webnovel

35. Minta Pertanggung Jawaban (1)

Lintang dan Riko berpamitan kepada Rani dan lainnya sebab keduanya mungkin telah dicari oleh keluarga mereka karena pergi tanpa kabar. Rani mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk dua remaja tersebut terutama Lintang.

Rino? Jangan bertanya kemana anak itu pergi, Semenjak tiba di rumah dia begitu buru-buru ke kamarnya serta tidak lupa mengunci pintu.

Rani, "Tante minta maaf telah merepotkan kalian, terutama nak Lintang, Syukurlah biaya perawatannya gratis. Dan Tante jadi tidak enak karena tidak memberitahu kalian yang sebenarnya sebab Tante sendiri sama penasarannya" Kata Rani saat tiba di ambang pintu untuk mengantar kedua remaja tersebut.

Riko mengulas senyum, "Tidak masalah Tante, itu privasi keluarga kalian. Ya sudah kalau begitu Riko sama Lintang mau pamit dulu" Dia mencium tangan Rani disusul Lintang setelahnya.

Tetapi sebelum benar-benar pergi Lintang berpesan, "Nanti kalau ada apa-apa segera kabari kami" Rani mengembangkan sedikit bibirnya dan mengangguk kepala.

Lalu ia menutup pintu dan lanjut masuk ke dalam kemudian berhenti tepat di depan pintu kamar Rino yang terkunci.

Rani, "Abangmu belum bukain pintu?" Randa menggeleng putus asa, Entah berapa kali sudah ia mengetuk pintu namun tetap saja sang pemilik enggan membukanya.

Helaan nafas muncul dari bibirnya, Rani berkata, "Sana kamu tidurkan adikmu, Dia masih shock berat akibat Abangmu sakit" Usirnya halus. Randa mengangguk lesu lalu menghampiri Dani yang masih setia sesenggukan duduk di kursi, Kemudian menggendong dan membawanya ke kamar.

Kini Rani sendirian di luar, Sekali lagi dia bernapas besar sebelum mengetuk pintu.

Tok..tok

"Nak? Buka pintunya sayang, ini bunda mau bicara"

Hening...

Tidak ada jawaban dari dalam, Rani tidak menyerah begitu saja, "Rino, buka pintunya" Sedikit menaikkan oktaf suaranya.

Berselang beberapa menit, Indera pendengaran Rani menangkap gerakan kecil dari dalam kemudian disusul dengan terbukanya pintu. Dilihatnya sang anak benar-benar dalam keadaan kacau, Bahkan kamar yang selalu rapi itu kini bagai kapal pecah.

"Nnnnh... Bunda..." Rino menampakkan diri dalam linangan air mata di kedua pipinya, Rani terenyuh melihat kondisi memperihatinkan Putranya. Tanpa berkata-kata dia langsung menarik Rino masuk dalam pelukan hangatnya.

Rino, "Rino sudah buat Bunda kecewa" Gumamnya pelan.

Rani, "Jangan bicara seperti itu sayang, Ayo cerita dulu sama Bunda kamu kenapa. Kami semua cemas denganmu" Kata Rani penuh kasih sayang, tidak lupa dibelainya rambut hitam milik Rino.

Wanita itu membawa Rino masuk dan mendudukkannya di tempat tidur. Isakan Rino belum berhenti, Alhasil dengan sabar Rani menenangkannya sampai sang anak benar-benar tidak panik barulah Rani melanjutkan pertanyaannya.

Rino, "A-aku ha..hamil Bun..." Lirihnya, Tangisan semakin keras, Rino tidak sanggup melanjutkan perkataannya.

Janda 3 anak itu membeku di tempat. Otaknya berusaha keras mencerna apa yang anaknya katakan barusan, "Tu-tunggu, Apa katamu?" Ulangnya. Mungkin disebabkan umurnya yang semakin tua sehingga pendengarannya ikut terganggu.

Rino, "Rino hamil Bunda!" Teriaknya frustasi.

Yang tadinya sendu berubah menjadi tajam, Tatapan Rani pada sang anak, "Kamu jangan bercanda dengan Bunda"

Dia menggeleng kasar, "Tidak Bun, Sumpah demi Allah aku hamil Bun" Rino menegaskan ucapan.

Cukup sudah, Habis kesabaran Rani, "Kenapa kamu tidak jujur pada Bunda sebelumnya?!!"

Rino tersentak akibat bentakan sang Bunda. Bukan menjawab, Remaja itu justru terus menangis. Benar apa yang dikiranya, Bundanya pasti marah.

Rani, "Jawab Bunda kemana kamu pergi setelah pulang sekolah waktu itu?!"

Rino, "Ri-Rino dibawa Kakak kelas Rino, Maksudnya pacar Rino ke villa pegunungan yang Rino tidak tahu dimana tempatnya...Huhuhu..."

Kaget bukan kepalang Rani mendengar penuturan Rino. Jadi anaknya memiliki penyimpangan seksual selama ini dan menutup-nutupinya dari ibu kandungnya sendiri?

Rani menutup mulutnya disertai cairan bening yang menetes melewati kulit yang bisa dikatakan tidak muda lagi, "Astaghfirullah Rino! Sejak kapan kamu menjadi homo seperti ini?!"

Cuma isakan yang dapat Rino keluarkan dari mulutnya. Hal itu jelas-jelas diketahuinya sebagai umat muslim, Lantas bagaimana cara menghindari jatuh cinta meski pada sesama jenis? Pastinya pertanyaan itu yang ingin dia ajukan untuk sang pencipta.

Rino, "Maafkan aku Bun, Perasaanku untuknya tidak bisa Rino hilangkan begitu saja, Sejak masuk SMA Rino sudah suka kepada kakak kelasku itu" Ungkapnya.

Rani, "Apa kamu berhubungan badan dengannya?"

Rino, "Tidak Bun, Rino diperkosa sama dia, Rino dipaksa kesana Bun itu bukan keinginan Rino sendiri hiks..." Rani tidak tau harus bertanya apa pada anaknya, Dirinya diantara rasa marah dan prihatin.

Marah karena keimanan Rino yang begitu lemah sampai-sampai membuatnya melenceng dari jalan agama. Prihatin karena dia tidak menyangka sang anak yang notabenenya lelaki perkasa malah diperkosa sesama jenisnya.

Intinya ia ingin memperjelas semuanya, "Jadi ini penyebab kamu tidak mau bercerita sama Bunda?"

Rino, "Iya Bun, Rino tidak mau Bunda atau Randa akan marah ke Rino, Tapi demi Allah Rino tidak tahu akan hamil seperti ini"

Lantas Rani bertanya lagi, "Apakah kamu benar-benar hamil?"

"Di Rumah Sakit tadi Rino di suruh menggunakan tes pack karena Dokter sudah mulai curiga, Hasil garisnya 2 Bun" Tutur Rino, Tangisannya mulai reda.

Rani bertanya tentang hal yang membuat Rino seketika kaku, "Siapa ayah anak ini?"

"Itu..."

Rani, "Jawab Bunda!!" Desaknya.

Akhirnya dengan terbata-bata Rino menjawab, "A-Arwin Bun, Kakak kandungnya Lintang" Bak disambar petir di siang hari, Rani sungguh sangat terkejut karena perkataan Rino.

Geleng-geleng kepala, Rani meraih pundak Rino, "Kita akan minta pertanggung jawaban ayah anakmu, Bunda tidak setuju jika kamu akan berencana menggugurkannya, kita akan sama saja membunuh satu manusia tidak berdosa"

Rino, "Rino tidak akan setega itu Bunda. Tapi... Rino takut Bun... Kita rawat saja anak ini sendiri, Aku ikhlas bila harus berhenti sekolah agar bisa membesarkannya" Ia mengelus-elus perut datarnya.

Namun Rani menolak usulannya, "Kamu jangan lemah seperti ini, Dia harus bertanggung jawab sebagai ayah biologisnya! Bunda tidak mau tau, Besok kita pergi ke rumahnya!" Finalnya.

Rino, "Rino... Hiks... Tidak mau Bun, Mana mereka akan percaya pada kita?" Lagi-lagi dia menolak gagasan Bundanya.

Menghela nafas , "Kamu harus ingat satu hal, Anak ini butuh Ayahnya, meskipun kamu laki-laki yang akan melahirkannya tapi tetap saja dia butuh kasih sayang seorang Ayah, Jangan sampai dia seperti Dani yang tidak pernah merasakannya, Ingat itu. Sekarang tidurlah, Besok kita akan berdiskusi lagi" Rani beranjak dari sana agar sang anak dapat mempertimbangkan ucapannya.

***

Jasmine berkacak pinggang memicing mata, "Darimana kamu baru pulang jam segini?" Interogasinya.

Lintang, "Dari rumahnya Rino" Jawabnya ringkas.

Heh, Jasmine tertawa jahat, "Jangan pikir bisa membohongi Mama kamu ya" Matanya nyaris menyipit.

Remaja itu malah kian bingung dengan Mamanya, "Mama apa-apaan sih, Beneran Lintang gak bohong!"

Jasmine, "Bohong kamu! Mana ada ke rumahnya nak ganteng pulangnya hampir jam 11, Mana pake acara telpon Asep buat ambil motormu di sekolah lagi!" Sanggahnya tidak percaya.

Lintang, "Rino sakit terus Lintang antarnya pake Taksi makanya motor ketinggal di sekolah!" Berdecak malas, Benaknya kini dipenuhi oleh sakit apa Rino? Kenapa sampai dirahasiakan?

"Apa?! Nak ganteng sakit? Kamu ini gimana sih kok tidak ngabarin Mama!" Pemuda itu menggaruk rambutnya gusar, Maunya perempuan apa sih?

Lintang, "Udah selesai dari tadi Ma, Rino udah pulang dari rumah sakit" Ulas Lintang jengah.

Ekspresi Mamanya lebih membingungkan lagi setelah penjelasannya, "Masuk rumah sakit?!"

Lintang, "Heeem... Gak tau sakit apa, Itu privasi mereka, Dah ah, Lintang mau masuk... Capek!" Kemudian langsung melenggang melewati Mamanya yang terlihat uring-uringan sekarang.

Jasmine, "Iiih itu anak disuruh jelasin kok malah pergi!" Gerutu gemas wanita paruh baya itu sembari meremas-remas kedua tangan di depan dada, Posisi membuat anak seperti apa yang ia dan suaminya lakukan sampai punya anak kok modelan begitu.