webnovel

MTMB :1]

"Ayah,"

Seorang anak kecil berlari senang dengan kaki mungilnya, menuju ke arah laki- laki bersetelan Jas lengkap yang tengah duduk dibangku ruangan tunggu sambil sibuk dengan ponselnya. Wajah anak laki-laki itu sumringah saat menunjukkan mobil-mobilannya kepada laki-laki dewasa yang sekarang sudah berada di depannya.

"Ayah, lihat mobilku. Bagus, 'kan?" kata anak kecil itu sambil mengangkat tinggi-tinggi mainannya.

Juna tersenyum, sambil memeluk pinggang Vano,

"Siapa yang membelikanmu?"

Vano menunjuk ke arah kursi tunggu. Mata Juna mengikuti arah telunjuk putranya. Dari kejauhan, dia bisa melihat seorang gadis muda sedang duduk di salah satu kursi sambil membaca buku dengan sebuah earphone yang bertengger di telinganya. Tapi jarak antara dia dan Si gadis lumayan jauh, hingga sulit untuk bisa melihat wajah gadis itu dengan jelas.

Oh, jangan lupa, mereka sedang berada di Bandara. Ada urusan bisnis yang harus Juna hadiri siang ini. Seharusnya, dia sudah berangkat sejak tadi pagi dengan pesawat pribadinya, tapi Vano merengek minta ikut sehingga jadwalnya diundur dua jam karena hal itu. Sebagai ayah yang baik, tentu dia tidak ingin melihat buah hatinya kecewa. Alhasil, disinilah dia harus menunggu pesawat pribadinya disiapkan.

Juna menghela napas berat lalu kembali menatap anak semata wayangnya,

"Kamu kenal Noona itu?"

Vano menggeleng. Dia bertemu gadis itu saat sedang bermain di sekitar store mainan tadi. Dengan baik hati, Si gadis membelikan Vano sebuah mainan mobil Ferrari yang kemudian langsung dia pamerkan kepada Juna.

"Dia orang baik, Ayah." kata Vano kemudian.

"Sudah ucapkan terima kasih?"

Vano menganggukan kepalanya.

"Dia juga tersenyum sangat ramah padaku tadi,"

"Nak, orang tersenyum ramah, belum tentu mereka baik." ujar Juna dengan suara sangat lembut.

Vano memiringkan kepalanya, bingung.

"Maksud Ayah, Noona itu orang jahat?"

"Bukan, Nak. Maksud Ayah, kamu tidak boleh menerima barang dari orang asing tanpa izin pada Ayah lebih dulu, mengerti?"

"Jadi, Noona itu baik kan Ayah? Baiklah, aku mengerti." seru Vano sambil memainkan mobil-mobilan barunya lagi.

Juna tersenyum melihat tingkah Vano, lalu mengalihkan pandangannya pada gadis bersurai hitam legam sebahu yang masih duduk di ujung sana.

Yang perlu kalian tahu, Lee Juna bukan seorang laki-laki ramah. Orang-orang yang melihat wajahnya saja sudah bisa menebak seberapa tegas dan kejamnya dia. Sorot matanya yang tajam akan membuat lawan bicaranya segera menundukkan pandangan. Hormat dan segan, mungkin itulah yang mereka rasakan saat bertatapan langsung dengan pemilik Hydra group itu. Jadi jika kalian berpikir seberapa besar kekayaan seorang Juna? Tentu kalian hanya bisa meneguk saliva saat tahu berapa banyak pundi-pundi nominal yang bisa dihasilkan oleh bisnisnya setiap hari.

"Lain kali Vano tidak boleh merepotkan orang lain, bilang pada Ayah kalau ingin beli sesuatu."

Vano mengangguk tanpa memudarkan senyumannya. "Baik, Ayah."

"Tuan, pesawat Anda sudah siap. Silahkan beritahu saya jika ada hal lain yang Anda butuhkan." ujar seorang staf Hydra group dengan sangat sopan pada Juna yang sejak tadi menunggu.

"Tolong sampaikan pada semua orang yang ada di rumahku, jangan menerima tamu dari manapun saat aku sedang diluar negeri. Aku tidak ingin ada sesuatu yang terjadi diluar jangkauanku." titah Juna sembari melangkah keluar dari dari ruang tunggu.

"Baik, Tuan. Nanti akan saya sampaikan."

"Pastikan tidak ada yang mengganggu perjalanan bisnisku, termasuk gadis Iblis itu. Ah-- satu lagi," Juna menghentikan langkahnya, lantas menoleh ke belakang.

"Kau sudah mengatur semua jadwalku? Aku tidak mau ada yang berantakan,"

"Sudah, Tuan."

Juna tersenyum lega seraya melangkah masuk ke dalam kabin pesawat.Dia mengistirahatkan tubuhnya yang lelah, sudah sejak tadi punggungnya minta disandarkan pada sandaran empuk. Di sampingnya terlihat Vano yang sumringah melihat ke seluruh bagian kabin dari kursinya. Itu pertama kalinya Vano ikut serta dalam perjalanan bisnis ayahnya.

"Kamu senang?" tanya Juna seraya tersenyum.

Vano mengangguk lalu mencium pipi Juna sebagai ucapan terima kasih pada ayahnya.

Juna mengangkat jari kelingkingnya,

"Berjanjilah pada Ayah-- kamu tidak akan nakal di sana?" jari Juna langsung disambut dengan jari kelingking mungil milik Vano.

"Selamat siang, Tuan Lee. Ada yang Anda butuhkan? " tanya seorang pramugari yang baru saja menghampiri Ayah dan anak itu. Juna menoleh ke arah gadis yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Tolong bawakan makananku seperti biasa," titah Juna seraya meneliti wajah pramugari di hadapannya.

"Baik, Tuan. Tunggu sebentar akan saya bawakan."

"Tunggu! Kau ini-- bukan pramugari yang biasanya, di mana dia?" Juna menyipitkan matanya, mengedarkan pandangan ke segala arah.

"Maksud Anda Nona Kim, Tuan?"

"Selain kalian berdua, apa masih ada lagi pramugari lain tanpa sepengetahuanku?"

"Maaf Tuan, Nona Kim sedang cuti. Sementara saya yang menggantikan,"

"Ah, begitu rupanya. Kenapa tidak ada yang memberitahuku sebelumnya?" tanya Juna datar, dan sudah bisa dipastikan nyali gadis di depannya itu sudah lumayan menciut.

"Saya tidak tahu, tuan. Saya hanya diminta untuk ikut dalam penerbangan hari ini." si gadis berusaha tetap tersenyum, walaupun jantungnya sudah hampir melompat dari sarangnya.

"Siapa namamu?"

"S-saya Kang Ga Eun." terdengar suara gadis itu gemetar.

Juna menaikkan sebelah alis, "Kau kenapa? Apa aku menakutkan sampai kau gemetar seperti itu?"

"Tidak Tuan, maafkan saya."

"Noona~ bolehkah aku minta banana milk?" celetuk Vano bersemangat.

"Kau dengar? Putraku ingin banana milk."

Pramugari itu mengangguk dan segera pergi. beberapa menit kemudian dia kembali dengan semua pesanan Juna.

"Oh iya, aku lupa. Bisa kau panggilkan staffku? sepertinya aku harus memeriksa jadwalku sebelum pesawat mendarat." tanya Juna sambil sibuk mengunyah makan siangnya.

Gadis itu masih bingung, dia harus menemui staff yang mana. Begitu banyak staf yang dibawa oleh laki-laki tampan di hadapannya ini.

Hening. Karena tidak ada jawaban apapun dari si pramugari, Juna menolehkan kepalanya.

"Kau tuli?" pertanyaan menohok itu meluncur begitu saja dari bibir Juna.

"Baik, akan saya panggilkan, Tuan. Saya permisi."

Setelah si pramugari pergi, Juna membuka MacBook miliknya untuk memeriksa pekerjaan yang baru saja dikirimkan oleh anak buahnya. Dia tidak ingin ada pekerjaan yang terbengkalai selama dia tidak ada di tempat. Matanya fokus sambil sesekali menggeser layar saat membaca satu persatu E-mail yang masuk.

Ting.

Satu notifikasi pesan muncul pada bar ponselnya. Di layar tertera sebuah nama familiar yang selalu bisa membuat ubun-ubun Juna ingin meledak karena kesal.

From : Devil

Aku sudah di Seoul, kau di mana?"

Juna mendengus setelah membaca pesan itu. konsentrasinya lenyap dan moodnya langsung memburuk.

"Dasar, seenaknya saja dia datang tiba-tiba!" geram Juna.

Tanpa pikir panjang, dia menggulir kontak teleponnya dan segera menghubungi seseorang.

"Siapkan penerbanganku untuk jam lima sore, aku pulang ke Seoul hari ini."

∆∆∆