Azka yakin akan cintanya dan yakin Sabrina juga mencintainya.
Namun pengakuan Sabrina yang sudah mencintai Andre. Membuat Azka mengubur perasaannya dalam-dalam.
"Seperti awan yang tertiup angin. Aku juga akan pergi seiring berjalannya waktu. Merah jambu, kau istimewa Kau cinta pertama dan terakhirku. Entah endingnya aku bersamamu atau tidak, tapi aku lebih memilih sendiri, jika kau bersama Andre. Aku dulu memang pengecut tapi rasaku tidak sekecut mangga muda, juga tidak asam," kata romantis jadi canda. Sabrina membuang wajah lalu menutupi senyumannya.
"Eh ..." Keluh Sabrina.
"Kau kemakan rayuanku? Baguslah kau harus bersyukur," tegur Azka sambil melempari bunga sakura ke arah Sabrina. Itu sangat romantis. Tapi entahlah bagaimana dengan hati Sabrina.
"Aku bersukur, namun aku tidak ingin merepotkan siapa pun," jelas Sabrina yang kembali sedih.
"Aku masih menunggu jandamu," ucap Azka sambil terus mendorong.
"Kasiannya," ledek Sabrina.
"Kalau gitu menikahlah dengan ku," ucap Azka entah bercanda atau serius.
"Ah, Ya Allah berikan dia gadis yang sempurna. Memang mau jadi bujang lapuk?" Doa Sabrina.
"Hehehe. Akhirnya kau mau bercanda. Tapi jangan doakan aku jadi bujang lapuk. Berdoalah agar aku bisa menjadi suamimu suatu hari nanti." Harapan Azka.
"Aamiin, Terserah Allah yang maha mengatur," jawab cepat Sabrina yang sedikit mengantung.
"Aku tidak ingin menyakiti hati orang dengan hubungan keterpaksaan," jelas Azka. Sabrina menikmati pemandangan itu. Azka berhenti mendorong.
Azka membuka ponselnya dan sejenak mamandang foto Sabrina yang ia curi saat di Hotel Shilla.
Allah SWT memberi keindahan luar biasa di manapun tempat. Keindahan alam adalah hiasan bumi dan kenyamanan semua mahluk. Di Indonesia banyak tempat indah nan mempesona.
Begitu pula di Korea selatan. Alam yang indah untuk di nikmati,di syukuri,di rasakan. Bukan untuk di cemari.
Mari kita jaga lingkungan dengan cara tidak mengotori.
Azka dan Sabrina masih menikmati indahnya hamparan bunga colona dan berjatuhannya bunga sakura.
"Kau senang?" tanya Azka tak memalingkan tatapannya.
"Alhamdulillah. Tapi ..."
"Kenapa?" tanya Azka sambil menfoto gadis yang di panggil nya merah jambu,tanpa Sabrina tahu.
"Kok menangis ..." Azka memasukkan ponsel ke saku celana dan mulai cemas dengan tangisan Sabrina.
"Ini tidak nyaman. Hiks ..." kata Sabrina.
"Ayo masuk mobil." Azka membopongnya, Sabrina membuka pintu mobil. Lalu mendudukkan Sabrina dengan pelan. Jidad mereka berjadukan.
"Maaf." Ucapan Azka pelan
"Tidak apa?" Wajah Sabrina menahan sesuatu yang Azka tidak tahu. Sabrina menangis tersedu-sedu, Azka sangat bingung ia bergegas memasukkan kursi roda lalu masuk mobil.
Mobil melaju.
"Sabrina kau kenapa?" Azka mulai cemas dan sangat khuwatir dengan air mata gadis yang dicintainya.
"Mungkin dia lelah, rumah ku dekat sini,kalian boleh istirahat," kata Om Abdul.
"Sabrina ..." Azka sangat bingung,wajahnya resah gundah melanda.
"Aku tidak bisa apa-apa! Kau tahu kan ...?" Rengek Sabrina.
"Aku minta better lagi!" lanjut Sabrina mengejutkan dan menahan tangis. Azka segera mengambilkan biskuit anti galau itu.
"Laper?" Azka memberikan biskuit itu, Sabrina sangat cepat menyautnya. Lalu makan namun merengek.
"Ini enak hiks hiks heh ..." Sabrina makan tapi menangis.
"Enak kok nangis!" tanya Azka ia sangat khuwatir, dia takut menyakiti Sabrina tanpa sadar. "Aku memang salah, aku minta maaf." Matanya tak henti memandang gadis cinta pertamanya bertingkah aneh.
"Aku...."
"Iya. Apa?" Azka masih menghadap ke Sabrina yang duduk di belakangnya. Azka sangat penasaran.
"A ... Aku ingin pup ... hiks hiks kan. memalukan ...." Ungkap apa yang di tahan Sabrina selama itu, akhirnya ia sudah tak tahan.
"Ya Allah, Alhamdulillah aku kira aku menyakitimu." Azka sangat terharu dengan sikap Sabrina yang menahan sesuatu itu.
"Kamu pasti tidak akan menerimaku ..."
keluh Sabrina menjadi-jadi. Karena dia sangat malu jika apa-apa harus di bantu
ke toilet, memakai pakaian saja ia tidak bisa melakukan semua sendiri karena keadaan lumpuhnya.
"Jika jadi suamimu aku akan melakukan semua itu." Yakin Azka dalam gumamnya.
"Aku menerimamu apa adanya Sabrina ..." lanjut Azka meyakinkan Sabrina. Sabrina mengigit better.
"Kebelet kok makan?" tanya Azka mengerutkan kening.
"Ini cara ku menahanya ... he. hiks he,eh" Sabrina terus menangis sambil makan biskuit coklat vanila itu, seperti tupai mengrogoti batang pohon, cepat dan gesit dalam mengigitnya.
"Om masih jauh?" tanya Azka ke Supir.
"Tuh." Tunjuk Om yang sudah dekat.
"Ya Allah, aku ... ini memalukan." Sabrina menangis tersedu-sedu, sambil menutupi wajah engan kedua telapak tanganya.
"Udah keluar?" tanya Azka malah menahan tawa. melihat expresi gadi yang di cintainya pertama kali.
"Kau harus tanggung jawab." Suara lemas Sabrina. Mobil berhenti.
"Oke." Azka langsung turun, ia bergegas mengambil kursi roda membuka lalu membuka pintu.
"Ayo." Azka sangat serius dengan ucapannya.
"Ini sangat bau, hiks, hiks." Sabrina merunduk menutup wajahnya karena sangat malu. Azka berusaha menenangkannya.
"Dengar. Ah, Ayo aku tidak apa-apa. Sini ku bantu." Bujuk Azka.
"Sungguh!" Sabrina menaikan wajah menatap ke pria yang mencintainya selama hampir dua tahun. Entah apa arti pandangan itu, hanya Allah yang tahu.
"Sini" Azka meletakkan tangan kanan Sabrina ke pundaknya dan membopong Sabrina ke rumah om Kim.
"Aku malu." Sabrina menyembunyikan wajahnya ke dada Azka. Detak jantung berdetang normal, hanya hatinya berkecamuk. Azka komat kamit hanya terdengar gigi yang bergesekan Thek Thek Thek.
Padahal yang di katakan Azka ini.
"Aku menerimamu apa adanya, setulus hatiku. Kalau Andre ada aku bejek-bejek sampai lungset, apa di kira mudah apa,orang punya kaki tapi tidak bisa gerak. Fikiran dia ke manasih. Ya Allah ... aku sangat marah sama Andre kenapa dia setega itu dasar hati sekeras batu Malin kundang. Ah ... lagi-lagi bujukan setan,bagaimana pun Sabrina sudah mencintainya. Sementara aku seperti orang berdiri di pantai, kandas dan terhenti saat di terjang ombak, aku pun terjatuh karena tak kuat menahan terjangan itu. Ya Allah. OMG." Gumam yang tak jelas dan sangat aneh. Sabrina memperhatikankanya.