webnovel

Si Ular Kecil

A Heng mulai menemui beberapa orang temannya di berbagai tempat, menanyakan informasi tentang identitas Si Ular Biru. Akan tetapi, ia kembali ke Paviliun Luofeng dengan tangan kosong. Sementara itu, Qian Xun terus menerus mengalirkan energi pada Si Ular. A Heng yang sudah tiba di sana langsung masuk ke kamar Qian Xun.

"A Heng..... Apa kau mendapatkan informasi?"

"hhuhhffff." A Heng menghela nafas. "Aku tidak mendapatkan apa-apa. Tidak ada Klan yang mengenal Si Ular Biru. Aku pun sudah mengunjuni Klan Ular. Tapi, mereka bilang tidak ada ular biru yang menghilang baru-baru ini."

"Jadi, bagaimana ini?"

"Begini saja. Kita tunggu sampai ular itu bangun dan bicara."

"Tapi, dari tadi aku sudah mengalirkan energiku tapi, dia belum sadar-sadar juga."

"Baiklah. Biar ku bantu."

Mereka pun bersama-sama mengalirkan energi pada Si Ular. Setelah berlangsung beberapa waktu, ular itu pun mulai bergerak dan membuka mata.

"Eh... kau sudah sadar???"

Qian Xun mengambil ular itu, dan ia tergeletak di atas dua telapak tangan Qian Xun.

"Ular.... Kami tau kalau kau adalah Abadi. Jadi bicaralah. Siapa namamu dan dari mana kau berasal." tanya A Heng penasaran.

Ular itu pun mulai bicara.

"Namaku.... namaku...eehhh...mmmm.... Dewa.... Aku lupa namaku siapa. Aku pun tidak tau dari mana aku berasal."

A Heng dan Qian Xun saling bertatapan kesal sambil menggelengkan kepala.

"Ular... tolong jangan mempersulit kami. Kami tau kau pasti kabur dari rumah dan saat ini bersembunyi. Tapi Paviliun Luofeng bukan tempat penampungan atau tempat persembunyian. Mohon segera beritahu kami. Kami akan mengantarmu pulang. Kalau kau punya masalah, sesulit apapun itu kami akan mencoba membatu."

"Ular.... Apa yang dikatakan Qian Xun benar. Kalau kami ketahuan menyembunyikan kau di sini, nanti yang kena masalah kami juga. Jadi tolong bekerjasamalah...."

"Tapi.... Aku serius. Aku benar-benar lupa siaap aku. Mohon Saudara Dewa sekalian mengerti."

A Heng mengeluarkan jurusnya dan mengarahkannya pada Si Ular. Ia hendak merubah Si Ular ke wujud manusianya. Tapi ia gagal. Kedua Dewa itu hanya menghela nafas pasrah. Qian Xun pun meletakkan ulang itu kembali di tempat tidurnya lalu mengajak A Heng berbicara berdua di sudut ruangan agak jauh dari ular itu. Mereka pun berbicara dengan suara kecil.

"Menurutku, sepertinya ular itu benar-benar kehilangan ingatan."

"Betul, tadi saat aku akan merubah wujudnya, aku merasakan tubuhnya sangat lemah. Sepertinya dia terluka parah." tambah A Heng.

"Begini saja, Aula Takdir cukup luas dan disana ada banyak pelayan. Bagaimana kalau kau membawanya pulang dan merawat dia. Nanti, setelah ingatannya pulih, aku akan menemanimu mengantarnya ke pulang."

"Tidak bisa.... tidak bisa.... Aula Takdir punya banyak urusan, bukan tempat penitipan. Tadi saat bertemu pengawalmu di luar, ia bilang kalau kau sangat menyukai ular. Bagaimana kalau dia tinggal di Paviliun Luofeng saja."

"Ohhhh.... tidak bisa.... tidak bisa. huuhff Chang Pu sialan. Bagaimana bisa dia bercanda di saat-saat seperti ini. Aku sejujurnya sangat membenci ular. A Heng... bukannya kau suka dengan bintang peliharaan???"

"Hhaaiiyaaa... Aku memang suka. Tapi aku suka burung, bukan ular, iiiihhhh..." kata si A Heng merinding.

Mereka berbisik dengan suara keras, jadi Si Ular mendengar mereka.

"Saudara Dewa sekalian, aku benar-benar meminta maaf sudah merepotkan kalian. Bagaimana kalau kalian membuangku kembali ke Alam Fana saja, dengan begitu, aku tidak akan menyusahkan Paviliun Luofeng."

Kedua Dewa itu jadi kasihan. Sekalipun mereka tidak suka ular, tapi mereka juga tidak mungkin tega membuang ular yang sedang terluka.

Akhirnya Qian Xun pun mengambil keputusan.

"Begini saja, kau boleh tinggal di Paviliun Luofeng. Tapi, ingat. Setelah sembuh dan mendapatkan ingatanmu kembali, kau harus pulang. Aku yakin kau punya teman dan keluarga yang menunggumu pulang."

"Benarkah??? Terima kasih, Dewa. Kau sangat baik hati dan dermawan." Si Ular sangat senang.

"Mmmmm.... Tapi jangan senang dulu. Paviliun Luofeng kami, bukan tempat untuk bersantai dan bersenang-senang. Nanti kalau kau sudah pulih, kau harus membantu pekerjaan pelayanan di sini." kata Qian Xun.

"Baik....baik... Dewa bisa menyuruhku melakukan apa saja." kata Si Ular bersemangat.

"Baiklah. Karena kau tidak punya nama, bagaimana kalau aku memanggilmu Xiao Lan saja?"

"Ohh... Aku juga suka nama itu." kata A Heng setuju.

"Xiao Lan. Kau harus patuh, yah. Jangan membuat masalah." kata Qian Xun sambil mengusap kepala Si Ular.

"Baik, Dewa." jawab Si Ular.

"Masalah telah terselesaikan. Kalau begitu, Qian Xun, aku akan kembali ke Alam Langit. Kebetulan, di tempat ku ada beberapa ramuan yang dapat membantu kultivitas dan menyembuhkan luka dalam. Aku akan membawakannya nanti. Jangan khawatir. Aku bukan lari dari tanggung jawab. Aku akan sering ke mari menjenguk Xiao Lan dan membawakan ramuan untuknya."

"Baiklah. Kalau begitu hati-hati di jalan."

"Aku percayakan Xiao Lan padamu. Aku jalan dulu...."

"Mmmm... Aku tidak mengatarmu."

A Heng pun meninggalkan mereka.

"Xiao Lan, karena kau baru bangun, kau pasti lapar. Aku tidak tau apa yang biasa dimakan Ular."

"Benar, Dewa. Aku sangat lapar. Sebenarnya, aku tidak seperti Ular di Alam manusia. Aku suka makan daging bakar dan buah-buahan yang manis."

"Hmmmm... seleramu tinggi juga." kata Qian Xun kesal. "Oh yah. Aku adalah ketua di Paviliun Luofeng ini. Aku sangat dihormati. Kau harus memanggilku 'Yang Mulia Qian Xun'. Dan juga ada banyak hal yang harus dilakukan pelayan di Paviliun Luofeng dan juga ada banyak peraturan yang........"

"Baiklah, Yang Mulia Qian Xun. Xiao Lan mengerti." Si Ular memotong. "Tapi, bisakah aku mendapatkan makanannya sekarang? Aku sudah sangat lapar."

"Huh.... Dasar ular tidak tau malu. Tunggu disini. Aku akan mengambilkan makanan."

"Baik, Yang Mulia." jawab Si Ular dengan tertawa kecil.

Qian Xun hanya menggeleng kepala. "Aku pasti telah melakukan perbuatan jahat di masa lalu sehingga ular tidak tau malu ini jatuh ke Paviliun Luofengku." katanya dalam hati dengan kesal. Ia pun segera menuju dapur dan mengambil makanan.

Tak lama kemudian, Qian Xun telah muncul dengan sepiring ayam bakar yang harumnya menggoda dan sepiring lagi bua pir. Ia pun meletakkannya di meja.

"Xiao Lan, coba lihat. Apa kau suka makanan seperti ini?"

"Suka.. suka..... Aku sangat suka ayam bakar. Aku juga suka buah pir."

Tanpa di persilahkan, Si Ular langsung naik ke atas meja dan melahap semua makanan yang ada. Namun badannya tetap saja kecil.

Qian Xun hanya melongo heran melihat tingkah Si Ular.

"Gila.... ini benar-benar benar gila.... Jika dia berlama-lama di sini, bisa-bisa ia menghabiskan semua makanan di Paviliun Luofeng." katanya dalam hati.

"Hei, Xiao Lan. Karena kau makan banyak, kelak kau harus bekerja dengan giat. Jangan merugikan Paviliun Luofeng."

"Mengerti... mengerti..." katanya setelah menelan dua piring makanan.