webnovel

Sudah Direncanakan

"Aku udah sekongkol dengan Mami mu, jadi semua surat pernikahan sudah siap, aku juga sudah mengantar ke KUA. Ada foto kopi KTP dan lain-lain, kau tinggal mengucap ijab. Dan buku nikah menyusul." Akmal belum selesai bicara.

"Rujak soto enak tenan jos ..." sahut Azka cepat. "Maaf mas Akmal fikiran ku ambyar," ceplos Azka ringan walau di hatinya perasaan resah dan gundah di antara dua pilihan satu kebahagiaan Sabrina, dua takut atas dosa yang tadi di bicarakan Akmal.

"Cepat cari Mudin lalu kalau sudah dapat vidio call, aku akan jadi wali Sabrina.

Satu lagi Azka, jika kau melepas Sabrina aku tidak akan merestui Sabrina dengan siapa pun!" tegas Akmal memperjelas bahwa dia memberikan Sabrina kepada pemuda Azka Faisal. Azka membuka mulut.

"Assalamualaikum ..." tutup Akmal.

"Wa'alaikumsalam. Gempa bumi melanda, hatiku bergejolak tak karuan," keluh Azka tak sadar Sabrina ada di belakangnya.

"Ku kira ini kesempatanmu, namun aku salah maafkan aku," sesal Sabrina sudah berprasangka buruk ke Azka.

"Aku dari dulu hanya ingin mencintai secara diam, klik ku kunci di dalam hati.

Namun semua berubah Sabrina, ketika aku mendapat surat dari mbak Adiba." Azka baru menghadap Sabrina, pipi Sabrina yang warnanya merah jambu walau tanpa make up.

"Mari makan." Ajak om Abdul.

Azka mendorong Sabrina.

"Tenang saja aku sudah memberi uang," bisik Azka menjelaskan pada Sabrina.

'Aku bingung Sabrina, Ya Allah jika ini jalan yang terbaik tumbuhkanlah rasa di hati Sabrina untukku, hadirkan cinta itu kembali Ya Robb, karena semua cerita hidup Engkau yang merancang dan Engkau memudahkan,' batin Azka.

Azka membuang napas berat. Sampai di pondok, Azka membopong Sabrina tanpa melihat, duduk di samping orang asing namun sangat baik. Mereka makan makanan khas Korea Kimci.

Senja berlalu mentari tenggelam datang waktu malam, malam cerah beribu bintang di temani bulan sabit. Ba'da Magrib Azka dan Sabrina pergi menuju rumah Imam masjid Arrahman South Jeju Korea.

Tangan Azka mendingin ia mencoba rillex, sambil mengklik-klikak jari-jarinya. Kakinya bergetar ia sangat gugup dan gelisah.

"Aku sudah berwudlu. Adakah bacaan agar tenang perasaanku, lihatlah kaki heboh bergetar," tanya Azka tak menoleh ke Sabrina. " Rijlon (kaki) kenapa kau sangat jujur, nanti ketahuankan kalau aku grogi," gumam Azka berusaha menahan kakinya agar berhenti bergerak. Om Abdul tertawa ringan melihat tingkah Azka.

"Membaca solawat kepada Nabi," jawab cepat Sabrina dengan raut jawah yeng tidak enak di pandang.

"Kau marah?" tanya Azka melihat dari kaca kecil di atasnya.

"Tidak." Sabrina memandang ke luar kaca.

"Terlihat jelas ada dua tanduk setan di keningmu," ujar Azka.

"Mana tanduknya?"

"Kalau orang marah ya tidak bisa melihat tanduk kemarahannya. Iyakan, Om?" ceplos Azka ringan.

"Aku tidak marah, tapi entahlah." Sabrina mendesahkan napas berat yang seperti melepaskan baban dari hati dan fikirannya.

"Ini bukan kesengajaanku Sabrina, aku memang mencintaimu, tapi ..." Azka belum selesai.

"Kau menjelaskan ini berkali-kali aku percaya, kau akan membahagiakanku, dan buktikan 7 hari lagi," jelas Sabrina meminta Azka mengembalikan dia ke Andre.

'Inilah yang membuat aku galau, seribu bahasa, antara bahagia tapi maksiat atau sedih tapi mencegah dosa. Ya Allah Engkau memberi posisi tersulit dalam hidupku. Di sisi lain Sabrina dan sisi lain Engkau. Aku bimbang dalam kenyataan.'

batin hati Azka yang bingung.

"Aku tahu kau tidak akan melepasku, kau akan berbohong!" ucap Sabrina.

"Merah jambu demi Allah aku bingung, aku tersiksa, cinta bukan pemaksaan, aku juga tidak ingin memaksamu. Mencintaimu tanpa memiliki itu cukup untukku. Percayalah kepadaku Merah jambu, sampai cuaca di sini membaik aku akan mengantarmu ke Seoul. Soal Mas Akmal itu urusanku, soal dosa juga urusanku, karena ini semua salahku." Perkataan Azka yang jujur membuat mata om Abdul berkaca-kaca melihat ketulusan cintanya. Namun berbeda dengan Sabrina mungkin tidak ada cinta yang tersisa dari 2 tahun lalu.

"Aku percaya," Singkat Sabrina.

'Sungguh ini menyakitkan Ya Robb, semoga Engkau mengampuniku ... rasanya aku sudah lelah dan putus asa, lebih baik sendiri dan terus bersama dengan penghuni rumah, menghusyukkan diri beribadah kepada Engkau. jika cinta adalah gelora yang mendamaikan hati, aku akan dapat walau tidak bersama Sabrina ... cinta dari Mami Itu cukup.'

Azka merunduk air matanya berlinang dengan mudah ia segera menghapus air bening itu.

"Maafkan aku kak Azka. Aku benar-benar tidak bisa." Terus terang Sabrina dengan suara terpecah, mungkin saja hati Sabrina terluka lebih parah, kembali lagi yang tahu isi hati Sabrina si merah jambu adalah Allah SWT. Perkataan itu manambah luka hati Azka.

"Tidak apa ini rencana Allah," ucap Azka berusaha tegar.

Mereka Sampai di dekat rumah Imam masjid Arrahman, dan harus berjalan sebentar. Sekarang di Korea sudah banyak orang yang beragama islam, di Jeju pula.

Mobil berhenti di depan rumah khas Korea. Ternyata rumah Imam dan Masjid tidak terlalu jauh, hanya berjarak 300 Meter. Rumahnya berada di belakang Masjid.

Azka membuka pintu mobil, lalu mengambil kursi roda di jok. Lalu membuka pintu tempat Sabrina duduk.

"Kak ... ini akan menyakitimu ..." kata Sabrina dengan mata memerah, ia memandang mata Azka, mata yang bening mata yang tersirat banyak cinta untuk merah jambu.

"Cara ini mencegah dari dosa untuk sementara, aku ingin menebus kesahalanku karena telah membawamu. Aku akan merawatmu dengan menutup kedua mataku, agar kau tahu bahwa aku mencintaimu bukan karena ingin memilikimu. Kau juga tidak ingin merepotkan istri Om Abdul, jadi kita turuti maunya Mas Akmal. Setelah itu aku turuti maumu," jelas Azka lalu membopong Sabrina dengan rasa berkecamuk.

Perasaan Azka tak karuan cintanya semakin menyebar ke aliran darahnya, 'Perasaan yang hebat SubhanaAllah'. Ia melemas lalu menurunkan Sabrina ke kursi roda, ia mendorongnya, menelan ludah dan memandang kosong. Ia segera membuang rasa yang aneh lalu fokus ke Sabrina.

"Kak, aku berterima kasih atas kebaikan mu, aku tidak bisa berkata-kata, kau pantas bahagia dengan gadis cantik dan menawan, yang sempurna fisiknya. Jadi aku mohon berhenti menyiksa diri dan berhenti menungguku. Tolong ... setelah satu minggu atau lebih, setelah pernikahan ini berakhir carilah wanita yang dapat mengobati luka hatimu, sembuhkanlah laramu," ujar Sabrina sambil mengusap jari tangan Azka yang mendorongnya, sentuhan lembut yang hanya hitungan detik, Sabrina masih berusaha meyakinkan Azka agar dapat mencari penggantinya.

"Jika aku bisa mencintai ... dari dulu aku banyak uang, jika aku berniat untuk membeli gadis itu mudah, tapi aku tak bisa melakukan itu karena aku menghargai mereka dan akan ada dosa yang membelenggu. Cinta tidak bisa di beli maupun menjalani dengan terpaksa. Biarkan saja seperti ini, semua akan mudah pada waktunya. Namun aku berdo'a semoga Allah menyatukan kita di surga." Azka masih mendorong dan menikmati semilir angin sedang namun terasa dingin.

"Kak Azka ..." panggil lirih Sabrina.

"Iya, kenapa?"

"Kakak yakin? Dengan pernikahan sebentar ini, jika takut dosa jangan di lakukan, ini saja sudah berbuat dosa, Ya Allah. Astagfirullah." Sabrina ragu.

"Walaupun aku butuh! untuk merawatku, rasanya aku jahat karena hanya memanfaatkankan kak Azka," kata Sabrina menyadari sikapnya.

"Kau tidak memanfaatkanku, ini juga cara agar mencegah dari dosa besar, walau akhirnya istriku bersama orang lain juga akan ada dosa. Ini salahku. Merencanakan sesuatu untuk tahu perasaanmu, namun ternyata situasi sudah berbeda. Kau cinta pertamaku dan terakhirku, jika ada orang yang datang kepadaku aku sudah menutup rapat hatiku. Aku tidak memaksakan cintamu, jadi jangan menyuruhku untuk mengisi kekosongan hatiku dengan orang lain." tegas Azka menarik napas panjang lalu mengeluarkan pelan napas itu.

"Kau mau ijab qobul dengan bahasa apa?" tanya Azka membuat Sabrina mengangkat kepalanya dan sebentar melihat Azka.

"Izinkan aku mengucap Ijab Qobul seperti yang kau mau," imbuh Azka.

"Bisa bahasa arab?" tanya Sabrina.

"Itu mudah aku sudah menghafal sejak di Pondok. He ... aku tak banyak belajar, aku hanya menghafal yang menurutku penting, menikah juga penting, tapi aku hafalan untukmu. Satu lagi ilmu tak bermanfaat, jika orang itu ahli ibadah, ahli tahajjud, ahli dzikir, semua amalan tidak deterima jika manusianya punya dendam, benci, bermusuhan, mencacimaki orang, aku menyimpulkan kita harus lapang dada dan memperbaiki diri, mengoreksi diri. Masalah harta kekayaan juga, asal uang yang di miliki untuk kebaikan di jalan Allah itu juga akan memasukkan orang kaya di jalan surga, walau di hisab terakhir. Namun yang di perhitungkan di timbangan padang mahsyar, masalah salat juga. Ya seputar itu sangat sedikit. Ya Allah ... kau hebat bisa memaafkan Andre. Karena minta maaf dan memaafkan itu tidak mudah." Kata-kata Azka penuh dengan nasihat.

"Aku memaafkan karena dia juga manusia biasa," ucap Sabrina.