webnovel

Perang Pembalasan VI : Hilangnya Bangsawan

'Tujuh Tombak Putih' mengayunkan tombaknya, menusukkannya ke arah Swaster Merran. Bangsawan lainnya tak lepas dari pertarungan, mereka menghadapi 'Tujuh Tombak Putih'.

Namun, Swaster Merran menghadapi dua dari 'Tujuh Tombak Putih' dan dia juga tidak diuntungkan dalam pertarungan itu karena lawannya masih menunggang kuda sedangkan dia sendiri sudah berada di tanah. Momentum dan tekanan yang dia hadapi jauh lebih besar.

"Swaster Merran 'Sang Tombak Berdarah'. Biarkan aku merasakan tombakmu!! Tunjukkan padaku mengapa kau bisa mendapatkan julukan yang begitu megah padahal kau selemah ini. Aku Mathias Lang, salah satu "Tujuh Tombak Putih' akan menghadapimu!"

Dengan menggenggam tombak putihnya dan memandang Swaster Merran dengan tatapan menantang, pria berbadan tegap dan mengenakan armor-helmet yang menutupi seluruh kepalanya terkecuali wajahnya. Pria itu memberikan tantangan pada Swaster Merran.

Pria lainnya juga mengarahkan tombaknya dan menatap Mathias Lang dengan tatapan mata yang menyipit.

Dia tidak menyukai ucapan Mathias Lang yang terlihat seperti ingin berduel, padahal saat ini Mathias Lang tak melawan Swaster Merran seorang diri melainkan bersamanya. "Mathias!! Kau menganggapku tidak ada disini atau kau ingin berduel dengannya? Perintah kita nyata, meski kau dianggap pemimpin oleh yang lain. Jangan memanfaatkannya di saat tugas yang kita miliki itu jelas!"

Mereka berdua tak turun dari kudanya dan berbicara di atas kuda sambil mengacungkan tombaknya ke arah Swaster Merran yang memiliki ekspresi waspada tinggi. Melihat dua pria yang memiliki kekuatan kurang lebih sama dengannya dan mengancam kehidupannya.

Tidak mungkin dia tidak khawatir. Swaster Merran tahu betul seberapa besar kekuatannya sekaligus kekuatan 'Tujuh Tombak Putih' yang terkenal dengan sepak terjangnya.

"Kalian ingin berdebat atau turun dan melawanku?" Swaster Merran memutar tombaknya mengelilingi tubuhnya sambil mengeluarkan Energinya.

Cahaya berwarna merah darah yang pekat segera menyelimuti tubuhnya dan mengitari senjatanya. Dia mengayunkannya secepat kilat dan memutarnya seperti roda berputar.

Retakan muncul di tanah mengikuti ayunan tombaknya dan retakan itu cukuplah dalam.

"Tinggalkan dia padaku, kawan. Aku akan menyelesaikan pertarungan ini secepat mungkin. Ini kesempatan langka untukku menghadapinya secara langsung. Aku mengerti jika dirimu ingin menyelesaikan tugas secepat mungkin.

Namun, ada kalanya kita harus menikmatinya, dan kali ini … aku akan menikmatinya!" Mathias Lang melompat turun sambil mengayunkan tombaknya.

Udara terbelah menjadi dua memberikan momentum kuat pada serangannya. Cahaya putih semakin memadat pada senjatanya.

Pria itu tak bisa menerima ucapan Mathias Lang, tapi melihat raut wajah serius dan tindakannya. Ia tidak memiliki pilihan lain selain menerimanya. Akan tetapi, dia tak meninggalkannya dan memilih untuk mengawasinya dari dekat.

Sebuah antisipasi untuk kejadian tak terduga. Mathias Lang menghantamkan tombaknya dan serangannya di tahan dengan batang tombak. Percikan api dan suara yang menggelegar muncul saat benturan itu terjadi.

Swaster Merran menekuk lututnya dan menahan tekanan di kedua tangannya. Merasakan kekuatan yang begitu besar menekan tubuhnya, dia menggertakkan giginya. Ia mendorongnya dengan kekuatannya, lalu menusukkan tombaknya berkali-kali disertai dengan cahaya berwarna merahnya.

Tusukan tombaknya tampak seperti liukan ular. "Argh!! Terima ini!! First Steps of Swaster's Spear : Stabbing!!"

Belasan cahaya yang mengarah ke tubuhnya memiliki kekuatan besar dan mengancamnya. Mathias Lang tak hanya menghindari belasan tusukan tombak itu.

Dia juga menangkisnya dengan memutar tombak dan membalikkan arah tusukan itu meski dia berakhir dengan mundur beberapa langkah ke belakang. Sambil menahan guncangan dengan menusukkan tombaknya ke tanah, dia juga mengeluarkan kemampuannya. "Piercing Air Spear!"

Tombaknya menyatu dengan tubuhnya, dan dia melesat selayaknya panah yang ditembakkan. Kecepatannya tak kalah dari cahaya.

Swaster Merran mengayunkan tombaknya dan melangkah maju ke depan sambil menggerakkan tubuhnya dalam gerakan akrobatik. Ia membebankan gerakannya pada langkah kakinya dan tombak di tangannya mengayun bagaikan badai. "Second Steps of Swaster's Spear : Storming!"

Dua cahaya ki bertabrakan dan menghasilkan gelombang kejut yang kuat. Swaster Merran terdorong mundur.

Tak kalah buruknya dari Swaster Merran, Mathias Lang dikirim mundur dengan momentum yang kuat dan dia menahan kekuatan yang menghantam dirinya dengan menancapkan tombaknya ke tanah.

Dia terdorong beberapa meter, retakan tercipta dari tombaknya. Darah menetes dari sela bibirnya ketika matanya tertuju pada Swaster Merran. "Ugh!! Kau … Jauh dari yang aku harapkan!"

Swaster Merran tak diam saat melihat kondisi Mathias Lang. dia mendorong tubuhnya maju sambil memutar tombaknya di udara, energi yang kuat terkumpul pada tombaknya dan membuat sinar di tubuhnya semakin pekat.

Seperti halnya badai akan datang, udara di sekitar mereka semakin memadat dan menekan. Swaster Merran melayang cukup lama saat dia memutar tombaknya. "Akhir bagimu!! Rasakan ini!! Final Steps of Swaster's Spear : Blood Storms."

Tak menduga akan serangan mematikan tersebut, Mathias Lang lengah. Sebelum dia bisa bereaksi dan mempertahankan diri ataupun menyerang, dia hanya bisa mengangkat tombaknya seraya berujar, "Bedebah-!"

Sebelum dia bisa menyelesaikannya, tombak Swaster Merran menyentuh tubuhnya dan mencabik-cabiknya seperti badai. Darah menyebar ke seluruh area dan membasahi tubuh maupun tanah.

Swaster Merran memiliki wajah yang cukup pucat setelah dia melakukan serangan tersebut dan dia menopang tubuhnya dengan tombaknya. Darah menempel di wajahnya dan dia tak menghapusnya melainkan menatap pria lain yang hendak menyerangnya.

Dengan tingkat kultivasinya, Mathias Lang bukanlah lawan yang mengancam nyawanya. Hanya saja, pertarungan itu terjadi di waktu yang buruk.

Swaster Merran tidak mengharapkan kemunculan mereka dan hal itu membuatnya lengah. Meskipun dia membunuh pemimpin mereka, tetap saja dia merasa tidak aman karena masih ada enam dari mereka.

Masing-masing dari mereka memiliki kekuatan yang tidak jauh berbeda. Swaster Merran mengerti akan hal itu setelah merasakan aura dari pria satunya.

Di tiap sisi formasi memiliki pertarungan yang intens, sedangkan pasukan di sisi tengah belum banyak bertindak.

Sebagian dari pasukan masih belum digerakkan oleh Veus, di pihak lain juga sama. Keduanya masih menunggu waktu yang tepat untuk menggerakkannya.

Voran yang terlindungi oleh pasukan serta Larsson merasakan ada sesuatu yang mengganggunya. Entah apa itu, dia hanya merasa tubuhnya mendapatkan euphoria tertentu seperti dia mendapatkan ekstasi.

Saat itu, dia bisa merasakan Ki yang menyebar di udara. Semakin lama ki tersebut semakin pekat dan tidak mengalami penurunan. Sebelumnya, dia sudah mempelajari tentang energi eksternal, yakni energi alam. Namun, apa yang dia rasakan ini berbeda.

Bukan energi alam seperti saat dia merasakannya di kala dia bermeditasi, melainkan sebuah Ki yang berasal dari tubuh seseorang yang dipaksa keluar. Dia merasakan sebuah dorongan untuk menghisap energi tersebut.

"Dorongan apa ini? Aku merasakan ada peningkatan pada kekuatanku. Ki, energi internalku meningkat tajam. Aku merasakan semua energi itu mulai berkumpul dan memusatkan diri ke bagian perut. Haruskah aku membiarkannya atau aku menahannya? Jika aku tidak salah ingat, hal seperti ini akan selalu terjadi pada seorang kultivator. Aku hanya perlu membiarkan energi ini menyebar di tubuhku dan tidak menahannya sembari menyerap energi yang ada di luar tubuhku."

Voran mulai bermeditasi dan menarik energi yang ada di medan perang. Tanpa dia sadari, dia mulai menggunakan sebuah kemampuan atau kekuatan yang hanya dimiliki oleh seorang Raja, yakni King's Power.

Saat itu juga, seluruh energi yang ada di medan perang segera bergerak kea rah tubuh Voran dan mengelilinginya.

Perlahan-lahan energi itu mulai masuk ke dalam tubuhnya melalui pori-pori yang ada pada tubuhnya. Di waktu bersamaan, keringat terus mengucur dan membasahi tubuhnya serta wajahnya mulai memucat sedikit demi sedikit.

Voran memulai penyerapan energi yang massif.

Sedangkan, di sisi sayap kiri formasi, pertempuran semakin tidak terkendali. Beberapa bangsawan yang mencoba untuk memberikan bantuan pada Swaster Merran terbunuh dengan mengenaskan. Mereka tak memiliki tubuh yang utuh, walau begitu mereka mampu menurunkan dua dari 'Tujuh Tombak Putih'.

Pasukan Kavaleri juga mulai bertindak dan menyerang musuh. Mereka berhadapan dengan kavaleri musuh sebelum melakukan manuver untuk menyerang barisan belakang musuh.

Swaster Merran masih berkutat dengan 'Tujuh Tombak Putih' dan tidak bisa memperhatikan situasi yang terjadi di medan perang. Dia tidak hanya melawan satu dari mereka, melainkan dia menghadapi dua dari 'Tujuh Tombak Putih'.

Sebuah situasi yang tidak menguntungkan lagi berbahaya sekaligus mengancam.

Wajahnya tak sedap pandang dan tenaganya terkuras begitu pula dengan ki di dalam tubuhnya.

Dia mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk menghadapi mereka berdua. Walaupun ia melukai mereka, ia tetap tidak bisa lepas dari serangan mereka.

"Sial!! Bedebah-bedebah ini memiliki kemampuan yang setara dan saling menutupi kelemahan mereka. Kemampuan bertombak mereka tidak kalah dari Mathias Lang, bahkan dengan kerja sama mereka, kelemahan yang mereka miliki telah tertutupi dan tampak lenyap. Seberapa pun kerasnya aku membongkarnya, mereka bisa mengembalikannya lagi! Situasi yang sangat buruk!"

Swaster Merran meneteskan keringat sekaligus darah, wajahnya semakin pucat, tangannya sedikit bergetar ketika mengangkat tombak dan mengayunkannya. Dia melawan keduanya dengan seluruh kemampuannya.

Perhatiannya hanya tertuju pada mereka berdua dan tidak mengikuti apa yang terjadi pada medan perang, termasuk pertempuran antar kavaleri maupun pergerakan dari sisi tengah dan keseimbangan yang hancur di sisi sayap kanan.

Pendengarannya sedikit tersumbat akibat konsentrasinya yang tinggi, sehingga kematian para bangsawan tak ia ketahui. Walaupun mereka berteriak dan menyebutkan namanya untuk meminta balas dendam.

Semua teriakkan itu tak sampai ke telinganya, dia fokus menghindar dan menyerang balik. Tombaknya tak pernah berhenti berayun walau tangannya tak begitu kuat lagi untuk menggenggamnya, tubuhnya bergerak mengikuti langkah kakinya yang terus berpindah dari satu posisi ke posisi lainnya dengan cepat.

Kedua lawannya juga berada dalam kondisi buruk. Mereka sama-sama berada dalam ambang kematian. Menghadapi lawan yang keras kepala disertai dengan kemampuan yang mumpuni memang tidak mudah, dan Swaster Merran merupakan tipikal orang semacam itu.

Tiga cahaya energi terus menimbulkan kerusakan dan ledakan disertai dengan gelombang kejut.

Tak ada prajurit yang berani mendekati mereka. Bentrokan itu semakin intens, udara memadat dan menekan segala hal di sekitar mereka. Darah bercipratan ke segalan arah, luka-luka semakin melebar dan bertambah.

Mereka bertarung seperti itu pertarungan terakhirnya dan mereka tidak peduli dengan luka yang ada pada tubuh mereka.

Semakin mereka terluka, gerakan mereka semakin buas dan serangan mereka menjadi lebih ganas.

Veus memberikan tanda pada pemberi sinyal untuk memulai serangan penuh dan mengirim prajurit yang tersisa serta menggerakkan kavaleri di sayap kanan untuk menerobos pertempuran di sisi itu.

Kavaleri tersebut melibas prajurit yang mencoba menahannya. Veus melihatnya dengan tenang saat pikirannya berkelana mencari tahu apa yang akan dilakukan Selek Valaunter.