webnovel

Penyesalan(Tamat).

Sampai di markas.

Di ruang tertutup itu Reza di interograsi, ada aja alibi yang dia kemukakan kepada para detektif itu.

"Saya sebenarnya mau bertamu ke rumah pak Darman, Pak tapi tiba-tiba saya melihat pak Darman dan keluarganya sudah terbujur kaku." Begitulah yang keluar dari mulutnya.

"Lalu senapan ini, ada bukti sidik jarimu itu bukti kau yang membunuh keluarga Darman, Reza." Tekan Nano sambil memperlihatkan senapan itu di depan Reza.

Reza mencoba tenang tapi hatinya terungkap rasa takut dan cemas.

"Pak, waktu itu saya memang gak sengaja pegang senapan itu." Sahut Reza, Santai tapi tidak ada ketenangan di hatinya.

Lagipula senapan itu adalah pribadi miliknya untuk membunuh pak Darman, sebenarnya dia hanya ingin membunuh pak Darman pribadi bukan beserta keluarganya tapi entah mengapa godaan setan mengganggunya .

"Darimana polisi-polisi itu tahu keberdaan senapan ku?" Lirihnya dalam hati.

Egar menatap mereka dari balik kaca dan mendengar percakapan rekan nya dan Reza.

"Sepertinya Reza berbohong." Ungkapnya dalam hati.

Beberapa menit kemudian...

Nano keluar dari ruangan nya tinggal lah Nano seorang diri.

"Apa dia beralibi?" Tanya Egar pada Nano.

Nano mendongak kan kepalanya.

"Entahlah, Gar." Jawab Nano, Lesu.

"Aku yakin dia berbohong, dia boleh tenang tapi gerakan tubuhnya dia tidak berkata jujur." Kata Egar, Yakin.

Nano menghela nafas.

"Biar aku yang kesana." Sambungnya.

"Percuma, Gar." Gumam Nano, putus asa.

"Jangan cemas, aku bawa ini, aku akan membuatnya mengakui semua nya." Sahut Egar, santai sambil membawa buku harian pak Darman.

"Buat apa itu, Gar?" Tanya Nano sambil mengkerutkan keningnya.

"Kita lihat saja,nanti." Jawab Egar sambil tersenyum penuh arti.

Nano menggelengkan kepalanya seolah mengatakan" Apa kamu bisa? sedangkan aku dan teman yang lain nya saja, gak berhasil."

Egar masuk ke dalam ruangan itu...

"Reza." Panggilnya.

Reza mendongak .

"Reza, aku tahu kau lah pelakunya." Tekan Egar, tenang.

"Pak sa...."

"Saya tahu." Potong Egar.

"Reza, mana ada orang bertamu itu tengah malam, ngomong-ngomong ada perlu apa sehingga tengah malam ingin bertamu kerumah pak Darman?gak mungkin dong kalau gak ada yang penting." Ujar Egar sambil menyipitkan sebelah matanya.

Reza semakin tersudut keringat keluar dari keningnya.

Di perumahan taman Raflesia.

"Gak menyangka ya pak Darman dan keluarganya harus tewas terbunuh." Ungkap bu Darsih, sedih.

"Iya, bu saya suka mengenang kebaikan pak Darman dan keluarganya." Sambung bu Rukma.

"Siapa sih...yang tega membunuh mereka?" Tanya bu Dido sambil menggelengkan kepalanya.

Kembali ke markas..

Entah berapa kali Reza beralibi dan berkali-kali menghindar.

Tapi Egar tak menyerah sampai disini saja lalu pada akhirnya Reza menangis dan mengungkapkan segalanya.

"Sebenarnya saya fokus ingin membunuh pak Darman, pak saya gak ada niat memunuh keluarganya juga." Ungkap Reza sambil menitik kan air matanya.

Yang Egar rasakan saat ini adalah Reza tidak berbohong kali ini air mata Reza bukan air mata palsu.

"Apa alasannya kau ingin melakukan itu?" Tanya Egar, pelan tapi masih terdengar oleh Reza.

Reza pun bercerita kalau dia memiliki dendam pada pak Reza yang sudah merebut perusahaan sang ayah dan pak Darman tega membunuh ayahnya.

"Saya marah, Pak! mengapa Darman melakukan itu?padahal ayahku itu sahabatnya."Lirih Reza, serak.

"Reza, pak Darman tidak berusaha merebut perusahaan ayahmu tapi menyelamatkan perusahaan ayahmu yang hampir bangkrut karena pemiliknya sendiri yaitu ayahmu yang menghancurkan nya sendiri, kalau kamu ingin tahu, Reza ayahmu menghamburkan uang perusahaan untuk para selingkuhan nya." Desis Egar.

Reza terkejut dan melotot.

"Pak, jaga bicara bapak tentang ayah saya ya!" Sentak Reza, panas.

"Saya tahu kamu menyayangi ayah kamu, tapi kamu tahu tidak ayah mu tidak pernah menyanyangimu dan ibumu dari kau bayi pun kau tak pernah di gendongnya apa mengazani mu ibu mu kerap kali jadi korban kemarahannya sampai ajal ibumu tiba karena tubuh nya yang tidak kuat menerima pukulan tongkat suaminya." Ungkap Egar.

"Hentika! Hentikan, Pak! mana mungkin ayah membunuh ibu?" Reza menggeleng tak percaya.

"Mungkin saja, Reza."

"Apa buktinya, pak? tanya Reza dengan nada tinggi.

"Baca ini." Reza menyerahkan sebuah buku harian pak Darman.

"Apa itu, Pak?" Reza mengkerutkan keningnya.

"Baca saja." Tekan Egar.

Reza membuka buku harian pak Darman dengan rasa gamang lalu dengan serius dia membaca nya ungkapan hati pak Darman di buku itu.

Beberapa menit kemudian...

Reza terduduk lemas dan menangis.

"Jadi semua ini pak Darman yang menyelamatkan perusahaan ayah, jadi selama ini ibu meninggal karena ayah bukan di rampok seperti yang katakan pada ku, bahkan..bahkan ayah yang sudah menghacurkan perusahaannya sendiri tapi saya yang sudah menuduh pak Darman merebut perusahaan ayah." Katanya sambil terduduk lesu.

"Satu lagi, Reza pak Darman menemukan ayahmu sudah terbujur kaku." Sambung Egar.

"Apa? Jadi bukan pak Darman pelakunya? lalu siapa?" Tanya Reza, pelan.

"Ayahmu terbunuh oleh rekan nya sendiri, Reza kebetulan pak Darman yang menemukan nya."

"Oh...Astaga jadi selama ini..."

"Iya....Reza, selama ini kau salah paham terhadap pak Darman, pak Darman tak sejahat itu, Reza." Potong Egar.

Kaki Reza terasa lemas dia menangis pilu sambil menjatuhkan dirinya sendiri di lantai sambil menyesali perbuatan nya itu.

Apa pun yang terjadi nasi sudah menjadi bubur pak Darman dan keluarganya tak mungkin hidup lagi.

Andai waktu dapat di putar ke masa lalu Reza tak ingin tersulut emosi dendam yang salah kini dia menyesali semuanya.

Dia pun pasrah saat petugas memborgol kedua tangan nya dan membawanya ke hotel rodeo alias penjara, lelaki gagah itu tertunduk lesu.

Egar mengusap peluh nya sambil duduk menatap buku harian itu .

Di luar ruangan.

"Penyesalan memang datang nya selalu dj belakang." Ungkap pak Galih ssmbil menggelengkan kepalanya, sedih.

Tamat.