webnovel

Mendengarkan

Adiba menangis.

"Astagfirullahala'dzim, Huft ... aku sadar aku berdosa besar kepada Allah ....Hiks. " Adiba menghapus air matanya.

"Lalu keluargaku semua pergi ibadah haji, dengan terpaksa dokter Akmal menikahiku secara sirri, dengan tujuan agar halal merawatku, dia bersama adiknya Sabrina, merawat menemaniku dengan sabar, akhirnya aku membuka mataku, bahkan untuk membuktikan Dokter Akmal hanya merawatku, dia memasang CCTV, untuk di buktikan kepada keluargaku, bahwa dia tidak

macam-macam saat merawatku.

Aku sudah bisa duduk aku merindukan sesuatu yang hilang dariku, dokter Akmal membaca Al Qur'an, aku merasa tenang, dan damai, tapi aku tetap membisu.

Aku bertanya kepada diriku sendiri, siapa yang aku cari? Aku merindukan siapa? Dokter Akmal menjatuh kan kertas lalu menyebut Ya Allah. Itulah yang ku cari, aku membuka mulut ku dengan pelan-pelan, Allah, aku bahagia keajaiban itu nyata, perasaan yang sangat menajubkan. Dokter Akmal mendengar ku, lalu menuntunku mengucap lafadz suci Allah. Aku tenang dan nyaman.

Pelan-pelan Mas Akmal dan Sabrina mengajak aku ke taman, ke Panti asuhan untuk belajar berjalan. Lama kelamaan, aku jatuh cinta pada Kak Akmal. Walau menikah siri denganku, ternyata dia punya tunangan, aku memintanya pergi dari kehidupan ku, tapi jangan menalakku. Aku minta biarkan aku tetap jadi istri sirrinya dia mengabulkan." Adiba minum kopi.

"Ya jadi begitu, cerita hidupku," kata Adiba sambil memutar cangkir kopinya.

"Huuuh panjang, sepanjang sepur, itu lebih mengerikan mbak!" ceplos Azka.

"Inilah hidup Azka, harus ngeng jangan mengerem." Mantap Adiba.

"Mbak, mau hadiah?" tanya Azka.

"Apa?" Ingin tau Adiba mengerutkan kening.

"Mbak mau jalan-jalan ke Korea? berjalaan di bawah bunga sakura yang berguguran, aduuuh romantisnya," kata Azka lebay.

"Sama kamu? Kalau sendiri tidak romantis Azka! Malah kaya orang majnun(gila). Tapi boleh lah ... Siapa tau ada keajaiban, yang membuat hati berbunga-bunga seperti

mekarnya bunga sakura." Hayal Adiba dengan tersenyum.

"Mbak halu deh," kata Azka.

"Tunggu! Pakai apa ke Koreanya? Gaji dua tahun tidak cukup, mas brow!" jelas Adiba membuat Azka ketawa.

"Pakai kertas yang bisa buat beli tiket, mbaknya. Mbak butuh berapapun aku beri, Chas tanpa kredit," jelas Azka.

"Apa tidak mending untuk, bersedekah?" tanya Adiba memandang Azka.

"Itu urusanku, mbak Adiba kalau tidak mau exp looo!" ancam Azka.

"Mau mau, oke kapan!" tanya Adiba terlihat senang.

"Terserah mbaknya! Aku di beri uang untuk kesenanganku, tapi memberi kesenangan untuk orang lain, aku lebih bahagia. Mbaknya ajari aku ibadah ya, agar aku dekat dengan yang Maha Kuasa. Aku ingin merasakan kedamaian

yang mbak rasakan, mungkin itu yang selama ini aku cari," bijak Azka mengoreksi dirinya.

Adiba tersenyum "Oke, jadi aku akan mengajarimu, jika lulus dan berhasil, aku terima pemberianmu," tegas Adiba.

"Ini sudah jam satu malam, Azka ..." Bicara dengan nada tinggi. Kaget Adiba melihat jam di lengan tangannya.

"Memang mbak, ada bencana apa memangnya mbak?" ujar Azka santay.

"Ini musibah, gadis tidak pulang semalam musibah Azka!" seru Adiba di sertai panik.

Adiba mengambil tas, berjalan cepat.

"Mbak Adiba, mbak! Aku punya ide." Azka menarik tangan Adiba.

"Duh Azka ...." Resah Adiba.

"Mbak tidur sini saja, besok di antar bik Asih sekarang Mbak telepon orang rumah Mbak, bilang kalau ada teman yang sakit."

"Aku tidak mau berbohong!"

"Satu ART sedang sakit Mbak kan gak bohong, Ada satu asisten rumah tangga yang belanja dekat rumah mbak Adiba.

Biar dia yang alasan sama Ibu mbak! bohong dikit lah mbak, yang penting kita tidak macam-macam," bujuk Azka. Adiba terlihat berpikir.

'Ya Allah aku baru kenal. Tapi aku yakin dia baik,' batin Adiba.

"Baiklah!" jawab Adiba terpaksa.

"Bibi ...!" panggil Azka teriak.

"Heh! mereka udah pada tidur," Cegah Adiba.

"Siapa bilang , mereka nonton drakor,

nyak-nyak halu," kata Azka ringan membuat Adiba tertawa.

"Tuh muncul satu-satu, Nyak halunya..." kata Azka memang benar. Adiba tertawa

"Asisten rumah tangga yang gaul" Lanjut Azka

"Masih mau lanjut? bibik-bibik ini?" tegur Azka "lanjutkan!" Suruh Azka, Adiba menahan tawa.

Sambil menggrutu "aneh."

"Bik ... Jah antarkan, Mbak saya ke kamar, daun Bik." Suruh Azka dengan berjalan pergi.

"Siap den! Mari neng," ajak bik Jah. Berjalan di depan Azka.

"Mbak saya, apa maksud Azka!" gumam Adiba sambil mengikuti bik Jah dan yakin kalau Azka pemuda yang baik.

"Saya senang akhirnya, den Azka punya teman selain kami. Selama saya berkerja di sini, baru ini lo, den Azka bawa teman ke rumah. Dia orang yang baik, tapi jika orang tak mengenalnya, ya terlihat angkuh dan acuh. Dia berjasa neng, saya berhutang kepadanya. Awal mengenalnya dia tau, anak saya punya penyakit yang parah, dia membantu biyaya oprasi, dan membangunkan rumah untuk saya." Cerita Bik Jah, mereka sampai kamar. Adiba mengangguk-angguk mendengar cerita Bik Jah.

"Pamuda baik hati," gumam Adiba.

"Silahkan neng!" Bik Jah membuka pintu.

Adiba masuk, sungguh senang dengan disaen kamarnya yang terlihat sejuk, dengan warna cet hijau dan hiasan bunga dan daun.

"Terima kasih Bik," ucap Adiba, Bik Jah tersenyum.

"Istirahat ya Neng!" Bik Jah pergi.

Adiba menutup pintu dan mengunci lalu berbaring menikmati kasur empuk yang besar di rumah Azka.

"Masya Allah sebenarnya di rumah juga besar," kata Adiba yang lalu memejamkan mata.