Ini memasuki 3 bulan aku berada di Negeri orang, bukan waktu yang sebentar. Seorang diri dengan harapan semakin tipis dan nyaris hilang.
Bahkan aku membuat selebaran wajah Devan atau Rudy dari 2 bulan yang lalu tapi tak ada kabar sedikit pun. Setiap minggu aku pergi kepenjuru kota untuk memberika selebaran itu juga menempelnya di beberapa sudut.
Dan untuk menyambung hidup aku bekerja di sebuah Restoran disini. Miris memang. Tapi harapan tipis itu selalu ada hasil sekecil apapun nanti hasilnya.
Aku bekerja di sebuah Restouran yang buka 24 jam. Dengan menggunakan ship, jam kerja ku 8 jam dan sekarang aku menyewa rumah kecil di dekat Restoran. Aku tinggal berdua dengan teman sekerja ku nama nya Grace. Berdua lebih baik dari pada tinggal sendirian. Keamanan lebih terjaga dan juga tentu bisa lebih hemat. Pengalaman ku di Swiss cukup membantu ku untuk menjadi mandiri walau hanya mengandalkan diri sendiri.
Seperti biasa Restouran ini sangat ramai saat jam makan malam. Tentu saja makanan disini terkenal enak sejak zaman dulu sehingga penikmat nya dari segala usia selalu ada.
Aku berharap apakah mungkin Devan akan makan ditempat ini!itu harapan ku yang lain dari harapan tipis lainnya.
2 bulan bekerja di sini sedikit banyak membuat ku hapal dengan cara bekerja disini, selain bahasa Inggris yang mudah ku kuasai, tata krama yang baik dan tentunya pelayan yang istimewa untuk segala kalangan.
Malam ini aku mehabiskan waktu di Restoran. Padahal besok adalah tanggal ulang tahun ku yang ke 26 tahun. Tapi apalah artinya. Yang kutahu hanya ingin cepat berlalu dan ada kabar datang suatu saat.
Di luar sedang turun salju. Tidak terlalu deras hanya salju tipis. Beberapa pengunjung masuk dengan nafas berembun. Ini sudah memasuki 1 minggu musim dingin disini. Perubahan ini tentu membuat stamina ku kurang baik. Apalagi jam kerja yang parah. Sekarang saja mata ini agak memanas dengan gelaja flu yang menghampiri.
" Hey.. Kamu baik?" Grace gadis asal Jerman ini menepuk pundak ku. Ia memiringkan sebagian kepala nya dengan tatapan menunggu jawaban ku.
" Yeah. Aku baik, cuman sedikit capek"
Gadis berumur 20 tahun ini melihat ku teduh " Minum lah obat dan beristirahat! " Saran nya.
" Tentu" Jawab ku dengan senyum tipis. Grace mengingat kan ku dengan Alera, umur mereka pun hampir sama.
" Graceee" Teriak seseorang di belakang.
" Ya chef..." Balas Grace lalu memberi kode ia sedang dipanggil. Aku mengangguk dan gadis itu segera pergi.
Aku masuk ke ruangan khusus karyawan. Tempat istirahat disana sudah penuh. Apalagi saat malam dan kadang kerjaan ga terlalu mencekik ini adalah tempat yang sulit ada harapan untuk bisa rebahan. Pekerja di sini cukup banyak. Sekitar 20 wanita. 15 pria.
" Hey Alena.. Kamu mau bergabung? Kata Lisline, dengan tubuh gempal nya. Mungkin ia melihat wajah kuyu ku dan merasa kasihan.
" Tidak, Terima kasih" Jawab ku sopan. Aku hanya menuju loker mengambil tas ku. Disana ada obat flu. Sesekali aku mencek ponsel ku. Ada panggilan dari Dave. Terakhir dia menelepon ku bulan lalu. Sahabat ku itu marah besar karena baru tau aku bekerja menjadi pelayan.
Aku hanya ingin waktu cepat berlalu karen itu aku memilih pekerjaan ini.
Setelah meminum obat flu aku segera menghububgi Dave.
" Hallo.." Sahut suara Dave di deringan pertama.
" Ya Dave kamu menelepon ku? Apakah ada kabar?"
Tanya ku antusias.
" Apa loe hanya berharap gue nelpon selalu ada kabar! Kabar loe sendiri gimana?? Udah puas jadi pelayan disana? "
Kata Dave dengan nada marah. Ia masih membahas hal yang sama. Telinga ku sampai mendenging.
" Masih belum Dave. Aku lagi nunggu shawn mampir ke sini! Siapa tau dia tertarik dengan janda manis seperti ku" Jawab ku asal menggoda nya.
Dave tertawa dingin " Apa loe ini masih bekerja??"
" Emm ya sebentar lagi jam kerja ku habis" Jawab ku
" Serius? Ini hampir tengah malam Alena! Apa loe ga takut! Seperti nya gue harus pakai jasa penculik deh loe harus di bawa pulang paksa!"
Aku tersanjung dengan perhatian Dave. "Aku ada teman dirumah Dave! Lagian rumah nya juga dekat! Ya gunakan jasa penculik itu untuk menculik anak ku saja deh. Terus berikan ia kepadaku! "
Mengingat ini aku kembali sedih. Sudah sangat lama perkembangan putri ku pasti sudah semakin besar.
" Alena..
Aku tak bisa menghentikan tangis ku. Di sudut loket restoran ini aku berusaha tak mengeluarkan suara tangis ku.
" Alena! Apa kamu bisa bantu layani didepan" Ada suara di depan sana. Membuat ku harus mengakhiri obrolan ku dengan Dave. Kuhapus dengan cepat air mata ku.
" Sorry Dave aku harus kerja! Bye see u. "
Ku pencet ikon telepon berwarna merah dan segera mengembalikan nya kedalam tas juga mengunci loker ku. Melanjutkan kembali sisa pekerjaan.
Aku segera mengambil buku menu dan nampan.
" Di meja 15" Kata Alex saat berpapasan. Aku mengangguk sambil menepi kan anak rambut ke telinga ku juga merapikan kemeja ku.
Kaki ku melangkah menuju meja 15. Disana ada seorang wanita membelakangi ku. Dia duduk sendiri sambil menekuri ponsel nya.
Siluet nya seolah familiar apalagi rambut hitam lurus ini sama persis dengan...
Deg..
Aku merasa gugup dan mengelak dengan sosok yang muncul dikepala ku. Mana mungkin.
" Excuse me.. Miss...
Wanita ini menoleh dari sisi samping wajah nya aku bisa melihat wajah wanita cantik ini.
Dia..
Nampan dan buku menu yang aku pegang langsung jatuh.
Sesaat aku menjadi perhatian sekitar.
" Maaf.." Ucap ku tidak sadar Berbahasa Indonesia.
Aku segera membungkuk dan memungut nampan dan buku menu ini. Tangan ku gemetar dan kaki ku lemas. Apakah ini ilusi saja.
Apakah aku bermimpi..
Apa karena agak sakit aku berhalusinasi kalau dia Devi???
" Hey.. Kamu tidak apa apa? Wanita ini memakai bahasa Indonesia. Bahkan jari putih nya bertumpu pelan di bahu ku
Aku sungguh merasa takut melihat nya. Takut ini kenyataan. Tolong tampar aku agar aku bisa berpikir waras.
" Maaf, saya baik baik saja" Ucap ku terus menunduk. Aku benar benar tak berani melihat ke depan.
" Kamu terlihat pucat! Oh.. Ya bisa melihat menu nya??
Dengan ragu dan gugup aku menyerahkan buku menu itu.
" Apa kamu sakit? Tangan mu gemetar??"
" Maaf Nona! Saya hanya gugup " Jawab ku mencoba menguasai keadaan. Sungguh aku ingin sekali menampar wajah ku dan melihat kearahnya. Apa aku bermimpi atau tidak.
" Jangan Gugup. Kamu orang Indonesia juga kan! Kita sama sama orang Indonesia, senang bertemu dengan mu" Kata wanita ini sangat ramah, dari suaranya dia jelas berbeda dengan Devi. Lagipula mungkin hanya aku yang sedang kacau. Mana mungkin Devi masih hidup.
" Iya Nona" Sahut ku pelan bahkan aku ragu ia mendengar nya.
" Baiklah. Aku pesan ini saja" Kata wanita ini menunjuk ke buku menu.
Aku segera mencatat nya dan mengikuti pesanan nya yang lain.
Lalu aku mengulang apa yang ia pesan.
" Maaf..
Ia menyela ku.
Emmm bisakah kamu melihat ku! Hmm rasanya kamu sedang bicara dengan meja saja" Aku tak nyaman mendengar keluhan customer ini. Tapi ini sungguh berat.
Baiklah Alena.. Aku hanya salah lihat.
" Maaf kan saya Nona " Kutarik nafas panjang dan mengangkat kepala ku.
Tubuh ku kembali kaku.
Didepan ku ini memang Devi
Seorang wanita cantik dengan rambut lurus hitam. Wajah nya oriental. Dengan mata bulat, hidung mungil dan bibir indah nya juga sama. Bahkan dagu lancip nya juga sama.
Aku kembali dilanda syok.
" Sorry.. " Suara nya mengintruksi ku untuk kembali kenyataan.
Tapi sungguh kah dia Devi? Apa hanya mirip? Kalau Devi apakah dia Amnesia??
Aku kembali mengulangi pesanan nya dan wanita ini menangguk ramah. Dari wibawa nya dia sangat berbeda. Devi agak manja kalau wanita ini ramah dengan segi dewasa.
" Semua nya sudah benar! Kamu bisa tolong ambilkan. Sorry! Aku kelaperan" Bisik nya dengan deretan giginya yang terawat juga putih.
Aku yang mematung kembali terperanjat.
" Ba baik.. Maaf kan saya " Aku menunduk lalu segera pergi dari sana.
Aku masih agak linglung tapi kelinglungan ku berubah saat melihat Anak majikan ku yang berdiri di dekat kasir. Dia seorang pria muda yang bisa dibilang tampan dan juga baik. Banyak gadis gadis pelayan rekan ku memuja nya bahkan sering menggosipkan nya. Bahkan ada gosip dia itu guy, entahlah.
Ku segera mengangguk menyapa nya. Kebiasaan dari Indonesia menyapa seseorang dari gerak tubuh. Meski tak pernah bicara dengan anak Boss tapi aku agak gugup saja kalau ia mata ku bertemu matanya seperti ingin menyapa. Tapi aku terlalu malas menanggapi seorang pria sekarang, apalagi ada riwayat penyimpanan seks.
Sekitar 3 menit pesanan wanita ini selesai. Aku lebih memantapkan jiwa untuk kembali menemui nya.
" Permisi Nona. Maaf menunggu lama" Kata ku lebih lugas sekarang.
Ia tersentak kaget dan menunggu ku menyajikan pesanan nya. Sesekali aku mencuri pandang. Wanita ini sama persis dengan Devi. Tak ada cela diwajah nya. Dia sangat cantik, kulitnya seperti mutiara yang berkilauan. Sangat sempurna.
" Oke. Terimakasih " Ucap nya dengan senyum lebar tampak sekali ia tak sabar menyantap makan malam nya.
" Sama sama Nona, selamat makan"
Aku segera berbalik dan menuju meja dapur. Jantung ku rasanya mau copot, kupegang lebih dalam rasanya ini masih jantung Devi. Tak mungkin kan jantung nya disini dan dia masih hidup.
Rasanya ini sungguh mengejutkan.
Setiap aku menerima pesanan, aku selalu memunggu wanita ini selesai memakan makanan nya.
Ia makan cukup cepat seperti diburu waktu sesekali melihat jam tangan nya.
" Alena.. Apa kamu perlu mengenalnya?" Grace berbisik. Ia lalu mengedikan mata kearah wanita yang jadi pusat perhatian ku.
" Tidak! Dia hanya mirip kenalan lama! Tapi sudah meninggal. Aku jadi sangat kaget" Jawab ku apa adanya.
Grace menutup mulut nya.
" Benarkah apakah itu kembaran nya?"
" Aku tidak tau! "
Mata ku lalu mendelik saat wanita itu siap siap untuk bangkit.
" Aku akan mencari tahu Grace" Kataku lalu Grace ikut mengangguk dan mengambil nampan yang aku pegang.
Aku sengaja keluar dari Restoran dan udara dingin langsung menusuk tulang ku. Setelah menunggu beberapa menit. Wanita yang mirip dengan Devi ini keluar sambil meninggikan syal yang ia pakai. Tubuh nya juga sudah terbalut oleh mantel tebal.
" Permisi" Seru ku membuat nya nyaris melompat kaget. Aku segera menatap nya menyesal membuat nya kaget seperti itu.
" Begini! Kamu sangat mirip dengan seseorng! Boleh kah aku tau nama mu?" Kataku langsung to the point.
Ia menatap ku sekian detik seolah mencurigai ku
" Ah. Aku Alena aku berasal dari Jakarta dan ini tanda-
" Alena"
Gerak ku terhenti saat aku ingin memperlihatkan KTP ku. Apa dia tadi memanggil nama ku atau mengulang nama yang kusebut.
" Nama mu Alena? " Ada riak kesenangan dimatanya. " Nama kita mirip"
Ia lalu mengulurkan tangan dengan sumringah.
" Alea"
Aku terdiam sekian detik entah kenapa nama ini seperti pernah aku dengar.
Tunggu...
Nama nya seperti
Aku ingat saat mengajak Devan keluar naik motor di Batam. Kami makan ayam bawang dan dia pernah cerita kalau alasan ia menyukai Devi karena wajah nya mirip dengan teman kecil nya nama nya Alea.
Bahkan aku menebak nama akun sosmed nya singkatan nama dia dengan teman kecil nya.
Itu benar..
Jadi apakah dia Alea orang yang sama.
Pandangan mata ku terhalang tangan wanita ini yang melambai. Bukan wajah sumringah tapi sekarang ia bingung melihat ku.
" Maaf, kamu Alea? Apa kamu dulu tinggal di Jakarta? Setelah tamat sekolah kamu kuliah di Luar Negeri? Aaapaa kah kamu.. Mengenal laki laki yang nama nya Devan Alexandre Humours??" Pertanyaan ku yang terakhir lebih spesifik.
Wanita ingin terlihat kagum dengan kata kata ku. Bahkan mata nya yang seperti anggur hitam ini menatap ku dalam. Bahkan cara nya begini sama persis dengan Devi.
Ada rasa sesak disini.
Mengingatkan ku pada sosok Devi yang mengerikan.
" Kamu mengenal Devan?"
Aku tersenyum tipis bahkan ini bukan pertanyaan lagi tapi jawaban yang sangat akurat dia adalah Alea, cinta pertama Devan.
" Aku mengenal nya" Jawab ku sudah meninggalkan kata saya.
Rasanya tangan ku semakin kedinginan. Kumasukan tangan ini ke saku rok kerja ku.
" Disini sangat dingin. Aku senang bertemu dengan mu. Selain kita warga Indonesia! Kamu juga teman Devan. Tapi sayang aku terburu buru! Ini kartu nama ku. Mampir lah kalau kamu tidak sibuk. Teman Dev adalah teman ku juga"
Wanita ini lalu merogoh tas nya dan mengambil dompet. Mengeluarkan kertas kecil.
Aku menerima nya dan sekilas membaca nama disana.
Alea Anata, nama disana terukir sederhana tapi cukup memberi kesan anggun. Dia seorang desaigner busana.
Jujur melihat wajah nya membuat ku sedikit mual. Gejolak rasa amarah kaget dan trauma membuat ku harus menelan nya bulat bulat. Ini demi puteri ku.
" Baik. Emm..
Aku masih tergugu disana. Menarik nafas dalam. Memikirkan apakah yang aku alami ini nyata??
Bahkan disisa rasa sakit yang kutinggalkan aku bisa melihat kembali Devi?
" Apa kamu ada pernah ketemu dengan Devan lagi? " Tanyaku menahan keinginan nya yang memang ingin pergi.
Ia mau menjawab tapi telepon nya berbunyi.
Alea mengangkat telepon ini " Iya ini sudah di jalan" Jawab nya dengan berbahasa Indonesia. Itu artinya yang bicara dengannya pasti lah orang Indonesia.
Jantung ku semakin berpacu kencang, mungkin kah...
" Maaf.. Kamu bisa hubungi aku di nomor itu ya. Saat ini aku sungguh terburu-buru" Ujar nya terlihat menyesal.
Aku sendiri hanya bisa tersenyum tipis.
" Aah iya ga papa. Baik... Selamat malan" Ucap ku lagi.
Lalu Alea segera naik kedalam mobil sedan nya yang tak jauh terparkir disana.
Beberapa detik ia berlalu akun segera memanggil taksi disana.
" Ikuti mobil itu pak" Pinta ku sembari mengusap kulit lengan ku. Sangat dingin. Ini di luar perkiraan jadi aku hanya mengenakan seragam restoran tanpa jaket. Serasa tubuh ku menjadi beku saja. Beberapa kali aku bersin bersin. Tapi pikiran ku hanya tertuju ke depan. Aku tak akan melewatkan kesempatan emas ini.