webnovel

Perang Pembalasan IV : Serangan

Begitu derap langkah kaki kuda terdengar, seluruh prajurit yang berada di kamp segera waspada dan mengambil sikap untuk bertarung. Mereka mengangkat perisai serta tombak sembari mengarahkan pandangannya menuju ke arah deburan debu yang menutupi penglihatan. Mereka melihat begitu banyak bayangan dari balik deburan debu itu.

Ketika kegaduhan terjadi, Voran segera bangkit dari istirahatnya. Dia yang sudah mendapatkan pengetahuan baru tentang kekuatan yang ada pada tubuhnya segera mempraktekkannya. Pada waktu para prajurit membuat kegaduhan yang sebenarnya tidak diperlukan, dia bergegas keluar dari tendanya untuk memeriksa kegaduhan itu. Tentu saja dia tak melupakan senjatanya, akan menjadi bodoh jika dia melakukannya.

Voran dilindungi oleh para prajurit termasuk Veus serta Werder Sian saat dia menyaksikan pasukannya yang kembali dari medan perang. Melihat kondisi para prajurit yang begitu lusuh dan dipenuhi dengan darah dan bau yang menyengat, Voran tak berpaling dari mereka dan tak mengubah ekspresi di wajahnya. Dia benar-benar tenang, disamping itu ada prajurit yang kembali dengan anggota tubuh yang tidak utuh yang membuat dia geram.

"Veus, apa yang terjadi dengan mereka?" Voran sedikit mengerutkan dahinya saat mempertanyakan keadaan para prajurit yang tampak lusuh dan terlihat telah melewati sebuah neraka.

"Diluar dugaan dari rencana kita, Yang Mulia. Saat aku memerintahkan mereka untuk maju dan bertindak sebagai pasukan pelopor, kita mengharapkan situasi dimana pihak lawan kelelahan akibat perjalanan panjang dan sedang dalam proses untuk membangun tempat peristirahatan. Kita akan memanfaatkan keadaan tersebut dan menyerangnya. Namun, para prajurit yang kita kirim tidak hanya tidak menemui situasi tersebut melainkan mereka bertemu dengan sekelompok prajurit yang beranggotakan ribuan prajurit yang siap untuk bertarung."

Veus kesal sekaligus merasa menyesal karena tak mempertimbangkan situasi tersebut. Sesaat setelah dia menarik nafas dan menjeda perkataannya, dia melanjutkannya. "Lalu, bukan hanya prajurit mereka yang setara dengan pasukan yang kita kirim. Masalah utamanya, mereka dipimpin oleh Mival Belloc 'Sang Brigadir Kematian'. Salah satu Jenderal yang berbahaya. Pasukan yang kita kirim harus berhadapan langsung dengan mereka. Entah ini kesialan atau keberuntungan. Pasukan kita bisa bertahan dari pertarungan mematikan itu dan kembali ke sini."

Voran mengangguk dan memerintahkan para prajurit yang kembali untuk beristirahat dan memulihkan diri serta mengobati luka mereka. Ia tak mengharapkan situasi ini dan dia tidak menduga jika lawan akan mengirim pasukan pelopor yang jauh lebih kuat dari miliknya. Meski baru sehari mereka tiba, kekuatannya sudah terkikis. Ini bukan pertanda baik. Voran menengadah dan menatap langit yang cerah. Pertempuran itu terjadi di petang hari.

"Ini jauh lebih sulit dari yang aku perkirakan. Jika mereka mengirim seorang Jenderal menuju ke medan perang sebagai seorang pemimpin pasukan pelopor, seberapa kuatkah pasukan utama mereka?" Voran mendercapkan lidahnya sambil memainkan jari-jarinya. Voran merasakan tekanan dari medan perang untuk kali pertama dalam hidupnya.

"Apa ini hanya tindakan penyamaran saja? Mereka mengirim sosok yang kuat dan berbahaya sebagai cara untuk menyamarkan kekuatan? Mengharapkan pihakku untuk berpikir jika mereka memiliki kekuatan yang besar dan lebih kuat dariku? Atau memang mereka memiliki kekuatan sebesar itu? Ini membingungkan … tunggu dulu, apa mereka hanya berniat untuk membingungkan pihakku dan mengelabuhiku?" Voran tidak bisa tidak merasa bingung dan bertanya-tanya akan situasi yang saat ini dia hadapi.

Langkah yang diambil oleh pihak lawan terlalu ambigu dan tak bisa di araba. Ada terlalu banyak kemungkinan dalam langkah yang diambilnya dan Voran merasa langkah yang mereka ambil bukanlah tindakan gegabah ataupun langkah yang dibuat tanpa alasan yang matang. Tidak mungkin untuk seorang jenderal berpengalaman dan berumur akan melakukan kesalahan kecil seperti ini.

Ketika Voran tenggelam dalam pikirannya dan dugaannya akan langkah yang diambil oleh Selek Valaunter. Veus yang berada di depannya menegurnya. "Ada apa, Yang Mulia? Anda terlihat tidak begitu baik? Yang Mulia, tenang saja. Apa yang anda pikirkan belum tentu menjadi kenyataannya. Aku tidak begitu tahu apa yang anda pikirkan saat ini, tapi jika itu menyangkut apa yang terjadi. Aku bisa mengatakan, pria itu, Selek Valaunter. Dia akan melakukan segala cara untuk menghancurkan lawannya tanpa tersisa!"

Di pihak lain, Selek Valaunter yang menerima kabar tentang pasukannya dari salah satu pengintai yang dia kirim memiliki senyum lebar di wajahnya. Meski tak berhasil menghancurkan lawannya, dia tetap merasa pasukannya melakukan tindakan yang bagus. Tentu saja, keberadaan Mival Belloc menjadi pembeda yang mengubah seluruh alur pertempuran.

"Pasukan itu, mereka bukan kekuatan utamanya. Apa yang sebenarnya mereka lakukan? Menyerahkan posisi penting pada keluarga bangsawan dan pasukannya? Kurasa mereka tidak meremehkan pasukan pelopor lantas mengapa mereka mengambil langkah semacam ini. Sebenarnya apa tujuannya?" Meski dia diunggulkan dalam pertempuran itu, Valaunter tidak merasa tenang. Dia malah meragukan situasi yang ada walau senyum di wajahnya muncuk ketika berita itu tiba.

Valaunter segera memanggil seluruh petinggi militer begitu kabar pertempuran dia dapatkan. Ia tak mau melewatkan kesempatan yang muncul secara tiba-tiba ini. Awalnya, dia mengirim Mival Belloc sebagai pemimpin pasukan pelopor untuk memantau situasi serta memahami keadaan medan yang akan mereka gunakan untuk bertempur. Meski dia sudah tahu bagaimana keadaan Dataran venus sendiri, dia tetap perlu memperbaharuinya. Apalagi, ketika mereka akan bertempur. Memahami kondisi medan tempat berlangsungnya pertempuran bisa menjadi kunci yang penting dalam pertempuran itu sendiri.

Voran tak menutupi rasa kesalnya saat pasukannya hampir dihancurkan dan peristiwa itu dilihat oleh para bangsawan. Ia melihatnya tapi tak begitu memikirkannya dan memilih untuk memanggil Veus ke tendanya. Dia sudah melihat seberapa mampu pihak lawan, meski itu hanya seperti puncak dari sebuah gunung. Namun, dari kejadian ini, Voran mengerti akan beberapa hal, yakni bangsawan yang ikut dalam pasukan pelopor kembali dengan selamat dan tak memiliki luka serius, berbanding terbalik dengan pasukan yang ada dalam komandonya.

Begitu mereka ditenda, Voran melepaskan topengnya dan menunjukkan senyum yang berbeda dari raut wajah kesalnya saat berada di depan prajuritnya. Dia menghela nafas saat duduk dan mengetukkan jarinya ke meja. "Veus, mereka melakukannya dengan baik. Meski kita merugi, situasi ini tidak jauh dari harapanku. Hanya saja, bangsawan-bangsawan itu mirip dengan kecoa. Tidak mudah untuk membunuh mereka. Jadi, ketika perang ini memanas dan kedua kekuatan utama bertemu. Kirim mereka ke bagian formasi paling rentan dan berbahaya!! Mereka harus lenyap. Jika masih ada yang selamat, cari kesalahannya. Aku akan mengeksekusinya!"