webnovel

Aby Menghajar Rian

Ting! Notifikasi baru saja masuk ke gawai yang aku letakkan di atas meja kerja.

Pesan dari Nina, ada apa ya? Apakah Rian berbuat ulah lagi.

"Mba Alisa, datang ya besok hari akad aku dengan Rian."

Aku membaca pesan dari Nina antara sedih dan senang, akhirnya sebentar lagi Rian akan menjadi suami orang.

Brak!

"Astaga, bisa pelan-pelan gak sih?" Aku memarahi Aby yang tiba-tiba membuang setumpuk buku di hadapanku.

"Diam! Kepalaku lagi pusing, nih buku nanti kamu susun di lemari."

Hah, kebiasaan apa menurutnya aku babu di rumah ini. Oh ya, aku sampai lupa rencana aku akan mengajak Viona ke acara akad Rian, tidak mungkin bukan aku datang sendiri.

"Halo, Vio. Temenin aku yuk ke acara akad nikah Rian."

"Hah, jadi juga tu laki nikah. Tapi ... Lisa aku gak bisa soalnya aku ada janjian dengan dosen pembimbingku, atau kamu pergi sama Mas Aby aja."

Saran yang sangat konyol, ah lebih baik aku tidak datang saja, pura-pura sakit.

"Alis, besok ikut aku."

"Kemana?" Aku segera mengakhiri panggilan dengan Viona.

"Ke acara akad nikah kolega, ah lebih tepatnya musuh."

Dia memberikan kartu undangan berwarna coklat pekat yang tadi dia mainkan di tangannya.

Hah, jadi musuh bisnis Aby adalah Rian, mantan kekasihku sendiri.

"Kenapa?" tanyanya lagi.

"Anu, anu, dia mantan aku."

"O ... wisata masa lalu, aku gak mau tau besok kita dateng kayaknya dia mau pamer kekayaan sampai resepsi aja denger-dengernya sampai 3 milyar."

Apa? Rian mengeluarkan uang sebanyak itu. Aku hanya diam mematung, ah aku tidak tahu sekarang dengan perasanku sendiri.

"Kamu cemburu?" Tiba-tiba Aby mendekatkan wajahnya ke arahku.

"Apaan sih enggaklah."

Keesokan harinya aku dan Aby bersiap-siap ke acara akad nikah Rian. Aku mengenakan kebaya kutu baru berwarna hitam sementara Aby dengan kemeja batik yang senada dengan bawahan busanaku. Aby sengaja membelikan untukku aku juga tidak paham apa maksud dia sebenarnya.

"Alis, cepet dandannya lama banget," gerutu Aby dari halaman rumah yang tengah menghidupkan mesin mobil.

"Iya ... sabar dikit kenapa sih." Aku berjalan sambil membetulkan kebaya yang aku kenakan.

Aby hanya menatapku tanpa berkata apa-apa, layaknya seperti patung, oh atau seperti orang yang terkena hipnotis.

"Aby, heh, Aby!" Aku melambaikan tangan ke arahnya.

"Hah, udah siap, ya udah ayok."

"Kamu itu sebenarnya cantik, tapi gak tau cara dandan aja. Tuh kalau kamu dandan cantik, Rian pasti nyesel deh nyelingkuhin kamu."

Aby membual sambil mengendari mobilnya, ya dia memang membantuku untuk bersiap-siap tadi, memilihkan perona bibir yang cocok untukku, sampai sepatu yang aku kenakan jadi ini maksud dia membelikan aku pakaian yang senada dengannya agar membuat Rian sakit hati, tapi untuk apa?

Setelah sekian menit sampailah kami di tempat acara. Tiba-tiba Aby meraih tanganku, kini letaknya sudah bergandengan dengan tangan Aby.

"Wah, pengantin baru akhirnya datang," sambut Rian, sang mempelai laki-laki.

"Selamat datang ya Mbak, terima kasih sudah nyempetin menghadiri acara akad nikah kami." Gantian Nina yang menyambut kedatangan aku dan Aby.

Aku hanya tersenyum lantas mengangguk, tetapi hati ini rasanya sakit melihat Rian terlihat bergandengan dengan Nina, seharusnya aku yang ada di posisi ini sekarang.

Acara prosesi ijab qabul dilaksanakan ditutup dengan sorakan kata 'sah' dari para saksi. Tak terasa air mataku menetes, lekas aku hapus agar tidak ada yang melihat.

"Selamat ya Rian, Nina." Aku menyalami keduanya.

"Ya, sama-sama. Ngomong-ngomong kamu pintar juga mencari calon suami, setelah berpisah dengan aku malah menikahi pacar teman sendiri." -Rian

Aby yang mendengar lawan bisnisnya itu mulai menatapnya tajam, mungkin karena namanya dibawa-bawa dalam obrolan.

"Maksud kamu apa?" tanya Aby.

"Iya ... pria sukses macam anda, tetapi menikahi teman pacar sendiri. Apa itu namanya pria sejati," sambung Rian.

"Heh, kalau ngomong, tolong kata-katanya disaring dulu. Kalau tidak tahu masalah sebenarnya jangan sok ikut campur!"

Aby mulai tersulut emosi, ia mengeraskan genggamannya.

"Aby, udah." Aku berusaha menenangkan Aby.

"Apa aku salah ngomong? Selera mu rendahan sekali Pak Aby Ibram, wanita macam dia dijadikan Nyonya. Kau tidak tahu saja masa lalunya seperti apa."

"Lancang!"

Bugh! Satu pukulan mendarat di perut Rian, Nina langsung menenangkan Rian yang meringis kesakitan. Semua orang mencoba melarai Aby yang ingin menerkam Rian, sementara air mataku sudah jatuh bercucuran, tega sekali Rian menjelakkan aku di depan orang banyak apa ini tujuan dia mengundang kami, hanya untuk mempermalukan aku dan Aby.

"Lepaskan! Alisa, ayo ikut Mas pulang."

Aku tersentak, lalu Aby menarik tanganku.

"Pria keparat, kalau tau begini aku gak akan datang, masuk!" Aby membukakan pintu mobil untukku.

Sementara aku hanya bisa menangis tersedu-sedu teringat akan perkataan Rian tadi. Tanpa aba-aba Aby mendekap tubuhku sekali-sekali tangannya menyeka bulir air mata yang sedari tadi menempel di pipiku.

"Alisa, sudah untuk apa kamu menangisi pria bajingan macam Rian itu. Air mata kamu mahal, sekarang kita pulang ya hapus air matamu."

Aku mengangguk, lalu membetulkan letak dudukku.

"Kamu mau makan apa? Mas laper di rumah juga gak ada apa-apa."

Hah, ini kedua kalinya aku mendengar Aby menyebut dirinya dengan panggilan 'Mas' apa aku yang salah dengar, sepertinya tidak, lagian kuping masih bekerja dengan normal.

"Mas?" Aku meliriknya.

"Iya ... umurku tiga tahun lebih tua di atas kamu jadi wajar kan. Harusnya tanpa dijelasin kamu bisa tau sendiri," protes Aby.

"Aku mau makan sate padang aja Mas Aby."

Aku menekankan perkataanku di bagian 'Mas Aby' seketika Aby tertawa mendengarnya, untuk pertama kalinya aku melihat tawanya selepas itu, ternyata ganteng juga, astaga Alisa ingat janjimu pada Hana.

"Mas, ngomong-ngomong ngapain tadi Mas belain aku di depan Rian."

Aby yang tengah menyantap satu tusuk satenya berhenti sejenak.

"Hem, kamu gak usah gede kepala. Mas belain kamu karena nama aku ikut dijelek-jelekkin sama si buntelan Rian itu. Harusnya Mas yang nanya kok bisa kamu suka sama orang kayak dia itu." Aby melanjutkan makannya lagi.

Aku hanya mengangkat bahuku, setelah makan malam berakhir kami melanjutkan perjalanan untuk pulang.

"Heh, kamu mau tidur di kamar sebelah?"

Aby menghentikan langkahku yang hendak membuka pintu kamar.

"Iya ... terus aku mau tidur dimana?"

"Iya di kamar kita, Mas takut kecoa. Ya udah ayok. Ngapain kamu berdiri di situ."

Aby menarik tanganku, oh tidak jangan-jangan ini modus dia lagi untuk berbuat macam-macam padaku, mama tolong Alisa!

"Sebenarnya ada yang mau Mas tanyain sama kamu, apa benar yang dikatakan Rian tadi."

Hah, maksud Aby apa?

"Untuk apa Mas tau." Aku membelakangi Aby.

"Karena aku suami kamu!" Aby menarik tubuhku sehingga mata kami saling bertatapan.

"Tapi 'kan pernikahan kita cuma sebatas nikah kontrak."

"Ok, sekarang kamu anggap aku ini suami sungguhanmu ayo cerita!" paksa Aby.

Maksudnya apa? Aku menutup mataku pura-pura tidur.

"Hah, kebiasaan." Aby lalu membelakangi aku.