"Ok." kata Ditya patuh.
Randy tersenyum. Dia mencoba membaca respons Ditya atas perkataannya tadi. Namun dia tidak dapat menemukan jawabannya. Ditya adalah tipikal orang yang sulit ditebak. Kalau dia ingin menunjukkan perasaannya, maka dia akan menunjukkannya dan sebaliknya. Bila dia ingin menyembunyikannya, maka tidak ada satupun orang yang bisa menebak apa yang dia rasakan sebenarnya.
Ketika Randy dan Ditya sedang bersenda gurau, Vina masuk ke dalam barak.
"Kak Randy? Sejak kapan kakak disini?" tanya Vina.
"Belum lama kok." jawab Randy.
"Ada perlu apa, Kak?
"Aku cuma ingin mengecek keadaan adikku ini." jawab Randy sambil memegang kepala Ditya. "Aku dengar dari temannya kalau dia sakit jadi aku bergegas kemari untuk melihat keadaanya."
"Adik? Jadi Ditya ini adiknya Kak Randy?"
"Iya. Berhubung kamu udah agak baikan, aku pamit, ya."
"Iya, Kak." jawab Ditya.
"Kenapa buru-buru, Kak?" tanya Vina.
"Aku masih harus keliling. Kalau ada waktu nanti aku main kesini lagi." pamit Randy.
Kira-kira satu jam kemudian, masing-masing kelompok tiba satu per satu. Baju mereka terlihat sangat kotor, penuh dengan noda tanah. Lalu Ditya dan teman-temannya pergi membersihkan diri.
Sebelum acara api unggun, mereka makan malam terlebih dahulu. Kebanyakan dari mereka makan mie dalam cup karena memang hanya ini yang paling praktis dikala uang sudah menipis.
Ditya, Yuni, Niar, Anisa dan Triana duduk di belakang barak. Di sana juga ada beberapa senior laki-laki yang juga sedang makan sambil menunggu acara di mulai.
Sambil menunggu mie matang, Ditya masuk ke dalam barak untuk mengambil alas duduk dari bekas dus. Begitu dia meletakkan alas tersebut di bawah, tiba-tiba Rama duduk di atasnya sambil berkata, "Terimakasih ya Dit. Kamu memang pengertian sekali sama senior."
"Kak, itu tempat duduk aku. Aku sengaja ambil alas itu dari dalam untuk tempat duduk aku." omel Ditya.
"Udah lah, Dit. Ikhlasin aja ya. Biar jadi pahala untuk kamu." bujuk Rama sambil tersenyum menyebalkan. Tentu saja semua orang tertawa melihat Ditya diperlakukan seperti itu.
"Ok, ambil." kata Ditya kesal. "Kalian semua sama aja. Sama-sama menyebalkan."
"Kecuali Kak Desta." tambah Ditya.
"Ram, udah dapet MaBa yang mau tampil di acara api unggun belum?" tanya Ade.
"Oh iya, aku lupa, Kak." kata Rama sambil menepuk jidatnya.
"Duh, kalian ini bagaimana, sih?" keluh Ade.
"Kalian tenang aja. Aku udah menemukan orangnya." kata Putra.
"Siapa?" tanya Dewa.
"Ditya." jawabnya singkat sambil melirik ke arah Ditya yang sedang menyeruput mienya.
"Uhuk.. uhuk.. uhuk.." Sontak Ditya tersedak mendengar jawaban Putra.
'Bagaimana bisa dia secara tiba-tiba menyuruhnya tampil di depan umum tanpa persiapan? Apakah dia ingin mempermalukan aku?' kata Ditya dalam hati.
"Aku nggak mau, Kak." protes Ditya.
"Apakah ada yang meminta pendapat kamu?" tanya Putra dengan ekspresi yang menyebalkan.
"Kenapa dari sekian banyak MaBa yang ada di ekskul ini harus aku yang dipilih? Kan masih banyak yang lain yang lebih berpotensi dibandingkan aku. Misalnya Yuni, Niar, Triana, dan Anisa." ucap Ditya sambil menoleh ke arah teman-temannya untuk meminta dukungan.
"Oh.. tidak bisa.." kata Yuni.
"Kakak benar. Udah biar Ditya aja yang tampil." dukung Anisa.
"Huh.. Teman macam apa kalian?!" omel Ditya.
Putra tersenyum melihat ekspresi Ditya. 'Dit, apakah kamu menyadari betapa menariknya diri kamu saat marah-marah seperti ini.'
"Oh ya, aku kan nggak bisa main musik." kata Ditya berusaha mengubah keputusan mereka.
"Nggak masalah. Aku bisa mengiringi kamu dengan gitar ." jawab Putra.
"Karena waktunya udah mepet, kita voting aja, deh yang ada disini sekarang. Dan apapun hasilnya harus diterima oleh semua pihak." usul Ade. "Siapa yang setuju Ditya tampil dalam acara api unggun?"
Semua orang yang ada disana, termasuk teman-teman Ditya, mengangkat tangan mereka tanda setuju.
Ditya menepuk wajahnya, "Sial."
"Jadi, lagu apa yang ingin kamu bawakan?" tanya Putra.
"Baiklah, kakak bisa lagu More than Word by Westlife?" tanya Ditya pasrah.
"Easy." jawab Putra enteng. "Ayo kita coba latihan dulu, mumpung masih ada waktu."
"Ok." Ditya setuju.
Mereka sempat berlatih 2x untuk menyelaraskan lagu sebelum acara api unggun di mulai. Sepanjang latihan, Ditya membuat Putra marah karena ritmenya yang lari-larian dan false. Bukannya menyesal, Ditya justru menyalahkan Putra karena sudah memilihnya untuk tampil. Ditya terus berusaha membujuk yang lain untuk mencari orang lain, namun usahanya sia-sia karena acara api unggun akan segera dimulai.