webnovel

Hadiah Pernikahan

"Karena saya sudah bersedia menikah dengan Ommik, maka kamu harus memenuhi satu hadiah yang saya inginkan," tutur Sejoura serius.

Mikko mengerutkan alis, di sini dia juga dipaksa untuk menikah. Kenapa seolah-olah pernikahan mereka terjadi karena keinginannya?

"Kenapa? Apa Ommik keberatan?" tanya Sejoura cemberut.

Sejoura tidak sadar, jika mimik wajah seperti itu membuat Mikko gemas ingin mecubitnya. Namun, ia menahan diri agar tidak berbuat demikian. Ia masih sadar, hubungan mereka tidak sedekat itu.

"Apa hadiah yang kamu inginkan? Tas branded, sepatu, atau baju?" tanya Mikko sok tahu.

"Saya tidak butuh semua itu, tapi saya ingin Ommik membantu saya mencari tahu sesuatu."

Sejoura yakin dengan kekuasaan yang dimiliki Mikko, suaminya itu bisa membongkar rahasia di balik pernikahan mereka. Karena apa yang terjadi tidak bisa dimakan oleh nalar Sejoura. Orangtuanya tidak pernah membahas tentang pernikahan, tiba-tiba ia dijodohkan. Parahnya lagi, meski tahu sifat buruk calon menantunya, orangtua Sejoura tetap menyetujui.

"Mencari tahu apa?"

"Ommik harus menemukan alasan sebenarnya mengapa kita menikah."

Mikko termangu sebentar, ternyata isterinya juga sadar dengan kejanggalan pernikahan mereka. Ia pikir Sejoura adalah tipe wanita cuek, yang tidak akan bisa merasakan keanehan yang terjadi.

"Kamu juga curiga?"

Sejoura menghembuskan nafas berat, "Tentu saja, Saya sangat paham dengan kedua orangtua saya. Ada sesuatu yang membuat mereka tertekan, sehingga memaksa pernikahan ini terjadi."

Mikko mengangguk-anguk, ia juga sependapat dengan Sejoura. Karena cukup kentara dari wajah mereka. Ada beban berat yang mereka sembunyikan.

"Oke! Saya setuju untuk memberikan hadiah ini, tapi saya butuh bantuan kamu untuk memberikan informasi-informasi yang akan sulit dijangkau."

"Ommik tenang saja, saya pasti memberitahu info-info yang dibutuhkan."

Malam pertama mereka ditutupi dengan kesepakatan kerjasama yang dianggap sebagai hadiah pernikahan oleh Sejoura. Padahal, mereka menikah untuk bertaruh mempertahankan hak masing-masing. Namun, mereka malah bekerjasama mencari tahu alasan pernikahan.

Kehidupan Sejoura dan Mikko cukup rumit. Untuk mengikuti keinginan orangtua, mereka harus menikah. Dalam pernikahan itu pun mereka harus berlomba agar bisa berpisah, tapi tetap mempertahankan hak mereka.

"Hei bangun!"

"Euh ... Apa sih, ganggu orang tidur aja."

Mikko menelisik wajah cantik di hadapannya, sangat paripurna. Tanpa sadar Mikko mengulurkan tangan membelai pipi Sejoura. Tampaknya sang isteri sama sekali tidak terganggu, ia tidur sangat lelap.

Cukup lama Mikko melakukan hal itu, hingga Sejoura mulai tertanggu dengan kegiatan sang suami. Mikko sontak menarik tangannya, ketika ia melihat mata Sejoura bergerak.

"Kamu ngapain?"

"N-ngak a-ada. Cepat bangun! Bukannya kamu harus kuliah?" Mikko mengalihkan pembicaraan.

Ia bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah perbincang mereka tadi malam, baik Sejoura maupun Mikko tidak ada yang berganti pakaian. Mereka tidur dengan menggunakan gaun dan tuxedo pernikahan.

"Dasar aneh!" umpat Sejoura.

Selesai mandi Mikko keluar menggunakan handuk kimono, ia tidak mungkin hanya memakai handuk yang memilit di pinggang. Karena ada makhluk lain di kamarnya, yang disebut sebagai isteri.

"Mandi sana! Setelah itu kita turun, mama dan papa pasti sudah menunggu."

Sejoura memasuki kamar mandi dengan merengut, sebab matanya masih sangat mengantuk. Namun, ia cukup tahu diri. Sekarang statusnya telah berubah dan ia juga tidak tinggal di rumahnya lagi. Mau tidak mau, Sejoura harus mengikuti aturan yang berlaku di tempat tinggal barunya.

"Lama banget, sih" protes Mikko.

"Sabar kali, nggak lihat tu gaun saya sulit dibuka." Sejoura menjawab sedikit ngegas.

Mikko tidak tahu bagaimana perjuangan membuka gaun, tapi seenaknya protes.

Setelah memakai pakaian ala ke kampus, Sejoura keluar dari walk in closet. Ia menggunakan celana panjang dengan hoodie kebesaran, tapi malah menambah kadar keimutannya.

"Pakai dasi aja belum bener, sok protes saya lama," sindir Sejoura melirik pada Mikko yang siap untuk ke kantor.

Mikko melihat dasinya yang memang kurang rapi, "Ya udah, sini rapikan!"

"Heh ... Oke. Karena mood saya lagi baik, Saya akan bantu kamu."

Posisi seperti ini terasa cukup intim untuk mereka, apalagi bagi Sejoura yang tidak pernah sedekat itu dengan pria. Namun, ia berusaha santai agar Mikko tidak menyadari. Lain lagi dengan Mikko yang menikmati keadaan seperti ini, dimana ia bisa memandang wajah Sejoura dengan intens. Entah sejak kapan, menatap wajah sang isteri menjadi candu bagi Mikko.

"Sudah!"

"T-terima kasih. Ayo turun!"

Sejoura mepersilakan Mikko untuk jalan lebih dulu dan ia mengikuti dari belakang. Dari kejauhan mereka melihat Samta dan Aldrik tengah berbicang serius, terlihat ada kecemasan dari raut wajah sang mama.

"Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Mikko duduk pada salah satu kursi, sedangkan Sejoura memilih duduk di hadapan Mikko.

"Ah ... tidak ada yang serius. Jou? Kenapa duduk di sini?"

"Kenapa emang, Ma?"

"Nak, kamu udah menikah. Jadi, lebih baik duduk di samping suami kamu, biar gampang melayani dia," ujar Samta lembut.

"Tapi 'kan, Ma—"

"Mama tahu, tapi apa salah jika kalian bersikap layaknya suami isteri? Kalian sah secara hukum dan agama, jadi selama kalian menikah harus tetap menjalankan kewajiban masing-masing."

Wajah Sejoura berubah masam, tidak ada dalam perjanjian mereka harus bersikap seperti suami isteri. Kenapa setelah menikah, aturan-aturan seperti itu malah bermunculan. Dengan berat hati, Sejoura pindah duduk di samping Mikko.

"Kenapa lihat-lihat?" tanya Sejoura ketus.

"Biasa aja kali. Ya udah, ambilin sarapan saya," Mikko sengaja memanfaatkan keadaan. Sambil menggurutu, Sejoura memberikan sepotong roti yang telah diolesi dengan selai cokelat kepada Mikko.

Diam-diam Mikko tersenyum, ia senang karena bisa membuat kesal Sejoura. Mungkin ini sebagai balasan karena sang isteri sering berkata tidak baik kepadanya.

"Ambilin susunya!" pinta Mikko merilik ke arah Sejoura.

Sejoura cengo, susu yang diminta Mikko ada tepat di hadapannya, tapi pria itu malah meminta bantuan dirinya.

"Kamu hanya perlu mengambil. Kenapa dibikin susah, sih?"

"Iya, tapi saya ingin kamu yang memberikannya kepada saya."

Sejoura mulai geram dengan tingkah Mikko, ia tahu laki-laki itu hanya ingin mengerjainya. Meski tidak terima, Sejoura tetap memberikan susu tersebut ke tangan Mikko. Ia mematri dalam hati akan segera membalas suaminya.

"Sekarang, kamu antar saya ke depan!" ujar Mikko, tapi ia merasa Sejoura tidak melakukan pergerakan. Malah Mikko melihat tatapan tajam yang dilemparkan Sejoura kepadanya.

"I-itu kebiasaan mama saat papa pergi bekerja. Bukankah Sejoura juga harus melakukan hal yang sama, Ma?" Mikko mencari dukungan.

"Iya, Sayang. Apa yang dikatakan Mikko benar, kamu antar suami kamu ke depan ya."

"Tidak! Kenapa aku harus melakukan semua ini. Bukankah kami hanya perlu bertaruh, agar salah satu dari kami meminta untuk berpisah?"