webnovel

Dhafin Bertemu Narendra

Adzan maghrib sudah berkumandang, Pak Yono yang baru saja mengendarai mobilnya harus memberhentikannya lagi. Kali ini ia memberhentikan mobil di halaman sebuah masjid.

"Sholat maghrib dulu ya." Ucap Narendra sambil menoleh ke belakang.

Zoya pun menganggukkan kepalanya, lalu ia dan kedua adiknya turun dari mobil.

"Kak, kok Bos kakak baik banget sih mau antar kita ke rumah sakit?" Tanya Tiara saat mereka sedang berjalan ke tempat wudhu.

"Iya, Pak Narendra memang baik."

"Coba aja kita punya Om yang baik seperti Bos Kakak ya!" Ucap Erina.

Zoya mengernyitkan keningnya. "Hah, Om?"

"Iya. Bos Kakak itu kan seperti Om-om." Sambung Erina.

"Iya. Usianya memang jauh di atas Kakak." Jelas Zoya.

Pemikiran Zoya ternyata sama dengan kedua adiknya. Narendra memang lebih cocok menjadi Om untuk Zoya dari pada suaminya.

'Andai saja mereka berdua tau kalau Narendra adalah calon suamiku, pastinya mereka berdua akan terkejut.' Batin Zoya. Ia belum bisa menceritakan tentang ini pada siapapun termasuk pada kedua orang tuanya.

Zoya dan kedua adiknya sudah selesai sholat, lalu mereka kembali ke dalam mobil.

"Laper nggak? Mau makan dulu nggak?" Tanya Narendra sambil memandangi tiga wanita yang duduk di belakang.

Zoya dan ketiga adiknya menggelengkan kepalanya.

"Oke, nanti aja makannya ya." Ucap Narendra.

Bukannya Zoya belum lapar, tapi ia hanya malu jika mengakuinya. Begitupun kedua adiknya yang malu jika mengatakan kalau mereka sudah mulai lapar.

Perjalanan menuju ke rumah sakit pun dilanjutkan.

Drrttt ... Drrttt ...

Ponsel milik Zoya yang ia simpan di dalam tasnya bergetar. Zoya pun meraihnya, lalu melihat nama yang berada di layar ponselnya tersebut.

"Dhafin."

Zoya langsung mengangkat panggilan dari kekasih hatinya tersebut.

[Hallo.]

[Iya hallo Sayang, kamu lagi dimana?]

[Hhmmm, aku lagi di jalan mau ke rumah sakit.]

[Oh, dari kantor?]

[Dari rumah. Tadi pulang dulu ke rumah jemput Tiara dan Erina.]

[Aku mau ke rumah sakit juga ya hari ini. Sekalian mau ketemu kamu.]

[Ee ... T-tapi, kenapa nggak besok aja. Jemput aku di kantor sekalian deh ke rumah sakit?]

[Aku kangen banget sama kamu, sekalian mau jenguk Ayah kamu. Nggak apa-apa kan?]

Zoya juga merasakan perasaan yang sama, ia pun rindu dengan Dhafin, tapi ia takut jika nanti Dhafin bertemu dengan Narendra, lalu mereka berdua ngobrol.

[Gimana Sayang? Nggak apa-apa kan kalau nanti aku ke rumah sakit?]

[Yaudah deh, iya nggak apa-apa.]

[Sampai bertemu di rumah sakit ya.]

[Iya.]

[Bye Sayang.]

[Bye.]

Zoya menutup teleponnya, lalu ia menulis pesan pada Narendra.

[Pak, nanti pacar saya mau datang. Bapak jangan pernah memperkenalkan diri sebagai calon suami saya ya. Bapak jangan sampai bicara macam-macam dengannya, karena saya masih mencintai pacar saya.]

Drrttt ...

Ponsel Narendra yang berada dalam genggamannya bergetar, ia langsung membuka pesan yang masuk, lalu membaca pesan dari Zoya tersebut.

[Oke.]

Narendra membalas singkat pesan dari Zoya. Narendra baru tahu kalau ternyata Zoya masih mempunyai kekasih. Karena ia belum pernah menanyakan pada Zoya sebelumnya.

Sudah tiba di rumah sakit, Pak Yono memarkirkan kendaraannya, lalu Narendra turun dari mobil, ia mengikuti langkah Zoya dan kedua adiknya.

Sampai di depan ruangan mawar, Zoya masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Kamu datang sama siapa?" Tanya Ibu Ratna yang masih menjaga Ayah Hendra.

"Sama Tiara, Erina dan juga sama Pak Narendra." Jawab Zoya seraya mencium punggung tangan ibu dan Ayah Hendra yang sudah lebih baik.

"Oh, yaudah suruh masuk bergantian!" Titah Ibu Ratna.

Zoya menyuruh atasannya itu untuk masuk ke dalam ruangan. Narendra pun langsung masuk ke dalam.

"Pak!" Sapa Narendra, lalu mencium tangan Ayah Hendra.

"Ini bos aku di kantor, Yah." Ucap Zoya.

"Oh." Ucap Ayah Hendra sambil sedikit tersenyum pada Narendra.

Ayah Hendra belum mengetahui kalau Narendra akan menikahi Zoya. Nanti Zoya yang akan memberitahukannya saat Ayah Hendra sudah kembali ke rumah, tapi untuk memberitahukan jika pernikahan yang akan ia laksanakan nanti hanya pernikahan kontrak, rasa Zoya tak tega, karena bisa-bisa kedua orang tua Zoya melarang pernikahan itu terjadi. Orang tua mana yang tega merestui pernikahan anaknya hanya untuk melunasi hutangnya? Pastinya kedua orang tua Zoya pun tak ingin putrinya jatuh dalam pernikahan seperti itu. Teringat tentang pernikahan itu, Zoya kembali bersedih, tapi ia tak ingin memperlihatkan kesedihan itu di depan sang ayah.

"Bapak gimana keadaannya?" Tanya Narendra.

"Alhamdulillah sudah lebih baik. Besok sudah boleh pulang."

Zoya menyernyitkan keningnya. "Apa? Sudah boleh pulang?" Zoya terkejut mendengar ucapan sang ayah.

"Iya, sudah boleh pulang."

"Kenapa sih? Harusnya kamu senang dong Ayah kamu sudah boleh pulang." Tutur Narendra.

Namun kepulangan Ayah Hendra ke rumah, ibarat bencana untuk Zoya, karena itu berarti hari pernikahannya sudah semakin dekat.

"Iya, aku senang Ayah besok sudah boleh pulang." Tutur Zoya dengan wajahnya yang tidak sedikitpun menunjukkan ekspresi bahagianya.

"Nah gitu dong!" Balas Narendra.

"Terima kasih ya Pak, sudah menjenguk saya." Ucap Ayah Hendra.

"Iya."

"Besok kira-kira pulangnya jam berapa ya?" Tanya Narendra.

"Saya belum tau, Pak." Jawab Ayah Hendra.

Zoya menatap atasannya itu, "memangnya kenapa, Pak?"

"Hhmmm kamu lupa ya? Nanti kita bicarakan diluar aja." Ucap Narendra.

Zoya lupa kalau semua biaya rumah sakit Ayah Hendra, Narendra yang menanggungnya dan Narendra besok yang akan membayarkannya. Yang ada dalam ingatan Zoya hanya tentang pernikahan kontrak saja.

Zoya dan Narendra pun keluar ruang rawat, lalu kedua adik Zoya masuk ke dalam.

Narendra duduk di kursi, lalu Zoya duduk di sebelahnya.

"Kamu lupa ya kalau saya harus membayar biaya rumah sakit Ayah kamu." Ujar Narendra.

"Oh iya, maaf saya lupa, Pak."

"Terima kasih ya, Pak. Bapak mau meminjamkan uang untuk kami. Nanti saya dan suami, insya Allah akan mencicilnya." Ucap Ibu Ratna.

Zoya dan Narendra pun saling pandang. Ibu Ratna tidak tahu kalau Zoya harus membayar hutangnya itu dengan sebuah pernikahan kontrak.

"Iya, Bu." Balas Narendra sambil tersenyum.

Narendra pun tak ingin mengatakan tentang dirinya yang ingin menikahi Zoya. Ia membiarkan Zoya yang nanti akan memberitahukan kedua orang tuanya.

Tak lama kemudian, datanglah laki-laki berperawakan tinggi, kurus dengan rambut belah pinggir, ia memakai kaos berwarna hitam dengan lapisan luar jaket jeans, lalu ia juga memakai celana jeans, ia adalah Dhafin.

"Zoya!" Sapa Dhafin.

"Hai!" Zoya berdiri dari tempat duduknya, lalu ia tersenyum pada kekasihnya itu.

Dhafin bersalaman pada Ibu Ratna. "Apa kabar, Fin?" Tanyanya.

"Alhamdulillah baik, Bu."

Setelah itu Dhafin juga bersalaman pada laki-laki yang duduk di sebelah Ibu Ratna. Dhafin memperhatikan laki-laki yang memakai kemeja berwarna cokelat muda itu, ia tidak tahu siapa laki-laki itu, ia baru pertama kali melihatnya.