kamu tidak bisa melawannya," kata Su Huayun, lalu tersenyum sarkastik.
Melihat wajah cerah ibunya, Su Xiqin hanya bisa menundukkan kepalanya sambil memegang dahinya dan kemudian tersenyum. Di hari yang akan datang, ia siap menghadapi semuanya. Tapi, ia tidak siap jika harus merobek mukanya. Satu-satunya hal yang diinginkan Su Xiqin adalah menjaga putranya. Namun, kata-kata Su Huayin telah mematikan harapannya. Ia mengangkat kepalanya, lalu menatap wajah Su Huayin dengan tajam, "Aku akan tetap memperjuangkannya!"
Su Huayin merasa sudah tidak mampu mencegah Su Xiqin sehingga ia pun kehabisan kesabarannya, "Su Xiqin, apa yang baru saja kamu katakan, jangan hanya mengatakannya kepadaku. Lebih baik kamu memakai otakmu sedikit. Pikirkan siapa keluarga Mo itu! Memangnya kamu bisa mengalahkannya di pengadilan?"
"Jika tidak dicoba, bagaimana bisa tahu?"
Su Huayin sudah kehilangan kepeduliannya dan hanya mengangguk dengan perasaan sangat marah, "Baiklah. Rupanya kamu memang benar-benar tidak mau mendengarkan. Tunggu saja hari penyesalanmu!"
Su Xiqin memandang wajah marah ibunya dengan tatapan tenang, "Aku sudah memikirkan semua konsekuensinya. Setelah menjalani hidup ini selama lima tahun, tidak ada hal yang bisa ditahan lagi."
Kata-kata seperti itu membuat Su Huayin merasa sangat mual. Ia pun menunjuk Su Xiqin dengan puntung rokok putihnya, lalu tersenyum miring, "Su Xiqin, kamu kira hanya suamimu yang seperti itu? Dalam kehidupan masyarakat, hal-hal seperti ini sudah biasa. Setelah lima tahun? Memangnya siapa suami yang tidak bermain di luar sana? Aku tidak takut ditertawakan ketika mengatakan hal ini karena aku sendiri mengalaminya."
Su Xiqin tidak tahu lagi terbuat dari apa hati ibunya. Ia menyelipkan rambutnya ke telinga, lalu menarik napas dalam-dalam dan menatap Su Huayin yang sedang menatapnya. "Jadi, ini sebabnya kamu bisa menjadi selingkuhan. Benar kan?"
Plakk!!
Begitu Su Siqin berkata begitu, tamparan keras mendarat di pipinya. Lalu, Su Huayin berkata, "Bagaimana bisa aku membesarkan seorang anak yang mirip serigala putih sepertimu?! Pergi!"
Su Xiqin memegangi pipinya dan melihat ke arah Su Huayin, "Serendah-rendahnya aku, bukankah aku adalah keturunanmu?"
Su Huayin menegang dan menatap wajah Su Xiqin yang saat itu sedang sedih. Dalam waktu yang lama, ia tidak mengucapkan sepatah katapun.
———
Saat Su Xiqin berjalan keluar dari kafe, cuaca sudah menjadi lebih gelap dibanding saat ia baru saja tiba. Hujan turun dari langit yang menghitam. Mata Su Xiqin menggelap dan air mata pun menggenang. Perlahan-lahan, kesedihan yang ia tahan akhirnya mengalir lagi dari dalam hatinya. Semakin lama, hujan semakin deras. Baru saja cuaca begitu terang, tapi sekarang menjadi hujan. Apakah Tuhan ikut bersedih untukku? batin Su Xiqin.
Setelah Su Xiqin melihat beberapa saat, ia melangkah melewati hujan. Beberapa orang yang ada di sana berlari dari kafe untuk segera memanggil taksi, tapi hanya Su Xiqin yang berlalu lalang seperti jiwa yang kesepian. Ketika ia masuk ke mobilnya sendiri, badannya sudah basah kuyup. Ia menggunakan handuk cadangan yang disimpannya di mobil untuk menyeka rambutnya yang basah. Lalu, ia meletakkan kepalanya sejenak di setir. Setelah itu, barulah ia mulai menjalankan mobilnya. Di tengah hujan dan sepi, radio mobil memainkan lagu berjudul Sang Pengembara dari Yang Zongwei.
Aku tidak ingin menundukkan kepala karena kenyataan
Aku pikir, aku cukup buruk dalam menyadari kebohongan
Bagaimana bisa aku melihat kebohongan lewat topeng?
Jangan buat ketulusan hatiku tersebar seperti pasir
Jika suatu hari aku berubah menjadi rumit
Masih bisakah kamu menyanyikan lagu dalam lukisan itu?
Lagu itu menggema di telinga Su Xiqin dan ia pun membatin, Iya, bagaimana bisa aku melihat kebohongan melalui topeng?
Pengkhianatan Mo Xigu semalam dan kata-kata kasar ibunya bagaikan pisau yang menusuk Su Xiqin. Perlahan-lahan, sudut matanya menjadi basah. Beberapa saat kemudian, ponsel yang ia letakkan di laci mobil berdering. Ia melambatkan mobilnya, lalu mengambil ponsel dan meliriknya. Ternyata itu adalah telepon dari temannya. Ia menarik napas, menyeka air mata dan kabut di matanya, lalu menghubungkan ponselnya ke bluetooth dan menjawab, "Halo, Tang Xixi?"
"Xixi, hujan turun. Kemarin malam aku menaruh baju di sudut ruang tamu. Aku khawatir kamu tidak melihatnya," kata Tang Xixi dengan lembut.
"Tang Xixi, pergilah ke restoran hot pot. Aku menunggumu disana," kata Su Xiqin sambil terus fokus menatap depan.
"Ada apa? kenapa kamu tiba-tiba ingin makan hotpot?"
"Aku sudah mendapatkan surat perjanjian perceraian."
———
Su Xiqin telah tiba di restoran hot pot dan ia sudah duduk di depan panci hot pot dengan asap yang sedang mengepul. Matanya memerah dan ia memegang tisu di tangannya untuk mengusap air matanya.
Begitu Tang Xixi tiba, ia tergesa-gesa masuk ke restoran itu. Saat ia berdiri didepan Su Xiqin, ia langsung melihat warna panci tersebut dan mengerutkan kening.
"Ini, kamu sedang sedih atau senang?" tanya Tang Xixi sambil melepaskan mantel dan meletakkannya ke kursi belakangnya. Kemudian, ia beralih menatap Su Xiqin.
Su Xiqin mengangkat kepalanya, lalu tersenyum dengan menawan. "Kebahagiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya," jawabnya. Lalu, ia meminum anggurnya.
Tang Xixi menatap Su Xiqin yang sepertinya terlihat tidak baik-baik saja sambil memegang gelas kosongnya, lalu berkata, "Tapi, aku bisa melihat kesedihan dan kehilangan yang belum pernah terjadi sebelumnya." Tang Xixi merasa bahwa apa yang dirasakan Su Xiqin bertolak belakang dengan apa yang ia katakan.
"Bagaimana bisa aku bersedih setelah mendapatkan surat perceraian? Hari ini, tidak semuanya karena dia," kata Su Xiqin sambil tersenyum.
"Lalu, karena siapa?" tanya Tang Xixi sambil mengerutkan keningnya. Ia melihat bekas tamparan di pipi Su Xiqin dan bertanya lagi, "Siapa yang memukulmu?"
Wajah Su Xiqin memerah dan terlihat bengkak. Tang Xixi kembali bertanya dengan suara meninggi, "Apakah Mo Xigu yang menamparmu?"
Untungnya, hari ini tidak banyak orang yang makan di restoran ini. Padahal, biasanya banyak orang yang datang makan hot pot di restoran ini. Su Xiqin menunduk sambil tertawa kecil dan menjawab, "Mo Xigu memang kelihatannya buruk, tapi dia belum pernah main tangan seperti ini."
"Lalu, siapa?"
"Ibuku."
Tang Xixi tertegun, lalu bertanya, "Ibumu kembali?"
Su Xiqin mengambil alkohol dan menuangkannya ke gelas. "Iya, dia kembali. Tapi, dia kembali untuk membujukku agar tidak cerai," jawabnya. Ketika membahas Su Huayin, hati Su Xiqin terasa begitu sakit.