Ia kembali mematut diri di depan cermin, melihat penampilannya yang tampak sempurna dari ujung rambut hingga kaki. Rambut panjang yang tergerai ikal dan memesona, kulit putih berseri, serta bibir merah muda yang cerah menawan. Penampilan Hana sungguh sempurna hari ini.
"Perfect!"
Hana mengacungkan jempolnya ke arah cermin yang masih memantulkan wajah ayunya. Sesuai yang tertera pada aplikasi 'Pacar Sewaan' yang ia miliki, hari ini Hana memiliki pelanggan spesial. Menurut profil yang tertera pada aplikasi juga, pelanggannya tersebut merupakan direktur sebuah perusahaan besar. Namun anehnya, mengapa seorang direktur dari sebuah perusahaan besar, justru menyewa seorang gadis dari aplikasi pacar sewaan. Padahal, mungkin orang itu bisa mendapat pacar sungguhan dengan mudah. Tapi Hana tidak mau peduli, yang terpenting hari ini ia ada pekerjaan dan akan mendapat bayaran segera. Hana memang sedang butuh uang untuk membayar sewa bulanan rumahnya.
"Oke, mantap." Hana mengangguk yakin sekali lagi. "Bu, Hana pamit."
"Hati-hati."
Hana mengangguk singkat, kemudian berangkat menuju tempat yang sudah dijanjikan setelah sebelumnya memakai sepatu hak tinggi berwarna hitam mengkilap yang elegan. Hari ini Hana tampak begitu anggun dengan gaun hitam tanpa lengan dengan aksen beberapa manik-manik yang membuatnya tampak mewah. Ia sudah betul-betul menyesuaikan diri dengan keinginan pelanggannya hari ini. Bahkan Hana sampai membeli gaun dengan gajinya bulan lalu, hanya demi pertemuan hari ini.
Pelan, Hana menarik napas. Entah mengapa, mendadak ia merasa gugup. Selama lima belas menit duduk di dalam taksi online yang ia pesan melalui aplikasi, Hana tidak hentinya merapal semoga diberi kelancaran demi hari ini. Hingga sebuah denting notifikasi di ponsel, membuyarkan lamunannya. Satu pesan masuk dari aplikasi Pacar Sewaan, dari sang pemesan.
[Customer: Saya sudah di lobby, jangan buat saya menunggu.]
Hana hanya bisa menghela napas seraya mengatakan pada sopir taksi yang ditumpanginya agar berkendara lebih cepat. Sepertinya klien kali ini agak merepotkan.
***
Selama lima belas menit di perjalanan, Hana akhirnya sampai di sebuah rumah sakit swasta. Entah kenapa, pertemuan kali ini tidak seperti yang sebelum-sebelumnya pernah Hana lakukan. Biasanya, para pemesan jasa Pacar Sewaan, akan memintanya bertemu di tempat yang sudah ditentukan aplikasi. Seperti restoran, kafe atau kalau di luar itu, Hana biasanya diajak ke pertemuan-pertemuan formal atau ke acara reuni. Baru kali ini Hana dapat klien yang mengajaknya bertemu di rumah sakit.
Begitu sampai di lobby rumah sakit, Hana segera mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi kliennya. Pasalnya, penampilan Hana yang mencolok cukup menyita perhatian beberapa pasang mata yang melihat. Tak berapa lama kemudian, panggilannya tersambung.
"Halo?" Suara berat dari seberang sudah mengisi pendengaran Hana.
"Saya sudah di lobby, anda di mana?" tanya Hana sembari memutar badan, mencoba mencari sosok yang ia cari.
"Oh, saya sudah lihat kamu."
Klik.
Panggilan ditutup begitu saja. Bukankah ini curang? Hana bahkan tidak bisa menemukan orang itu. Jadi sembari menunggu orang itu yang menghampirinya terlebih dahulu, Hana hanya bisa berdiri kikuk di sudut ruangan. Hingga beberapa detik kemudian, seorang laki-laki bersetelan jas lengkap dengan rambut yang tersisir rapi menghampirinya. Persis seperti yang sudah mereka janjikan, warna pakaian keduanya tampak serasi dan cocok. Hana tersenyum seraya mengangguk saat laki-laki semakin mendekat.
"Dengan Pak Ganendra?" tanya Hana pelan.
"Ya."
Hanya ada satu jawaban, dan setelahnya lelaki itu hanya menarik lengan Hana dan membawanya ke suatu tempat. Bahkan Hana tidak sempat menolak. Dari jarak sedekat ini, Hana dapat melihat alis yang tersulam indah pada wajah lelaki itu. Dengan mata sipit dan hidung mancung serta kulit yang putih pucat, siapa pun pasti akan terbius dengan ketampanan Ganendra. Padahal Hana sudah pernah melihat sosoknya lewat aplikasi, tapi saat bertemu langsung dirinya tetap saja tak dapat mengendalikan diri.
"Ma-maaf, Pak. Kontak fisik tidak diizinkan dalam aturan aplikasi, saya mohon maaf tapi ini sudah jadi bagian dari pekerjaan saya," ucap Hana dengan sopan. Sebelah tangannya mencoba melepaskan jemari besar milik Ganendra yang masih terpaut pada jari-jarinya.
"Saya tahu. Saya akan bayar kamu lebih nanti, jadi sekarang tolong kamu diam saja dan menurut dengan saya."
Hana hanya bisa diam saja mendengar ucapan tajam dari bibir tipis Ganendra. Ucapan yang menusuk dan singkat itu benar-benar sudah berhasil membungkam Hana. Padahal klien pada umumnya akan segera menaati aturan itu saat Hana mengingatkannya, orang kaya memang selalu seenaknya.
Tak berapa lama, Hana berada di dalam lift bersama Ganendra dengan suasana canggung yang luar biasa, akhirnya mereka sampai di sebuah lorong yang tampak hening. Sebuah ruangan paling ujung di lantai 15 bangunan rumah sakit ini adalah bangsal VIP. Sejak dari lobby hingga sampai di sini, Ganendra tidak sekalipun melepas genggamannya dan itu cukup membuat Hana jadi seratus kali lebih gugup. Tanpa sadar, Hana menghela napas ketika mereka keluar dari lift.
"Jangan terlihat gugup, jangan terlihat seperti amatir. Saya memilih kamu karena kamu punya rating yang bagus. Jangan buat saya kecewa dengan kinerja kamu," ucap Ganendra, masih dengan nada tegas dan dingin.
"Baik, Pak."
"Di dalam, jangan bicara apa pun. Cukup diam dan tersenyum."
Hana mengangguk paham, sebelum akhirnya Ganendra membawanya masuk ke bangsal rawat inap VIP tadi. Suasananya begitu hening, sampai-sampai Hana khawatir, suara detak jantungnya akan terdengar. Ruang inap itu lebih mirip dengan kamar hotel bintang lima, luas dan mewah. Di tengah ruangan yang besar itu ada sebuah ranjang pasien, lengkap dengan beberapa peralatan infus. Seorang kakek tua tampak tengah berbaring di sana. Di sebelah ranjang pasien tadi, ada seorang pria paruh baya. Penampilannya sama berkelas dengan Ganendra, wajah mereka pun tampak mirip. Mungkin orang itu adalah ayahnya Ganendra, batin Hana menerka-nerka.
Semakin mendekat pada keduanya, Ganendra justru melepas jemarinya dan merangkul pinggul Hana dengan mesra. Hana yang tampak terkejut dengan perlakuan lelaki itu, segera mencoba menyesuaikan dirinya dan tersenyum manis. Entah apa yang tengah direncanakan laki-laki itu, untuk saat ini Hana hanya akan mengikuti arus permainannya saja. Semuanya akan berakhir saat ia keluar dari tempat ini, sewanya akan berakhir setelah hari ini berakhir.
"Ini Teressa Lim. Calon tunangan saya, Kakek," ucap Ganendra pada sang kakek yang hanya melihatnya sekilas dari pembaringan.
Seperti yang sudah diperintahkan, Hana mengangguk seraya tersenyum manis. Meski dalam hati dirinya merutuki ucapan Ganendra yang dengan seenaknya memperkenalkan dirinya sebagai calon tunangan. Kontrak mereka hanya satu hari, kalau ini semua terjadi di luar aplikasi dan juga di luar kendali Hana, semuanya bisa kacau.
Setelah mendengar ucapan Ganendra, sang kakek berusaha bangun. Dengan cekatan, Ganendra membantu pria tua itu untuk duduk di ranjangnya. Selama beberapa saat, tatapan kakek itu bertemu dengan Hana. Untungnya, Hana sudah mempersiapkan diri dan memasang senyum palsu di hadapan beliau.
"Kakek hanya butuh tanggalnya. Tanggal pernikahan. Waktu kakek tidak banyak."
***