Begitu sirine berbunyi, semua mahasiswa baru menghampiri idola mereka masing-masing. Kira-kira ada 15 senior dan 5 alumni yang datang hari ini. Yuni dan Niar langsung berlari ke arah Desta. Anisa dan Triana berlari ke arah Rama, sementara Ditya masih menimbang-nimbang kepada siapa dia akan meminta pin itu. Dari sekian banyak senior, Putra lah yang mendapat kerumunan paling banyak.
'Aku yakin Kak Putra akan sangat menyulitkan aku kalau aku menghampirinya.' pikir Ditya. Lalu dia memandang ke sekeliling lagi dan melihat Rian sedang duduk di tempat yang paling jauh dari yang lainnya sambil membaca sebuah buku. Mungkin karena ini adalah pertama kalinya dia mengikuti kegiatan, jadi belum banyak junior yang mengenalnya. Atau mungkin mereka tau, tapi mereka takut memilihnya. Karena semua senior sudah banyak dikelilingi oleh para mahasiswa jadi Ditya berpikir akan sulit baginya untuk mendapatkan pin dari mereka. Ditya tidak ingin melakukan tantangan hingga berkali-kali. Akhirnya dia memutuskan untuk menghampiri Rian.
"Permisi, Kak. Apa kakak mempunyai pinnya?" tanya Ditya perlahan. Dia belum mengenal seperti apa karakter Rian jadi dia sangat berhati-hati dalam berbicara.
Riang mendongakkan wajahnya dan melihat ke arah Ditya. Sebuah senyuman manis mengembang di wajahnya yang putih dan bercahaya. "Saya pikir hari ini saya bisa membaca buku dengan tenang. Karena sepertinya hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali yang menyadari keberadaan saya."
Hati Ditya mendadak berdetak kencang ketika melihat senyuman Rian yang begitu manis dan suaranya yang begitu lembut. Namun dia tidak membiarkan dirinya terlalu larut dalam suasana.
"Jadi, apa saya bisa . . . "
Rian mengangguk sebelum Ditya menyelesaikan perkataannya. "Tentu aja," katanya, "Tapi apa kamu bisa menunggu sebentar lagi, barangkali ada teman kamu yang akan bergabung nanti."
"Baik, kak." Ditya setuju. Akhirnya dia bisa menemukan satu orang waras lagi dalam ekskul ini.
Rian kemudian mengamati wajah Ditya, dan dia mengenali Ditya. "Tunggu, bukankah kamu mahasiswi yang dompetnya tertinggal di KOPMA?" tanya Rian memastikan apakah Ditya adalah gadis yang sama.
"Iya, Kak. Jadi kakak masih ingat kejadian itu?" tanya Ditya malu.
"Ya begitulah. Nggak nyangka ya, kita bisa ketemu lagi disini. Dan bukan hanya itu aja, tapi kita juga mengikuti kegiatan ekskul yang sama."
"Setiap kali mengingat kejadian itu, saya jadi malu sama diri saya sendiri yang begitu ceroboh. Saya pikir kakak udah melupakan kejadian yang memalukan dan nggak penting itu." Ditya berbicara sambil memandang sepatunya. Dia tidak berani menatap mata Rian yang mungkin akan membuat lututnya merasa lemas.
"Bagaimana saya bisa melupakan kejadian lucu dan berkesan itu?" tanya Rian pada Ditya.
'Apa? Berkesan? Apa aku nggak salah denger? Tapi apa maksudnya itu, ya?' tanya Ditya pada dirinya sendiri dalam hati. Kemudian dia menggeleng-gelengkan kepalanya, 'Nggak . . . Nggak . . . Nggak . . . Kenapa aku jadi ge-er begini sih?' omel Ditya.
Rian bingung melihat sikap Ditya yang mendadak aneh, "Kamu kenapa?"
"Nggak kenapa-kenapa kok, Kak." jawab Ditya buru-buru begitu dia menyadari bahwa sikapnya aneh. Tidak lama kemudian, datanglah dua orang lagi menghampiri Rian. Mereka adalah Tami dan Nadia.
"Kak, apa kami masih bisa gabung?" tanya Tami sambil terengah-engah.
"Boleh. Baiklah karena kalian udah berkumpul disini maka saya ingin menunjukkan sesuatu." kata Rian. "Kebetulan saya memiliki 3 buah pin. Saya menunjukkan pin ini agar kalian tidak merasa di PHP-in sama saya. Tapi sebelum saya memberikan kalian pin ini, maka kalian harus melakukan beberapa hal sesuai dengan peraturan yang tadi dijelaskan oleh Kak Ade."
Ditya, Tami dan Nadia merasa senang melihat pin itu. Mereka mendengarkan dengan seksama setiap perkataan Rian.
"Apa kalian sudah siap menerima tantangan pertama?" tanya Rian.
"Siap, Kak!" jawab mereka bertiga dengan semangat.
"Tantangan pertama untuk kalian adalah, menangkap sepuluh ekor semut lalu bawa kemari. Dan ingat semuanya tidak boleh mati." kata Rian, "Kalian boleh bubar sekarang."
Tami, Ditya dan Nadia berpencar. Pertama mereka sibuk mencari wadah untuk menaruh semut nanti. Ditya memilih bekas botol air mineral sebagai wadahnya. Setelah itu dia mulai melihat-lihat ke bawah. Hanya dalam hitungan detik, Ditya berhasil menemukan barisan semut di tanah. Dia mulai meletakkan botol mineral itu di depan semut-semut yang sedang berbaris. Dengan sabar Ditya menunggu semut itu satu per satu masuk ke dalam botol setelah itu meniupnya agar semut itu masuk ke dasar botol. Sesekali dia memindahkan posisi botolnya karena para semut pun mengubah alur perjalanan mereka.
Tanpa Ditya sadari, ada seseorang yang sedang memperhatikannya dari kejauhan. Orang itu adalah Putra. Putra melihat setiap gerak-gerik Ditya hingga bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang dilakukan olehnya.
"Desta, coba kamu lihat temen kamu itu. Apa coba yang lagi dia lakuin sampai berpindah-pindah posisi seperti itu." Putra menepuk Desta dan menunjuk ke arah Ditya.
"Yang pasti dia lagi melakukan tantangan yang dikasih seniornya." jawab Desta datar.
"Dia kelihatan bodoh sekali ya." Putra menertawakan Ditya dari kejauhan.
"Kamu yang sebenernya kelihatan bodoh, Put. Setiap ada kesempatan kamu selalu memandanginya dan berusaha mendekatinya sementara yang dilakukan Ditya adalah kebalikannya." Kali ini Desta yang menertawakan Putra.
"Siapa bilang aku selalu memperhatikan dia? Apa aku begitu kurang kerjaan sampai-sampai melakukan sesuatu yang un-faedah seperti itu." Putra berusaha mengelak dari pernyataan Desta.
"Kamu mungkin bisa berbohong sama yang lain. Tapi aku mengenal kamu sejak kita SMA. Jadi aku udah hafal sama kelakuan kamu."
"Kamu ini sebenarnya teman siapa sih? Dia atau aku? Setiap kali kita membahas dia, kamu selalu membela dia dan memojokkan aku." Putra bersikap seolah-olah dia tersinggung dengan sikap Desta.
"Aku adalah teman kalian berdua. Tapi kalau aku disuruh memilih antara kalian berdua maka aku akan memilih Ditya. Mengingat betapa rasionalnya dia dalam menghadapi kamu. Hahahaha . . ." Desta mengejek Putra.
Akhirnya dalam waktu beberapa menit dia berhasil mengumpulkan 10 ekor semut dan memasukkan rempah-rempah makanan yang dia simpan di sakunya ke dalam botol. Dengan demikian, semut-semut itu akan fokus mengerubungi makanan tersebut alih-alih mencoba kabur dari dalam botol.
Setelah itu Ditya kembali ke tempat Rian. Ternyata dia adalah orang pertama yang tiba disana.
"Wah cepat sekali kamu datang. Apa kamu udah berhasil mendapatkan 10 ekor semut itu?" tanya Rian takjub.
Ditya mengangguk dan menyerahkan botol yang berisi semut itu pada Rian.
"Bagaimana caranya kamu mendapatkan semut-semut ini?" tanya Rian penasaran, "Apa kamu memungutnya satu per satu?"
"Nggak kak. Kalau saya memungutnya dengan tangan, ada kemungkinan beberapa semut mati. Jadi saya meletakkan botol itu di depan barisan semut. Jadi satu per satu semut itu masuk ke dalam botol. Kurang lebih seperti itu lah." Ditya menjelaskan kronologi bagaimana dia bisa mendapatkan semut itu.
Lagi-lagi Rian menghadiahkan Ditya dengan sebuah senyuman. Senyuman ini terlihat sederhana dan tulus. Rian juga bukanlah seseorang yang sangat tampan. Tapi senyumnya mampu membuat hati Ditya bergetar dan tersipu malu.
Beberapa menit kemudian, Tami datang dan disusul oleh Nadia. Mereka berdua menyerahkan hasil buruan mereka.
Rian tidak banyak bertanya pada mereka berdua. Dia hanya memuji pekerjaan mereka yang berhasil mengumpulkan 10 ekor semut.
"Saya senang dengan hasil pekerjaan kalian. Jadi kita lanjutkan aja ke tantangan berikutnya." kata Rian, "Tantangan berikutnya adalah mengamen. Dan lagu yang harus kalian nyanyikan adalah lagu bertemakan cinta."
"Kak, berapa jumlah uang yang harus kami kumpulkan?" tanya Tami.
"Lima ribu aja. Nanti saya akan berkeliling untuk mengecek kalian. Jadi jangan mencari lokasi yang jauh dari sini ya."
"Oke, kak." jawab Nadia.
"Kalian boleh mulai dari sekarang."