webnovel

Istri Simpanan

Fiona tak ingin hubungannya dengan Nathan kandas hanya karena masalah ini. Fiona pun menulis pesan pada kekasihnya itu.

[Maafin aku ya. Besok kita ketemuan yuk!]

Fiona berharap pesannya itu di balas oleh sang kekasih tapi nyatanya Nathan hanya membacanya saja, ia tidak membalas pesan dari Fiona.

Entah bagaimana caranya Fiona meminta maaf pada sang kekasih. Fiona merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Di satu sisi, perasaannya sakit karena Nathan yang belum memaafkannya, tapi di sisi lain, ia juga bahagia karena ia sudah bisa mendekati Filio.

Drrtt ...

Ponsel milik Fiona bergetar, ia kembali meraih ponselnya itu, lalu membaca pesan yang masuk.

[Vin, kamu lagi apa?]

Filio yang mengirim pesan padanya.

[Aku lagi istirahat nih]

[Tadi nggak di omelin kan sama Papa, saat kamu sampai di rumah?]

[Nggak kok]

[Alhamdulillah]

Fiona berharap Nathan yang mengirim pesan padanya, tapi malah ternyata malah Filio.

Drrttt ... Drrttt ...

Ponsel milik Fiona kembali bergetar, kali ini Mama Iren yang menelepob sang putri. Fiona langsung menerima panggilan dari Mamanya itu.

[Assalamualaikum, Fio.]

[Iya, waalaikumsalam Ma.]

[Tadi kamu kemana sih? Devan sampai telepon Mama.]

[Ketemu sama teman.]

[Oh, memangnya nggak pamit sama Papa?]

[Pamit.]

[Kok Papa dan Devan sampai cariin kamu?]

[Iya, karena aku izinnya pergi sama Nathan padahal bukan.]

[Oh gitu, lain kali bilang aja terus terang sama Papa, mau pergi sama siapa. Jangan membuat orang tua khawatir!]

[Iya.]

[Oh iya, selamat ulang tahun ya. Semoga kamu tambah dewasa, kamu bisa jadi orang yang bermanfaat dan kamu bisa jadi anak yang membanggakan untuk Mama dan Papa.]

[Aamiin. Makasih, Ma.]

[Iya.]

[Lalu Mama, nggak mau jadi orang tua yang membanggakan untuk aku?]

[Maaf Fio kalau Mama nggak bisa seperti itu. Maafkan Mama ya!]

Seketika Fiona meneteskan air mata, ia masih saja menangisi keluarganya yang sudah tidak sempurna seperti dulu.

[Sudahlah, Ma. Percuma juga Mama minta maaf, nggak akan membuat luka di hati aku ini sembuh.]

[Seiring berjalannya waktu, kamu akan mengerti mengapa Mama memilih laki-laki lain dari pada meneruskan berumah tangga bersama Papa kamu.]

[Nggak Ma, alasan apapun nggak akan bisa aku mengerti!]

[Ya sudah kalau begitu. Sekarang, kamu istirahat ya.]

[Iya.]

[Assalamualaikum.]

[Waalaikumsalam.]

Fiona menutup teleponnya. Ia kembali menangis. Di usianya yang baru menginjak sembilan belas tahun ini bukannya bahagia yang menyapa tapi malah kesedihan yang membersamainya.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Fiona!" Panggil Papa Febri. Fiona langsung menghapus air matanya. Ia tak ingin terlihat bersedih di hadapan sang papa.

Fiona membukakan pintu kamarnya.

"Papa berangkat kerja dulu ya!" Pamit Papa Febri.

"Iya, hati-hati Pa." Fiona mencium punggung tangan sang papa.

"Nih uang untuk makan malam kamu dan adikmu!" Papa Febri memberikan uang seratus ribu rupiah pada Fiona. Fiona pun mengambil uang tersebut.

Kini ia hanya berdua bersama Devan, di rumah. Fiona beranjak ke kamar sang adik.

"Van, mau makan apa malam ini?" Tanya Fiona.

"Kakak mau beli apa? Sini uangnya biar aku yang belikan makanannya!"

Fiona pun memberikan uang pada Devan, ia menyuruh adiknya itu untuk membeli sate ayam di perempatan jalan. Fiona beranjak ke belakang untuk mencuci beras, ia akan memasak nasi. Fiona harus lebih mandiri dan kuat karena keadaan yang memang memaksa ia harus seperti itu.

Setelah itu, Fiona kembali ke dalam kamarnya. Ia berdiri di hadapan cermin. Batinnya masih merasakan kesedihan akibat luka yang dirasakannya karena perceraian kedua orang tuanya, tapi hidup harus terus berjalan, tak mungkin ia terus-menerus berada dalam kesedihan. Ia harus bisa membahagiakan dirinya sendiri, bagaimanapun caranya. Tak ingin lagi ia berharap untuk dibahagiakan oleh kedua orang tuanya yang kini memilih jalan hidupnya masing-masing.

Di waktu yang sama, Filio sedang makan malam bersama keluarganya di rumah.

"Anak laki-laki Mama sepertinya lagi senang banget hari ini." Ucap Mama Citra yang melihat raut wajah Filio yang berbeda.

"Biasa aja!" Sahut Filio.

"Beda lho wajah kamu! Seperti orang yang sedang jatuh cinta."

"Masa sih, Ma?"

"Iya."

Tebakan Mama Citra benar, memang Filio mulai merasakan getaran cinta terhadap Fiona atau yang ia kenal dengan nama Vinia. Dari pandangan mata lalu jatuh ke hati. Kalau hanya cantik, mungkin banyak wanita di luar sana yang Filio temui, tapi pada diri Fiona, ia juga menemukan suatu kecocokan.

Namun Filio belum berani bercerita pada kedua orang tuanya tentang Fiona, ia masih ingin menyembunyikannya, nanti pada saatnya tiba Filio pasti akan menceritakan pada kedua orang tuanya.

Fiona pun bertepuk tangan untuk dirinya sendiri karena ia sudah bisa mendekati Filio, laki-laki yang menjadi sasarannya itu, ia akan terus membuat Filio merasakan jatuh cinta kepadanya.

Fiona sedang makan berdua sang adik, di ruang tengah. Bukan hanya Fiona yang merasakan kesepian karena tak ada Mama Iren lagi di rumah, tapi Devan pun merasakannya. Devan adalah seorang anak laki-laki yang cukup dekat dengan sang mama.

"Kak, tadi Kakak sebenarnya pergi sama siapa sih?" Tanya Devan.

"Kalau Kakak cerita, kamu jangan ceritakan lagi ke Ayah ya, apalagi ke Mama!"

"Iya."

"Janji ya jangan lemes!"

"Iya."

"Tadi Kakak ketemu sama anaknya suami Mama."

"Hah, kok bisa?"

"Jadi, saat kemarin Kakak mengikuti laki-laki yang bernama Rizal sampai ke rumahnya, Kakak bertemu dengan Filio, anak laki-lakinya. Filio menegur Kakak saat Kakak sedang meneduh karena hujan di depan rumahnya, lalu kita kenalan. Dia meminjamkan jaket dan jas hujannya pada Kakak. Dan tadi, Kakak ketemuan sama dia." Cerita Fiona.

"Oh, jadi jaket dan jas hujan yang semalam ada di motor aku itu punya dia?"

"Iya."

"Lalu, dia juga tau kalau Kakak anak dari istri Papanya?"

Fiona menggelengkan kepalanya, "nggak, Filio nggak tau kalau Kakak adalah seorang anak dari istri simpanan Papanya."

"Istri simpanan?"

"Iya, Mama itu cuma istri simpanan. Karena Filio sendiri sepertinya nggak tau kalau Papanya sudah menikah lagi dengan wanita lain."

"Terus, maksud Kakak bertemu dengan Filio, untuk apa?"

"Kakak mau membuat dia jatuh cinta pada Kakak, setelah itu Kakak akan meninggalkannya."

"Tapi Kak ... "

"Kenapa?"

"Jadi cewek jangan jahat!"

"Yang jahat itu Papanya Filio, yang udah tega merusak kebahagiaan rumah tangga kedua orang tua kita."

"Tapi kan Mama dan laki-laki yang bernama Rizal itu saling cinta, kita juga nggak bisa hanya menyalahkan laki-laki yang bernama Rizal. Karena kalau Mama nggak membuka hati, Mama dan laki-laki itu nggak akan berselingkuh." Jelas Devan, yang sudah bisa berpikir dewasa di usianya yang baru menginjak tujuh belas tahun.

"Iya, Kakak juga benci sama keduanya. Tapi biarkanlah Kakak melampiaskan kebencian Kakak pada laki-laki yang bernama Filio itu!"