Begitu selesai membicarakan masalah pekerjaan, Nenek Jiang mengajak Aaron Liu untuk segera kembali ke rumahnya. Ada banyak hal yang harus dilakukannya.
"Besok lusa, cucuku akan kembali. Aku ingin kamu ikut menjemputnya ke bandara," ucap seorang wanita tua yang masih tampak gesit dan sangat bersemangat. Usia sama sekali tak menjadi penghalang bagi Nenek Jiang. Dia tetap bisa mengurus perusahaan dan juga berbagai kesibukan lainnya.
"Baiklah, Nek. Aku akan mengantar Nenek ke bandara besok lusa. Apakah kita akan langsung pulang?" Aaron Liu mencoba memastikan ke mana mereka akan pergi.
Nenek Jiang masih berjalan dengan langkah cepat menuju mobil. Tak berapa lama, ia menghentikan langkah lalu berbalik memandang sosok pria mudah di belakangnya.
Sudah sangat jelas jika ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh Nenek Jiang. Sepertinya ia sedang berpikir atau mempertimbangkan sesuatu di dalam hati. Apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh wanita tua yang baik hati itu?
"Kita pergi ke toko perabotan. Ada beberapa barang yang ingin kubeli sebelum cucuku kembali," ujar Nenek Jiang pada seorang pria yang sudah bersiap untuk melajukan mobil. "Apakah kamu mengetahui sebuah toko yang menjual barang-barang bagus?" tanyanya.
"Aku akan mengantarkan Nenek ke sebuah toko yang menjual perabotan yang terbaik di kota ini." Aaron Liu sangat mengetahui sebuah toko furniture langganan keluarganya. Bahkan seluruh barang di rumah mantan tunangannya juga dibeli di sana.
Tak butuh lama untuk sampai di toko itu, mereka berdua sudah berada di sebuah gedung pertokoan tiga lantai yang cukup luas. Dari luar bangunan, tampak tak terlalu ramai. Mungkin saja itu adalah keberuntungan Nenek Jiang datang di saat kondisi sedikit sepi. Biasanya selalu saja penuh sesak.
Layaknya seorang bodyguard yang mengawal bos-nya, begitulah penampilan Aaron Liu saat itu. Saat masuk ke dalam, seorang pelayan toko langsung menyapa dan memberikan pelayanan terbaik untuk mereka.
"Ada yang bisa saya bantu, Mr. Aaron?" Tiba-tiba seorang perempuan cantik dengan pakaian ketat dan cukup sexy menghampiri mereka berdua.
Aaron nampak terkejut dengan kehadiran seorang perempuan yang seolah sudah mengenalnya. Ia pun memperhatikan perempuan itu dengan seksama, mencoba untuk mengingat sesuatu yang mungkin saja telah dilewatkannya.
"Apakah Anda mengenal saya?" Pertanyaan itulah yang terlontar dari Aaron Liu setelah mencoba mengingat namun tak menemukan apapun. Rasanya sangat penasaran dengan seorang perempuan yang sejak tadi mengulum senyum penuh arti padanya.
"Tentu saja, Mr. Aaron. Bukankah Anda yang beberapa waktu lalu membeli banyak perabot untuk calon istri Anda?" Perempuan itu mencoba mengingatkan hal itu pada pelanggannya. Pesona dan juga ketampanan Aaron Liu tak bisa dilupakan begitu saja. Perempuan itu bahkan bisa mengingat dengan sangat jelas.
Aaron Liu akhirnya mengingatnya. Perempuan itulah yang membantunya memilih beberapa perabot untuk isi rumah sang calon istri kala itu. Sayangnya, hubungan mereka benar-benar hancur dan bersisa.
Pria itu telah dilemparkan ke jalanan tanpa bekas kasihan sedikit pun. Tak ada hal apapun yang tersisa di antara mereka. Bahkan Miranda Choi telah membatalkan rencana pernikahan mereka berdua.
"Kalau begitu, bantu Nenek Jiang memilih perabot kali ini. Aku percayakan padamu," ucap Aaron Liu pada sosok perempuan sexy yang bekerja di toko itu.
"Silahkan, Nyonya. Saya akan merekomendasikan beberapa perabot untuk Anda." Tanpa membuang waktu, perempuan tadi langsung membawa Nenek Jiang menuju ke sebuah ruangan di mana koleksi terbaik toko itu dipajang.
Dalam sekali pandang saja, Nenek Jiang cukup menyukai segala desain dan juga barang premium berada di sana. Hal itu membuatnya menjadi sangat bingung untuk memilih perabot untuk kamar cucunya.
Setelah melihat-lihat sebentar, wanita tua itu mendekati Aaron Liu yang kebetulan berada tak jauh dari sana. Nenek Jiang berdiri di sebelahnya dan memperhatikan pria itu sekilas.
"Aku serahkan semua pilihan padamu, Aaron. Itu menjadi tugasmu untuk menjadi asistenku," ucapan Nenek Jiang sangat menyakinkan. Dia mempercayakan segala pilihan pada seorang pria mudah yang sudah beberapa kali menyelamatkan dirinya.
"Tapi, Nek ... bagaimana jika cucu Anda tak menyukai pilihanku?" Aaron Liu tentu saja tak ingin salah memilih. Apalagi harga semua barang di sana sama sekali tak murah. Dia sangat tahu seberapa mahal segala perabot yang di jual di sana.
"Urusan itu biar aku yang mengurusnya. Tugasmu hanya memilih beberapa barang yang sesuai dengan pilihanmu saja," tegas Nenek Jiang pada pria di sebelahnya.
Wanita tua itu sangat mempercayakan semuanya pada Aaron Liu. Entah mengapa, Nenek Jiang merasa jika pria itu cukup mampu diberikan tanggung jawab yang lebih besar. Ada sebuah daya tarik tersendiri yang berhasil membuatnya sangat mempercayai pria yang baru ditemuinya beberapa hari yang lalu.
Dengan bantuan si pelayan toko tadi, Aaron Liu memilih beberapa perabot yang sekiranya cocok untuk kamar seorang perempuan. Meskipun ia masih belum bertemu dengan cucu Nenek Jiang, setidaknya pria itu bisa mengira-ngira sendiri.
Setelah beberapa menit berlalu, Aaron Liu sudah selesai memilih semua barang yang mungkin saja akan cocok bagi cucu di Keluarga Jiang. Dia sangat berharap jika Nenek Jiang juga tak kecewa dengan pilihannya.
"Aku sudah selesai memilih, Nek. Bagaimana menurut, Nenek?" Aaron Liu menunjukkan barang apa saja yang sudah dipilihnya. Kebetulan sekali si pelayan toko memiliki sampel yang menjadi yang didisplay di ruangan itu.
"Pilihanmu lumayan juga, Anak muda. Tak salah aku meminta bantuanmu," puji Nenek Jiang pada pria lajang di sebelahnya.
"Nenek terlalu memuji." Aaron Liu tampak malu-malu mendengar pujian itu. Sudah sangat lama ia tak mendengar seseorang memujinya.
Begitu selesai melakukan proses transaksi, mereka segera beranjak dari sana. Barang-barang akan diantarkan keesokan harinya, atau sesuai dengan permintaan pelanggan.
Begitu masuk ke dalam mobil, Nenek Jiang terus saja menatap pria yang bersamanya itu. Ada sebuah rasa penasaran yang sejak tadi sangat mengusik. Rasanya tak nyaman jika ia menyimpannya saja tanpa menanyakan hal itu padanya.
"Apakah benar jika kamu sudah memiliki calon istri, Aaron?" tanya Nenek Jiang dengan sangat hati-hati. Ia tak ingin membuat pria muda itu tak nyaman atas pertanyaannya.
"Benar, Nek. Tapi aku sudah dicampakkan sekarang. Dia bahkan melemparkan cincin pertunangan kami tepat di hadapanku. Bisa-bisanya perempuan itu membatalkan pernikahan kami begitu mendengar keluargaku bangkrut," jelas Aaron Liu tanpa menutupi apapun.
Tak ada sesuatu yang bisa ditutupinya dari Nenek Jiang. Akan sangat berdosa jika ia mencoba untuk membohongi seseorang yang sudah begitu baik mau memberikan tempat tinggal dan kehidupan yang layak baginya.
'Jadi inilah yang membuatmu begitu menyedihkan,' gumam Nenek Jiang sangat pelan dan sama sekali tak terdengar oleh Aaron Liu.