webnovel

MENGEJAR CINTA MAS-MAS

Gladys Mariana Pradito "Sudah deh mi... aku tuh bosen dengar itu lagi itu lagi yang mami omongin." "'Makanya biar mami nggak bahas masalah itu melulu, kamu buruan cari jodoh." "Santai ajalah. Aku kan baru 24 tahun. Masih panjang waktuku." "Mami kasih waktu sebulan, kalau kamu nggak bisa bawa calon, mami akan jodohkan kamu dengan anak om Alex." "Si Calvin? Dih ogah, mendingan jadian sama tukang sayur daripada sama playboy model dia." **** Banyu Bumi Nusantara "Bu, Banyu berangkat dulu ya. Takut kesiangan." "Iya. Hati-hati lé. Jangan sampai lengah saat menyeberang jalan. Pilih yang bagus, biar pelangganmu nggak kecewa." "Insya Allah bu. Doain hari ini laku dan penuh keberkahan ya bu." "Insya Allah ibu akan selalu mendoakanmu lé. Jangan lupa shodaqohnya ya. Biar lebih berkah lagi." "Siap, ibuku sayang." **** Tak ada yang tahu bahwa kadang ucapan adalah doa. Demikian pula yang terjadi pada Gladys, gadis cantik berusia 24 tahun. Anak perempuan satu-satunya dari pengusaha batik terkenal. Karena menolak perjodohan yang akan maminya lakukan, dengan perasaan kesal dan asal bicara, ia mengucapkan kalimat yang ternyata dikabulkan oleh Nya.

Moci_phoenix · สมัยใหม่
Not enough ratings
108 Chs

MCMM 75

Happy Reading ❤

Baik Gladys maupun Lukas tak ada satupun yang bicara sejak meninggalkan restauran. Terus terang saja Gladys sedikit takut melihat sikap Lukas seperti tadi. Memang tak bisa dipungkiri ia dan Banyu memang membuat kesalahan fatal dengan berciuman.

Lukas menggenggam erat setir mobil. Wajahnya terlihat keras, matanya masih memancarkan kemarahan. Ia membawa mobil dengan kecepatan tinggi layaknya berada di sirkuit. Gladys tak berani protes. Ia hanya berpegang erat pada kursinya. Ia pun tak berani menegur cara Lukas menyetir.

Setelah setengah jam menyetir, akhirnya mobil mereka memasuki gerbang sebuah rumah minimalis namun terlihat mewah. Lukas menghentikan mobilnya di carport dan mematikan mesin. Ia tetap tak bicara sepatah katapun.

"Mas...."

"Apa alasanmu untuk kejadian tadi? Dia teman yang waktu itu kan? Apa hubungan kalian?" cecar Lukas dengan nada tajam dan dingin. Gladys bergidik mendengar nada bicara Lukas.

"Mas.. aku minta maaf." lirih suara Gladys.

"Maaf? Semudah itu kamu bilang maaf?" Sorot mata Lukas menunjukkan betapa ia terluka atas kejadian tadi. "Kamu bisa bayangkan bagaimana perasaanku melihat wanita yang kucintai sejak lama, yang kini menjadi calon istriku, berciuman dengan lelaki lain? Ooh.. pastinya kamu nggak bisa membayangkan itu. Karena kalau kamu tau bagaimana sakitnya perasaanku, kamu pasti nggak akan melakukan hal itu."

"Mas, aku minta maaf. Aku juga tidak menyangka bisa bertemu dia dan akhirnya hal itu terjadi."

"Selama ini kamu pura-pura suci. Ternyata kamu nggak beda dengan yang lain. Munafik." Lukas membuka pintu mobil kemudian ia membuka pintu Gladys dan menarik paksa gadis itu keluar dari mobil.

"Mas, mau ngapain kita kesini? Ini rumah siapa?" tanya Gladys takut-takut.

"Ikut aku!" Lukas mencengkeram tangan Gladys dan menarik paksa gadis itu.

"Mas, sakit!" Lukas diam tak bereaksi dengan protes Gladys, yang tersaruk-saruk mengikuti langkah lebar Lukas.

Di dalam rumah, Lukas menarik Gladys masuk ke kamar dan langsung mengunci pintunya. Lukas melangkah mendekati Gladys dengan tatapan yang sulit diartikan namun membuat Gladys merinding.

"Kamu mau apa?" tanya Gladys dengan suara bergetar. "Jangan macam-macam!"

"Nggak usah sok jual mahal. Kamu lebih parah daripada wanita-wanita yang pernah tidur denganku. Setidaknya mereka tidak berpura-pura menolakku dan di saat mereka menjalin hubungan denganku, mereka tidak berciuman dengan pria lain."

"Mas!"

"Apa? Kamu mau menyangkal memiliki hubungan khusus dengan bajingan itu?"

"Aku memang tidak ada hubungan apapun dengan dia."

"Hmm... apakah dia yang membuatmu tidak kunjung menerima pernyataan cintaku? Siapa dia? Apakah dia lebih hebat dariku?"

Kini Lukas telah berdiri di hadapan Gladys. Tangannya menarik tubuh Gladys ke dalam dekapannya. Gladys berusaha melepaskan diri, namun Lukas tak bergeming. Tangannya menarik tengkuk Gladys dan dengan brutal mulai mencium Gladys. Tenty saja Gladys berusaha menolaknya. Sekuat tenaga ia mencoba mendorong tubuh Lukas, tapi tenaga Lukas lebih besar. Bibir pria itu dengan rakus mencium setiap sudut bibir Gladys. Bahkan ia menggigit pelan bibir Gladys agar gadis itu membuka mulutnya.

"Mas..." rintih Gladys dengan sedikit terisak. Lukas melepaskan tautan bibir mereka saat mendengar rintihan Gladys.

"Kenapa kamu bisa membalas ciumannya tapi tak mau membalas ciumanku?" tanya Lukas dengan gusar. "Apakah sedemikian hebatnya ciuman dia sehingga kamu begitu menikmatinya?"

Tanpa aba-aba Lukas mengangkat tubuh Gladys dan dengan kasar menjatuhkannya di atas ranjang empuk berukuran king size itu. Gladys mencoba bangkit dan melarikan diri dari Lukas, namun kedua tangan Lukas mengukungnya dan kini tubuh Lukas berada di atas tubuhnya. Posisi mereka terlihat intim. Gladys membuang muka, tak mau memandang ke arah Lukas. Perasaannya campur aduk saat ini.

Dengan sebelah tangannya, Lukas menekan pipi Gladys dan memaksa gadis itu untuk melihat ke arahnya.

"Lihat aku! Jangan salahkan aku bila malam ini aku memperkosamu. Aku takkan menyesal melakukannya dan dengan senang hati aku akan menikahimu. Karena dengan menyetubuhimu maka nggak ada lagi alasan bagimu untuk menolak menikahiku." ucap Lukas dengan nada dingin dan terdengar sedikit kejam.

Gladys mencoba melawan dan tak mau menoleh sama sekali. Rupanya hal itu membuat Lukas emosi. Dengan brutal ia kembali mencium Gladys. Sebelah tangannya mulai meraba seluruh tubuh Gladys yang terus memberontak. Namun tenaga Lukas yang saat ini dalam keadaan emosi memang sulit dikalahkan. Akhirnya Gladys mengambil langkah ekstrim dan menendang junior Lukas. Tendangan yang sukses membuat Lukas mengerang kesakitan dan menjatuhkan diri ke samping Gladys sambil memegang juniornya.

Gladys buru-buru bangkit dari tempat tidur dan menjauhi Lukas. Dengan perasaan takut dan juga kasihan ia memandangi Lukas yang masih bergelung menahan sakit. Dari mulutnya keluar sumpah serapah yang ia tujukan entah untuk siapa.

Gladys bingung tak tahu harus bagaimana. Di satu sisi ia menyadari kesalahannya namun ia juga tak bisa membenarkan sikap Lukas. Akhirnya ia memilih keluar dari kamar tersebut. Dia mencoba mencari kunci mobil Lukas namun ia tak temukan di manapun. Ya tuhan, aku harus bagaimana?

Dengan tangan gemetar Gladys berusaha menghubungi nomor telpon seseorang. Ia tak berani menghubungi Qori ataupun Khansa karena ia tak ingin keluarga mereka tahu kejadian ini.

"Assalaamu'alaykum. Andre, tolong aku." Akhirnya Gladys memilih menelpon Andre.

"Hmm.. Gladys?!" Terdengar suara Andre yang terkejut menerima telpon dari Gladys.

"Ndre, tolong aku."

"Kamu dimana Dys?" Gladys memberitahukan lokasinya. Tadi ia sudah berjalan agak jauh dari rumah Lukas. Dan kini ia berada di sebuah cafe kecil.

Setengah jam kemudian Andre telah sampai di depannya.

"Dys, kamu kenapa?" Andre terkejut melihat keadaan Gladys yang tampak kacau.

"Please Ndre... tolong antar aku pulang."

"Iya tapi kamu kenapa bisa seperti ini? Mana Banyu, calon suamimu itu? Apakah kamu begini karena dia?" Andre memberondong Gladys dengan berbagai pertanyaan. Bukan jawaban yang diperoleh, namun pemandangan Gladys yang menangis di hadapannya.

"Oke.. oke.. aku nggak akan banyak tanya. Aku akan mengantarmu pulang dengan selamat."

Andre sengaja menjalankan mobilnya tak terlalu kencang. Ia tahu, Gladys membutuhkan waktu untuk merasa tenang sebelum pulang ke rumah. Satu jam kemudian mereka telah tiba di halaman rumah Gladys. Andre bergegas membukakan pintu untuk Gladys. Sepanjang perjalanan mereka hanya berdiam diri. Hanya isak tangis Gladys yang terdengar.

"Makasih ya Ndre, kamu teman yang baik." Gladys mengucapkan terima kasih dengan nada lemah, membuat Andre tak berani bertanya lebih lanjut.

"Masuklah Dys. Kamu sudah aman sampai di rumah. Besok pagi aku akan menelponmu."

Dengan diiringi tatapan bingung Andre, Gladys masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah Gladys mencoba masuk tanpa suara. Ia tak ingin bertemu anggota keluarganya. Ia tak ingin mereka tahu. Untunglah rumah tampak sepi. Gladys segera masuk ke dalam kamar. Setelah mengunci pintu ia menjatuhkan diri di ranjang dan menutupkan bantal ke mukanya lalu ia berteriak sekuat-kuatnya. Setelah itu ia menangis sepuasnya.

Gladys marah pasa dirinya sendiri yang begitu lemah saat berhadapan dengan Banyu. Kenapa ia mau saja dicium oleh Banyu. Kenapa ia tidak marah dan menolaknya seperti ia menolak Lukas. Gladys marah kepada Banyu karena menciumnya. Kenapa Banyu menciumnya padahal ia tak cinta padaku.

Gladys marah pada Lukas karena telah memukuli Banyu dan memperlakukan dirinya seperti wanita murahan. Ia tak menyalahkan kemarahan Lukas namun ia juga tak bisa mentolerir sikap Lukas. Malam ini Lukas hampir saja memperkosanya. MEMPERKOSANYA.

Tubuh Glady bergidik mengingat itu semua. Kali ini ia bisa melihat sisi lain diri Lukas. Sisi yang membuatnya takut. Apakah ia harus menikahi pria seperti itu? Aku nggak mau, batin Gladys.

Akhirnya setelah berteriak dan menangis hingga kelelahan, Gladys terlelap.

Sementara itu di rumah Lukas, situasi tak jauh berbeda. Lukas melampiaskan kemarahannya dengan berteriak dan memukul cermin yang berada di kamar mandinya hingga tangannya terluka. Namun luka di tangannya tak seberapa dibandingkan luka di hatinya akibat melihat Gladys mencium mesra pria ba*****n itu. Bisa-bisanya di depan umum Gladys berciuman dengan seorang pria. Hal itu menorehkan luka di hati dan dapat merusak nama baik keluarganya bila diketahui oleh media.

Saking marah dan sakit hati, setelah puas melampiaskan kemarahannya Lukas duduk kelelahan di dalam bathup. Disitu ia menangis terisak seperti anak kecil. Selama bertahun-tahun ia memendam rasa kepada Gladys. Berkali-kali ia berganti kekasih, namun tak satupun dapat menandingi Gladys. Bagaimana bisa gadis itu dengan tega menghancurkan impiannya dengan berciuman dengan pria lain. Bahkan demi Gladys ia merubah gaya hidupnya. Tak pernah lagi ia pergi clubbing atau bercumbu dengan wanita lain.

"Aaaargghhh.... kenapa wanita b******k itu sok suci di depanku padahal sesungguhnya ia tak lebih seperti p*****r murahan!! Dasar b******k!!"

⭐⭐⭐⭐

Kondisi Banyu setelah dipukuli oleh Lukas tampak mengenaskan. Agus yang tak mengetahui kejadian itu sangat terkejut saat melihat keponakannya dipapah oleh security menuju meja tempat ia menunggu. Memang malam itu ia dan Banyu makan di ruang VIP yang dibatasi oleh kaca-kaca besar sehingga masih bisa melihat ke ruang makan regular.

"Nyu, kamu kenapa?" tanya Agus cemas melihat keponakannya babak belur.

"Eengghh .. nggak pa-pa om."

"Nggak pa-pa gimana, kamu babak belur begitu. Ayo kita ke dokter dulu. Habis itu om antar kamu pulang."

"Om, nanti boleh Banyu pulang ke rumah ayah? Banyu nggak mau bikin ibu khawatir."

"Baiklah nanti biar om yang kasih tau mbak Ami kalau kamu menginap di rumah mas Pram. Ayo sekarang kita ke rumah sakit."

Setelah dari rumah sakit Agus membawa Banyu ke rumah Pramudya. Sepanjang perjalanan Agus tidak berusaha menanyakan kenapa Banyu babak belur. Ia yakin Banyu tak kan bercerita. Biar nanti dia akan menghubungi pihak restauran untuk melihat rekaman CCTV. Untunglah hasil rontgent tidak menunjukkan hal-hal yang mengkhawatirkan.

"Nyu, kamu bisa tidur di kamar itu. Kamu masih ingat kan itu dulu kamarmu." Banyu tersenyum tipis sambil menahan sakit di seluruh tubuhnya. Tadi dokter memberikan obat pengurang sakit. Kini matanya terasa berat. Ia ingin tidur, tapi otaknya terus memikirkan Gladys. Bagaimana kabar gadis itu? Semoga tak terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan.

Apakah aku tanyakan langsung bagaimana kabar dia?

Elo tuh t***l atau g****k sih Nyu? Kenapa tadi elo cium dia? Elo kan tau dia ke resto itu bersama tunangannya. Hatinya mengomel panjang lebar. Namun di sudut lain hatinya ada rasa hangat saat mengingat ciuman tadi. Ia dapat merasakan bibir itu masih terasa sama.

Manis. Banyu tersenyum mengingat tadi Gladys membalas ciumannya. Hatinya berdebar bila mengingat hal tersebut. Sadar Nyu, elo ada Senja. Dan dia milik Lukas. Sebentar lagi mereka akan menikah. Lupakan dia, Nyu. Otaknya memberi perintah, namun hatinya menolak.

Banyu merebahkan diri di atas ranjang di kamar yang dulu pernah ditempati. Kamar itu tak banyak berubah. Masih ada foto-foto masa remaja terpasang di meja belajar. Bahkan album foto masa-masa SMA masih tersimpan rapi di rak bukunya.

Dengan tertatih menahan sakit akibat tendangan Lukas di perutnya, Banyu mengambil album foto. Di atas ranjang dibukanya album tersebut dan terlihatlah masa-masa seru saat kelas 10 dan 11. Masa-masa sebelum kedua orang tuanya berpisah.

Ada satu foto ia bersama para sahabatnya dan tentunya bersama Senja. Namun saat itu mereka belum menjadi kekasih. Mereka jadian saat kedua orang tua Banyu berpisah. Senja menjadi teman curhat yang selalu siap memberinya semangat. Sejak itu mereka semakin dekat dan tak terpisahkan hingga akhirnya Senja memutuskan menikah dengan Awan. Sebentar lagi Senja akan kembali bersamaku, batin Banyu.

Ada satu foto yang menarik perhatian Banyu. Foto saat mereka berlibur di vila milik orang tua Gibran. Ada sosok gadis mungil dengan rambut dikuncir satu. Gadis itu terlihat menarik dengan gayanya yang santai seolah tak menyadari bahwa kecantikannya sudah terpancar. Banyu tersenyum melihat foto itu. Rupanya tanpa mereka sadari sejak dulu mereka memang sering bertengkar. Terlihat dalam foto mereka berdua sedang saling menatap dengan pandangan sengit. Hmm.. ada kejadian apa ya saat itu? Banyu mencoba mengingat-ingat. Tawanya lepas saat ia mengingat kalau waktu itu mereka sedang memperebutkan potongan jagung bakar terakhir.

Banyu memotret foto tersebut. Suatu saat akan ia kirimkan pada Gladys. Ia ingin tahu apakah gadis itu masih mengingatnya. Pada masa itu Banyu sudah menyadari kecantikan Gladys namun sama sekali tidak tertarik. Padahal banyak teman Ghiffari dan Gibran yang mencoba mendekati. Buat Banyu, saat itu Gladys adalah bocah kecil yang sering menyebalkan. Sama seperti saat mereka kembali bertemu di pernikahan Erick.

⭐⭐⭐⭐