webnovel

Sha Er kerasukan

นักแปล: Wave Literature บรรณาธิการ: Wave Literature

Aku tidak tahu kapan aku mulai tertidur, namun saat aku terbangun matahari sudah berada di atas.

Tante Ji Li tidak berada di rumah, dia meninggalkan makanan di atas meja. 

Setelah mandi dan makan aku beranjak keluar.

Aku ingin melihat keadaan Sha Er. Saat aku berjalan, aku masih terbayang-bayang saat kak Yang Qin menciumku.

Seolah aku masih dapat merasakan bibir kak Yang Qin yang menyentuh bibirku, membuatku tidak dapat berhenti memikirkannya.

Saat ini adalah musim panas. Berada di bawah terik matahari pada siang hari terasa sangat panas. Teriknya matahari membuat orang seakan dapat meledak saat itu juga.

Bahkan sebelum tiba di rumah Sha Er tubuhku sudah dipenuhi oleh keringat.

"Gui Sixi!" (Gui artinya hantu)

Dari belakang aku mendengar suara si gendut.

Aku menoleh dan melihat si gendut. Dia berlari menuju ke arahku. Dia berlari dengan terengah-engah, kedua kakinya gemetar, tak kuat lagi berlari.

Aku berjalan dengan santai.

Si gendut berlari hingga berdiri di depanku. Dia berkacak pinggang dan terengah-engah kehabisan nafas.

"Kamu baru saja memanggil aku apa?!" Aku melihat ke arahnya dengan pandangan dingin.

Dia melihat ke arahku dengan tangan di belakang kepalanya dan tersenyum, "Bukankah kamu menikah dengan hantu? Tentu saja namamu berubah menjadi Gui Sixi."

"Pergi kau! Jangan pernah bicara lagi denganku."

Dia seperti seekor anjing yang bicara sembarangan.

Aku berbalik badan dan berjalan meninggalkan si gendut, tapi dia menarik tanganku. Keringatnya mengenai tubuhku membuat kulitku ikut menjadi lembab dan basah.

Aku berusaha melepaskan genggamannya. Si gendut melihatku dengan wajah gelisah dan bertanya: "Kamu mau pergi ke rumah Sha Er?"

"Itu bukan urusanmu!"

Kemarin di pemakaman jika bukan karena Sha Er, aku tidak akan melihat sesuatu yang mengerikan. Apakah mungkin Sha Er kerasukan? Jadi aku tidak salah, Sha Er benar-benar kerasukan hantu. Kemarin malam kak Yang Qin juga bilang kepadaku bahwa Sha Er kerasukan.

Aku tidak dapat mempercayai instingku, tapi lebih baik mempercayai ucapan kak Yang Qin!

Dan lagi semua hal ini juga terjadi karena ulah si gendut.

"Kamu mendengar ucapanku kan? Sha Er itu tidak bodoh. Banyak penduduk desa yang datang kerumahnya untuk mendatangi pesta perayaan yang diadakan oleh kepala desa untuk merayakan perubahan anaknya."

Aku sedikit kaget mendengar perkataan si gendut itu, tapi aku mempercayainya kali ini.

Aku tidak berbicara apa-apa lagi. Aku berjalan dengan tergesa-gesa menuju ke rumah Sha Er.

Si gendut mengikutiku, tapi tentu saja tubuhnya yang gendut tidak dapat menyeimbangi kecepata berjalanku.

"Hei, bukankah kamu kemarin di pemakaman melihat sesuatu? Atau kamu hanya berpura-pura melihat hantu?" tanya si gendut sambil terengah-engah. 

Aku melihat ke arahnya dengan dingin. "Berpura-pura?"

"Selama di dalam pemakaman, kamu berlari dan bersembunyi, hingga berkali-kali terjatuh seolah ada sesuatu yang mengejarmu." Kemudian si gendut terhenti dan berbisik melanjutkan perkataannya dengan nada mengejek, "Aku lupa, kamu kan bisa melihat hantu."

"Kamu percaya?" tanyaku.

"Bagaimana aku tidak percaya, matamu berbeda dengan orang pada umumnya. Dan seluruh penduduk desa yang selama ini meninggal, kan karena kamu yang melukai mereka." 

Aku memandangnya dengan marah. Sii gendut selalu saja berbicara seenaknya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain.

 Ketika tiba waktunya ada satu orang di desaku yang meninggal setiap tahunnya, tentu saja aku yang paling terluka dalam hal ini. Sejak kecil hingga sekarang penduduk desa selalu menghindari keberadaanku. Tetapi semenjak aku menikah dengan kak Yang Qin, itu tidak terjadi lagi. Si gendut ini selalu saja berbicara tentang hal buruk mengenai orang lain.

Setelah beberapa saat, aku menjadi lebih tenang. Aku mulai bertanya, "Kemarin bagaimana mungkin kamu dapat melihat aku di dalam pemakaman melalui kabut setebal itu? Sementara aku tidak dapat melihat kamu sama sekali."

"Saat itu tidak ada kabut sama sekali. Aku dapat melihat segala gerakanmu dengan sangat jelas." jawab si gendut.

Ucapannya membuat aku berhenti tertegun.

Bagaimanapun kami semua dapat pulang dengan selamat berkat perlindungan para dewa.

Setibanya di rumah Sha Er, aku dapat mendengar keramaian dari dalam rumahnya. Terdengar banyak suara orang yang sedang berbicara sangat ramai, namun suara kepala desalah yang terdengar paling jelas.

"Saudara-saudara, hari ini keluarga kami sangat berbahagia karena, Sha Er, anak kami yang saat lahir tali pusarnya terlilit ke lehernya menyebabkan dia menjadi kurang pintar. Tapi sekarang dia sekarang menjadi seperti anak normal pada umumnya, ini adalah berkat yang diberikan oleh para dewa….." 

Kepala desa bercerita panjang lebar tanpa henti.

Aku memasuki halaman rumah Sha Er yang dipenuhi oleh penduduk desa. Lebih dari 100 orang yang datang menghadiri perjamuan ini. Kepala desa berdiri di tengah halaman, tertawa sambil kembali menceritakan perubahan anaknya.

Tapi tidak terlihat keberadaan Sha Er. Saat seluruh perhatian orang-orang tertuju ke kepala desa, aku dan si gendut memutuskan untuk masuk ke dalam rumah Sha Er.

Di ruang tamu tidak ada orang, tapi terdengar suara-suara dari sebuah kamar kecil di sebelah barat rumah ini. Terdengar suara tembakan-tembakan kecil.

Aku perlahan menuju ke arah suara itu. Dengan hati-hati aku membuka pintu itu dan melihat Sha Er sedang duduk sedang bermain permainan komputer. Sha Er duduk membelakangi pintu, ternyata suara tembakan yang baru saja terdengar berasal dari komputernya.

Kakak-kakak Sha Er berada di luar kota untuk bersekolah dan mereka tinggal di asrama sekolah, jadi mereka hanya pulang 2 minggu sekali. Selama ini komputer yang ada di rumah Sha Er hanya sebagai pajangan, tidak pernah terpakai.

Sha Er, dia tidak mungkin dapat menggunakan komputer.

Pada saat itu masih tahun 2000, komputer di desaku bukanlah benda yang mudah dijumpai. Hanya kepala desa yang memiliki sebuah komputer tua.

Aku menoleh dan melihat ke arah si gendut memberi tanda untuk menunggu di depan pintu. Tapi dia justru berkata, "Aku juga ingin masuk. Aku mau melihat apakah dia ini benar-benar Sha Er atau bukan."

"Dia tentu saja Sha Er!" Jawabku dengan tegas.

Aku awalnya ingin masuk seorang diri dan menggunakan cincin perak untuk mengusir hantu yang merasuki Sha Er, sehingga Sha Er tidak akan terluka. Siapa sangka ternyata si gendut bukannya takut, dia malah ingin ikut masuk.

"Kamu tunggu di sini saja untuk berjaga, bagaimana jika ada orang yang tahu bahwa kita masuk ke rumah ini diam-diam?"

Si gendut menjawab dengan mudahnya: "Jika ada yang masuk ya sudah, ini juga pertama kalinya kita datang kemari. Kepala desa adalah orang yang baik, kita datang kemari untuk melihat keadaan Sha Er. Tidak mungkin dia mengusir kita."

"..."

Aku merasa apa yang dikatakan si gendut ada benarnya juga. Aku memutuskan untuk tidak berdebat lagi dengannya.

Akhirnya kami bersiap untuk masuk bersama-sama.

Aku membalikkan badan saat akan membuka pintu dan saat itu juga aku menyadari bahwa Sha Er sudah tidak ada di depan meja komputer. Tidak ada yang tahu sejak kapan dia sudah berdiri di depan pintu. .

Dia memiringkan kepalanya dan menempelkannya di pinggir pintu sambil memandang ke arahku dan si gendut.

Aku kaget setengah mati hingga hampir berteriak. Jantungku seolah berhenti selama beberapa detik.

Si gendut juga kaget dengan keberadaan Sha Er hingga wajahnya berubah menjadi pucat pasi.

Sha Er tidak membuka pintu dan juga tidak bergerak. Dia terus menatap kami dengan tatapan dingin.

Setelah beberapa saat, akhirnya ia membuka mulutnya dan berkata dengan suara datar dan dingin: "Mau apa kalian datang kemari?"

Aku berusaha menelan ludahku dan menjawab pertanyaannya, tapi suaraku tertahan tidak dapat keluar. Melihatku tidak menjawab, si gendut kemudian bergegas menjawab Sha Er, "Kami dengar kamu sudah tidak bodoh lagi. Maka itu kami datang untuk memastikan apakah itu benar."

Aku memandang si gendut dan berpikir dalam hati, dia tidak tahu bahwa ada hantu yang merasuki Sha Er karena itu dia memiliki nyali yang begitu besar untuk berbicara begitu. Tapi jika dipikir-pikir, orang-orang mungkin mengira Sha Er terlahir kembali dan sekarang menjadi normal karena dirinya dipaksa untuk uji nyali di pemakaman.

Tanpa sengaja aku bergerak mundur.

Mendengar ucapan si gendut, Sha Er tidak menunjukkan ekspresi apapun. Ia hanya membuka pintu lebar-lebar dan berkata, "Masuklah."

Setelah selesai berbicara dia kembali duduk di kursi dan melanjutkan bermain game komputer.

Si gendut mengerutkan alisnya menatapku, dengan suara pelan berkata: "Sha Er benar-benar sudah tidak bodoh lagi. Dia barusan berbicara dengan lancar."

"..."

Aku tidak tahu apakah aku harus memberitahu si gendut mengenai hantu yang merasuki Sha Er. Tetapi, aku takut dia akan kaget dan ketakutan, kemudian akan memberitahu semua orang. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak memberitahunya.