webnovel

Melisa [Cinta Pertama]

Melisa Aurelie gadis remaja yang tak bisa melupakan cinta pertamanya. Dion, terpaksa harus pindah ke luar kota karena mengurus sang Ibu yang tengah sakit. Menjalani cinta jarak jauh terasa berat, tapi tak pernah menjadi beban bagi Melisa. Dia yakin bisa melewati semua ini. Tapi itu hanya berlaku bagi Melisa saja. Suatu ketika Dion menghilang tanpa kabar, membuat hati Melisa hancur, dalam ketidak—pastian, akan tetapi gadis itu tetap menunggu Dion kembali. Hingga datang seorang pria dari masa lalu, dan mampu mengobati sakit hatinya. Namanya, Bagas, dia adalah teman masa kecil Melisa. Tapi di saat Melisa mulai melupakan Dion, serta sudah menetapkan hatinya untuk Bagas, di saat itu pula Dion datang kembali, dan membuat hati Melisa dirundung dilema.

Eva_Fingers · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
93 Chs

Memancing Keributan

"Duh, Mbak Mel, jangan peluk-peluk saya, Mbak!" teriak Bagas.

Aku pun sampai, tersentak.

"Kenapa?" tanyaku.

"Engap!" jawab Bagas.

"Ih ngeselin banget sih, kamu lagi balas dendam ya?" tuduhuku kepada Bagas.

Dengan segera dia menyangkalnya.

"Eh, enggak lagi balas dendam sih, Mbak, cuman beneran engap! Mbak Mel, mau saya mati gara-gara sesak nafas?"

"Ah lebai!" Aku mendengus kesal.

Tak lama Tante Diani masuk kembali, dan dia membawa serta koper miliknya.

"Loh, kok di bawa masuk lagi sih, Tante?" tanyaku dengan heran.

"Iya, Mel, kita gak jadi pergi sekarang, mobilnya pecah ban, terus sopirnya dilarikan ke kelinik," jelas Tante Diani.

"Hah, kok bisa, Tente? Kenapa sopirnya dibawa ke klinik?"

"Sopirnya, kena serangan jantung, Mel, karna kaget denger ban meletus!" jelas Tante Diani.

"Lah, kok bisa begitu ya?" Aku menggaruk-garuk keningku sendiri.

Entah aku harus senang atau harus sedih karna tidak jadi pulang hari ini, tapi setidaknya aku bisa santai sdikitlah ....

Tapi anehnya Bagas malah tampak girang melihatku tidak jadi pulang.

"Yes! Mbak Mel, gak jadi pulang hari ini!" Anak lelaki itu malah jingkrak-jingkrak tak karuan.

"Ih, dia ngapain sih?" Aku mengernyitkan dahi dengan tatapan heran.

***

Aku belum memberitahu kepada Dion, kalau aku tidak jadi pulang hari ini. Sedangkan Bagas, sejak tadi masih berada di sini, malah sekarang dia membawa serta Mel, kucingnya.

"Mbak Mel, masih pusing ya?"

"Udah engga sih,"

"Gimana kalau kita jalan-jalan yuk,"

"Mau jalan-jalan kemana sih, Gas! Panas ah ...." keluhku sambil cemberut.

"Ayo, Mbak Mel, kita nongkrong di tempat yang adem kok," ujarnya.

Meski sudah menolaknya tapi Bagas terus memaksaku hingga pada akhirnya aku mau menuruti ajakan Bagas.

Dia menggiringku menuju pematang sawah.

"Bagas, kita mau ngapain sih pergi ke sini!"

"Udah, Mbak Mel, diam aja!" Bagas menyuruhku duduk di dalam gubuk.

"Mbak Mel, tunggu di sini ya," ucap Bagas, dan dia juga menaruh kucingnya di pangkuanku, lalu dia pergi.

Tak berselang lama dia kembali lagi dan membawa dua buah joran pancing.

"Mbak Mel, kita mancing yuk!" ajak Bagas sambil tersenyum.

"Mancing?" Aku mengernyitkan dahiku.

"Iya, Mbak Mel, dulu, 'kan jago mancing!" ucap Bagas, penuh antusias.

Aku hampir lupa kenangan tentang ini, dulu tepat di tempat kuberdiri ini, aku dan Bagas tengah memancing bersama. Bagas yang paling antusias mengajakku memancing tapi yang mendapat banyak ikan malah aku, Bagas hanya mendapat 1 ekor, dan itu saja berukuran kecil.

Waktu itu Bagas, sangat takjub melihatku berulang kali dia memuji dan berkata 'wah hebat' setiap aku berhasil menangkap satu ikan dari kailku.

Mengingat kisah itu tak sadar bibirku tersenyum.

"Mbak Mel, gak kenapa-kenapa?" tanya Bagas.

Aku yang keget mengerjapkan kedua mataku dengan reflek.

"Kirain, Mbak Mel, kesambet jin sawah hehe," kelakar Bagas.

"Ih, Bagas! Ngacok ih!" Aku menoyor kepalanya, habisnya dia kalau bicara asal-asalan banget. Aku yang penakut ini jadi merinding, takut kalau ada jin beneran yang lewat.

"Udah jangan ngelamun mulu, buruan ayo kita mancing!" sergah Bagas. Dia menyodorkan satu joran untukku.

Walau terkesan kurang kerjaan, tapi memancing sepertinya seru juga. Langsung kuraih joran itu dan dengan bersemangat aku memasang umpan di kail pancingan itu.

"Mbak Mel, gak takut sama cacing?" tanya Bagas.

"Enggak dong, cacing sama aku, 'kan masih gedean aku!" jawabku dengan nada bercanda.

"Ah, iya, deh!" Bagas juga memasang umpan dalam kailnya.

"Mbak, sekarang kita adu skil memancing ya? Aku pengen tahu, Mbak Mel, masih jago memancing apa enggak!" tantang Bagas.

"Ok, siapa takut!" Aku pun menerima tantangan dari Bagas.

Kami memasukkan kail pancing secara bersamaan.

Aku menunggu saat-saat yang mendebarkan dimana saat ada sesuatu yang menarik senarku.

***

Beberapa menit telah berlalu tapi tak ada satu pun ikan yang menyambar umpan pancingku, dan tepat di saat itu Bagas, malah sudah mendapatkan satu ikan dari jorannya.

"Yeah! Aku dapat!" teriak Bagas sambil tertawa lebar. Ikan gabus berukuran sedang tengah menggeliat menggantung di senar joran.

"Yah, aku kalah!" tukasku penuh kecewa.

"Wah, sekarang Mbak Mel, gak jago mancing kayak dulu!" ledek Bagas.

"Enggak, Gas! Di Jakarta susah nyari sawah, aku sih lebih sering mancing keributan, ketimbang mancing ikan," jawabku.

"Hahaha! Iyalah mancing keributan, Mbak Mel, 'kan preman!" cercanya.

"Iya tapi, aku preman yang keren, 'kan, Gas?"

"Emang ada ya permen keren?"

"Ya ada dong, nih aku preman keren! Buktinya kamu nge-fans sama aku!"

Bagas pun menertawaiku lagi.

"Haha! Mbak Mel, bisa aja!"

***

Berada di sebuah gubuk yang letaknya di tengah sawah sangat menyenangkan, apalagi sambil dag-dig-dug menunggu umpan disambar ikan, rasanya seperti sedang menunggu gebetan mengatakan cinta.

Tak lama umpanku juga benar-benar di sambar oleh ikan, sepertinya ikan yang menyambar umpanku cukup besar sampai jorannya bergerak-gerak sendiri.

"Gas! Aku dapat, Gas! Bantuin dong!" teriakku.

Bagas bergegas menghampirku dan dia membatu menarik roling pancingan.

"Wah, kayaknya bakalan dapat ikan paus nih, Mbak!" ujar Bagas yang heboh, padahal kami sedang memancing di sawah bukan di lautan, mana ada ikan paus? Si Bagas memang stress!

Kami sudah bersusah payah menariknya, tapi begitu kail tengakat dari dasar sawah tak ada apa pun yang menyangkut di kail itu, malahan umpannya sudah hilang.

Entah apa yang sudah menyambar umpanku tadi.

"Haha, Mbak Mel, kena prank?" Bagas kembali menertawaiku.

"Aduh, Bagas, kayaknya aku ini gak bakat mancing lagi deh!"

"Yah, jangan putus asa dong, Mbak!"

"Ya habisnya aku gak sejago dulu! Buktinya kamu udah dapat, aku belum!"

"Ah, itu sih karna kebetulan aja, Mbak!" ujar Bagas, "eh, kita pulang yuk, goreng ikan!" ajak Bagas.

Aku mengernyitkan dahiku, "Ikan cuman satu aja di goreng?!" cercaku.

"Ya gak apa-apa dong, Mbak! terus kalau gak digoreng buat apa? Masa dibuang aja, mubazir dong?" jawab Bagas.

"Ah, iya juga ya," Aku menggut-manggut lalu kami menoleh kebelakang untuk mengambil ikan hasil tangkapan Bagas, tapi ternyata ikan itu sudah raib separuh tubuhnya. Kini hanya tersisa bagian kepala saja, dan itu juga masih dikunyah oleh, si Mel.

"Yah, Mel! Kenapa di makan?!" teriak Bagas yang geram.

"Sabar Gas! Sabar," kucoba menenangkan Bagas.

Lalu kami kembali di kejutkan dengan joran yang bergerak-gerak.

"Gas! Joranku dapat ikan tuh!"

"Oh iya, Mbak!" Bagas heboh dan secara bersamaan kami bearlari menghampiri joran itu.

Tapi na'as, kakiku menyandung sebuah batu, dan hal itu membuatku kehilangan keseimbangan dan terjatuh, tak sengaja tanganku menarik baju Bagas, dia juga turut jatuh bersamaku. Dan yang lebih parahnya lagi, dia jatuh tepat di atas tubuhku, kami nyaris berciuman ....

Adegan ini mirip adekan saat pertama kali aku bertemu dengan Bagas.

Bersambung....