webnovel

Mengapa Kita Harus Dipertemukan?

Mengapa kita dipertemukan? Apakah ada penyebabnya atau ini memang takdir kita?. Ini tentang perjuangan mereka. Alasan kenapa mereka dipertemukan dan harus berjuang demi negara, keluarga dan sahabat yang mereka sayangi...

Noorkhalifah9 · สงคราม
เรตติ้งไม่พอ
49 Chs

Memperbaiki Hubungan

Hafi menatap gedung perusahaan tanpa ada niat untuk masuk ke dalam. Memperhatikan para karyawan yang bekerja lalu-lalang di depan pintu keluar-masuk perusahan.

Menghela napas saat mengingat permintaan kakaknya untuk memberikan beberapa kue untuk Alex. Kalau bukan karena permintaan kakaknya sudah pasti ia takkan repot-repot datang ke tempat kerja calon tunangannya.

Tak ingin membuang waktu. Hafi memutuskan untuk memberanikan diri masuk ke dalam gedung perusahaan.

Semua mata tertuju padanya. Apalagi saat ini Hafi mengenakan baju loreng Kopassus nya. Tentu saja menjadi sesuatu yang menarik untuk dilihat bagi mereka.

" Ada yang bisa saya bantu, nona? "

Hafi menaruh kotak kue dihadapan wanita itu. " Untuk Alex. Beritahu padanya jika kue ini dari keluarga Prayoga." jawab Hafi terlalu datar.

Wanita itu tetap mempertahankan senyuman ramahnya.

" Anda ingin bertemu dengan tuan Alex, nona?."

Hafi segera menggelengkan kepalanya.

" Aku tidak ada janji dengan Alex, sebab itulah aku menitipkan kue ini kepada anda." kata Hafi.

Melihat wanita itu menyimpan kotak berisikan beberapa kue, segera Hafi memutuskan untuk keluar dari gedung tersebut. Namun, langkah kakinya terhenti saat melihat di depan matanya. Lagi-lagi orang yang sangat dikenalnya itu tengah bergandengan dengan wanita yang kemarin ia lihat.

Marah, tentu saja Hafi saat ini marah.

" Tuan Alex! " wanita itu memanggil Alex.

Pandangan mereka bertemu, satunya terkejut sementara satunya lagi menatapnya datar.

Sh*t! Hafi merutuki kebodohan wanita itu yang seenak jidatnya memanggil Alex saat dirinya masih ada di sini.

Tak ingin terlalu lama memandang wajah bersalah Alex. Segera ia melangkahkan kakinya lebar-lebar keluar dari gedung perusahaan.

Alex tersadar, segera berlari mengejar Hafi yang terlebih dahulu keluar dari gedung perusahaan. Tak memperdulikan beberapa karyawan yang terjatuh akibat bertubrukkan dengannya. Terlalu panik saat melihat raut wajah kecewa tunangannya itu.

Tangannya terjulur ke depan. Meraih pergelangan tangan Hafi begitu kuat.

Hafi menoleh saat Alex mencengkram tangannya. Tidak tahu kah dia jika saat ini suasana hatinya kurang baik?. Aura gelap mengelilingi tubuh Hafi saat Alex, tunangannya itu ingin memeluknya.

" Fi, sebenarnya kamu ini kenapa sih? "

Tatapan khawatir terpancar di kedua mata bak elang itu. Senyuman menenangkan terlukis diwajahnya, dia berusaha mencari tahu kesalahannya. Alasan tunangannya yang saat ini berusaha menghindarinya.

Hafi seorang abdi negara, sedangkan dirinya seorang pengusaha. Tentu, dia tak mengerti mengenai dunia Hafi. Bahkan, saat kedua orang tua nya menjodohkan nya dengan Hafi, dia berusaha memahami pekerjaan dan kebiasaan Hafi.

Alex tak pernah sekali pun memikirkan untuk menikah. Tak ada wanita diluar sana yang menarik perhatian nya. Sebab itulah, dia berusaha menerima Hafi yang nantinya akan menjadi istrinya. Berusaha menerima calon istrinya apa adanya.

" Fi, tatap mata ku! "

Perintah mutlak dari Alex membuat Hafi tak bisa membantah. Menatap manik bagaikan galaksi itu dengan tatapan kagum. Kagum akan warna unik mata tunangannya itu.

" Jelaskan padaku, Fi. Kenapa kamu berusaha menghindari dari ku? Apa aku membuat kesalahan? Jika ia, sampaikan kepadaku. Agar aku bisa menyelesaikan nya dan meminta maaf pada mu."

Seketika rasa bersalah muncul. Seharusnya ia tidak berpikir negatif mengenai Alex. Lagi pula, siapa tahu wanita yang berada dalam mobil Alex adalah rekan kerja tunangannya itu.

" Maaf..."

Hafi menggenggam kedua tangan besar milik Alex. Sorotan mata bersalah terpancar saat ini.

"...Aku terlalu berpikir negatif tentang mu, Alex. Seharusnya aku yakin jika kamu orang yang baik. Kamu orang yang selalu jujur padaku, selalu menceritakan masalahmu padaku." Hafi memeluk tubuh kekar Alex, menyembunyikan raut wajah sedihnya di dada bidang milik Alex. "...Hanya karena melihatmu bersama wanita lain membuatku berpikir negatif tentang mu. Maaf kan aku, Alex."

Alex tertegun mendengar perkataan Hafi. Rupanya Hafi salah paham mengenai dirinya. Entah mengapa, hatinya merasa sakit saat melihat raut wajah sedih Hafi.

Memeluk tubuh mungil Hafi. " Dia sahabat ku, hanya itu." jawab Alex. Tangan besarnya itu mengelus surai pendek Hafi.

" Lagi pula aku tidak memiliki perasaan dengan nya..." bisik Alex.

***

Entah bagaimana Hafi berakhir di dalam ruang kerja Alex. Memandang Alex yang tengah sibuk memeriksa berkas-berkas persiapan rapatnya yang sebentar lagi akan dilaksanakan.

Hafi berhenti memandang Alex saat tak sengaja melihat foto yang berada di atas meja kerja Alex. Foto dirinya yang saat itu naik jabatan.

" Ah! " Alex segera merebut foto yang ada di gengaman Hafi dan segera menyimpannya di dalam laci meja kerjanya.

Hafi terkekeh geli melihat wajah Alex yang sedikit merah karena malu ketahuan menyimpan foto seseorang tanpa izin.

" Kenapa? " Alex menatap Hafi dengan raut wajah kebingungan, " Sangat wajarkan jika diruangku ada foto mu? "

Hafi tersenyum. " Ngomong-ngomong, bukankah foto itu sudah lama? Kita belum mempunyai foto yang sekarang..." kata Hafi.

Alex tertegun.

" Ayo! " Hafi menarik pergelangan tangan Alex dan segera mengarahkan lensa kamera. Satu foto telah di abadikan di ponsel milik Hafi. Segera Hafi mengirim foto tersebut melalui email milil Alex.

Alex tersenyum tulus.

Baru pertama kalinya Hafi ingin berfoto dengannya tanpa ada paksaan.

***

Alex terpaksa meninggalkan Hafi sendirian di ruang kerjanya. Selama rapat berjalan, pikiran Alex hanya tertuju pada Hafi. Apakah dia baik-baik saja sendirian di ruangannya yang nampak asing baginya? pikir Alex.

Maulidin yang juga menjadi peserta rapat perusahaan kali ini menyenggol siku Alex. Berbisik pada Alex untuk merespon pendapat peserta rapat yang hadir.

Alex pemimpin rapat kali ini. Tentu saja Alex harus fokus dalam rapat kali ini.

" Fokus, Lex... "

Alex berdehem saat tersadar dari lamunannya.

Dengan tegas menambahkan pendapatnya. Mendengar setiap pendapat peserta rapat yang hadir dan memutuskan mana tindakkan yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi saat ini.

***

Hafi merasa bosan berdiam diri dalam ruang kerja Alex. Sesekali berkeliling sekedar menghilangkan rasa bosannya.

Seharusnya tujuannya datang kemari hanya ingin menyerahkan kue buatan Dewa untuk Alex, tapi sayangnya ia justru berakhir di ruang kerja Alex.

Salahkan dirinya sendiri yang terlalu lembek jika berhadapan dengan Alex. Hafi tidak tahu alasannya bersikap seperti ini kepada Alex. Ya, hanya pada Alex saja.

Brak! (Pintu yang dibuka dengan kasar)

Sosok wanita berpakaian seksi masuk ke dalam ruang kerja Alex dengan ekpresi wajah angkuhnya. Bibir berwarna merah cerah itu tersenyum miring melihat Hafi yang terdiam memandangnya.

Rambut hitam panjang bergelombang itu dia biarkan terurai. Menutupi punggungnya yang tak terbalut kain.

" Dimana Alex? " suaranya begitu sombong.

Hafi memberikan senyuman ramahnya.

" Dia sedang rapat. Apa ada se—"

" Aku pacar Alex."

Hafi bersedekap dada. Ah! ia baru ingat dengan sosok wanita itu. " Bukankah Alex sudah mengakhiri hubungan kalian? "

" Ck, Siapa kau berani-beraninya berkata angkuh seperti itu? " mendorong bahu Hafi menggunakan jari telunjuknya dengan ekpresi wajah jijiknya. " Jangan-jangan kau orang yang merusak hubungan ku dengan Alex?."

Alia bersedekap dada. " Kau itu tidak pantas bersanding dengan Alex. Jelas, Alex begitu berwibawa dan bergelimang harta... Hanya wanita seperti diriku lah yang pantas untuk nya."

Hafi membuka lemari pendingin yang tersedia di ruang kerja Alex yang begitu luas. Meraih sebotol air mineral dan meminumnya.

" Berani-beraninya kau mengacuhkan ku!! " teriak Alia dengan wajah memerah.

Menghentikan kegiatan minumnya. Mata nya memperhatikan Alia yang kini sudah berdiri di hadapannya. Memegang sebotol jus tomat yang sedari awal dipegang oleh Alia.

Berdecak saat tahu niat jahat Alia kepadanya. Ingin mengkotori baju ku, heh? Pikir Hafi.

Alex terkejut saat melihat Hafi yang kini basah akibat guyuran jus tomat dari Alia. Segera ia melepaskan jas miliknya untuk menutupi noda di gaun Hafi.

Alex lagi-lagi khawatir.

" Apa-apaan kau Alia? Beraninya mengkotori seragam Hafi!! " Alex benar-benar marah kali ini. Menatap tajam kearah Alia yang sedikit ketakutan karena mendapatkan bentakkan kasar dari Alex.

" Di-a kan yang menghancurkan hu-bungan ki-ta?." Alia berusaha menyampaikan perkataannya walau kini dilanda ketakutan.

Alex menatap tajam kearah Alia. " Ini memang keputusanku mengakhiri hubungan ku dengan mu! Kau pikir aku tidak tahu kelakuanmu di luar sana? Memeras harta pria-pria di luar sana untuk kesenangan mu saja..."

Alex lalu menatap lembut kearah Hafi. Memperbaiki letak jasnya yang kini dikenakan oleh Hafi. "Lebih baik kita pergi dari sini."

" Bagaimana dengan pekerjaan mu? "

Alex tersenyum. " Jangan khawatirkan aku."

Menarik Hafi untuk keluar dari ruang kerjanya. Meninggalkan Alia yang terdiam melihat sikap Alex kepada wanita yang diketahuinya bernama Hafi.

"Sial!"

***

Alex meminta maaf akan kejadian barusan. Memutuskan untuk mengajak Hafi makan siang sebelum Hafi kembali lagi bekerja. Memesan makanan di sebuah restoran langganan keluarganya.

Hafi begitu gelisah. Ini baru pertama kalinya ia makan di tempat mewah seperti saat ini. Biasanya, ia akan makan di warung kaki lima, maupun warteg.

Apalagi tatapan yang tertuju padanya, lebih tepatnya seragam lorengnya yang begitu mencolok ditengah kemewahan ini. Hafi seharusnya menolak ajakan Alex untuk makan di restoran ini.

Alex sadar. Dia tahu jika tunangannya tak merasa suka berada di restoran langganannya ini.

" Maaf, seharusnya aku mengajakmu dulu ke toko baju." kata Alex yang lagi-lagi menatap Hafi khawatir.

Hafi menggelengkan kepalanya pelan. "Jangan menyalahkan dirimu terus, Lex."

Alex merespon perkataan Hafi dengan anggukan kepalanya. Menikmati makanan mereka dalam keheningan. Tak ada yang ingin memulai pembicaraan. Suasana terasa canggung.

Setelah selesai makan dan membayar semua makanannya. Alex segera menghampiri Hafi yang sudah menunggunya diluar restoran.

Hafi tak menyadari kehadiran Alex. Ia terlalu fokus memandang seorang kakek yang tengah berjualan di seberang jalan.

" Mau permen kapas? aku bisa membelikannya untuk mu."

Alex tertegun melihat senyuman menawan Hafi. Ini baru pertama kalinya dia melihat senyuman lebar Hafi. Biasanya Hafi akan memperlihatkan senyuman tipis.

Hanya dengan permen kapas, tunangannya itu merasa bahagia.

Alex segera menyeberangi jalan. Memesan satu gula kapas hanya untuk Hafi. Setelah mendapatkan apa yang diinginkan nya. Alex segera menghampiri Hafi.

Hafi tersenyum riang melihat satu permen kapas di tangan Alex. Segera menerima permen kapas itu dan segera menikmati nya.

" Ternyata aku tidak terlalu mengenalmu, Hafi."

Hafi menoleh, mulutnya sibuk mengunyah permen kapas yang baru saja dibelikan oleh Alex. Raut wajah kebingungan nampak jelas diwajah cantik bercampur tampan itu.

Alex mendekat. Memakan permen kapas yang berada di sudut bibir Hafi. Kecupan singkat didapatkannya. Segera ia menjauhkan wajahnya dari Alex yang kini menatap nya.

Wajahnya memerah. Ini baru pertama kalinya ia mendapatkan perlakuan barusan dari lawan jenis.

Malu...

Hafi segera menatap kearah lain, asalkan tidak bertemu pandang dengan Alex.

Alex melingkarkan kedua tangannya ke pinggang ramping Hafi. Wajahnya ia sembunyikan di belakang leher Hafi sehingga Hafi mendapatkan sensasi geli di area lehernya.

" Izin kan aku lebih mengenalmu..." bisik Alex lalu mengecup belakang leher Hafi.

Hafi menyingkir. Segera mengabaikan perlakuan Alex barusan.

" Aku harus kembali bekerja." kata Hafi

" Biar aku yang mengantar mu, Fi."

Alex segera menggandeng tangan Hafi. Membawanya menuju mobil lamborgi yang terparkir tak jauh dari tempat mereka.

***

Hafi hanya diam, tak ada niat membuka percakapan. Hening menemani mereka.

Alex yang tengah fokus mengemudi mobil nya sesekali melirik kearah Hafi yang lebih fokus menatap kearah luar jendela mobil.

" Bagaimana pekerjaan mu? "

Hafi menghela napas. " Lumayan... Kami sibuk mengejar beberapa tugas."

" Begitu..."

Hening...

Hafi menatap Alex. " Bagaimana dengan mu? Apa pekerjaan mu baik-baik saja? Pasti sangat merepotkan meurus karyawan yang bekerja di perusahaan mu."

Alex tertawa. " Ya, terkadang ada beberapa karyawan yang membuatku merasa pusing dibuatnya, tapi setidaknya aku bisa mengatasinya. Dan kabar baiknya, perusahaan ku kini bekerjasama dengan perusahaan Zee."

" Ah, Perusahaan Zee. Aku sering mendengarnya. Rata-rata senjata kami dibuat dari Perusahaan Zee."

"...dan beberapa teknologi seperti komputer yang ada di tempat kami dibuat dari perusahaan milik mu." tambahnya.

Hafi bersandar. " kalau sampai rekan-rekan ku tahu jika pemilik perusahaan ITMD tunangan ku... " Hafi menatap wajah Alex. "...Bisa-bisa mereka akan memberi ku seribu pertanyaan."

Alex tersenyum menanggapi perkataan Hafi barusan. Segera menepi saat sudah sampai di depan gerbang. Alex dapat melihat satu tentara yang berdiri di pos jaga. Tegap dengan tatapan yang begitu tajam. Waspada.

Alex keluar saat Hafi ingin masuk ke dalam. Mencegah Hafi untuk masuk.

" Ada apa? "

Alex merogok saku celana hitam nya. Memperlihatkan sebuah kalung permata hijau dihadapan Hafi. " Untuk mu..."

Hafi terdiam sebentar, lalu tersenyum tulus kepada Alex. Segera berbalik meminta Alex untuk memasangkan kalung tersebut.

Sangat cocok dikenakan oleh Hafi.

" Sehat selalu, Hafi. Pulanglah dengan selamat. Aku menunggu mu, menunggu kepulangan mu. "

Hafi menganggukan kepalanya.

" Aku akan berusaha untuk pulang dengan selamat. Terima kasih, Alex. Sudah berusaha memahami ku. Memahami pekerjaan ku. Aku memang tidak secantik wanita-wanita diluar sana, aku mempunyai banyak kekurangan, tapi ku harap kau bisa menutupi kekurangan ku."