Kami berhenti di halaman sebuah Café, Mika segera turun dari mobilnya setelah memarkirnya dan aku segera membuka pintu di sebelahku sebelum Mika membukakannya untukku. Mika segera menggandeng tanganku saat kami berjalan memasuki café. Aku berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya tapi Mika makin erat menggenggamnya dan meremasnya dengan lembut membuatku gugup. Aku mencoba bernafas dengan lambat untuk menetralisir detak jantungku yang semakin cepat.
Suara music mengalun dengan lembut, mengalunkan lagu-lagu cinta yang mendayu. Mika membawaku ke sebuah meja yang terletak di sudut ruangan agak jauh dari meja yang lain. Aku hanya bisa tersenyum saat Mika menyeret sebuah kursi dan menyuruhku duduk di kursi itu kemudian dia menyeret kursi di depanku dan duduk di sana. Seorang pelayan datang membawa sebuah tablet dan myerahkannya kepada Mika untuk memilih menu yang ada.
"Kamu ingin makan apa, Cha?"
Cukup lama aku terdiam, mata kami bertemu. Dalam hati aku bertanya, benarkah dia tidak mengenaliku? Dari tadi sikapnya membuatku melted, kalau aku tak menghadapinya sendiri aku tak akan percaya karena sosok di depanku sangat berbeda dengan sosok yang biasanya kuhadapi. Harus kuakui Mika yang ada di depanku kini sangat menarik, semua sifat buruknya yang biasanya dia perlihatkan lenyap sama sekali menjadi sosok yang lembut dan penuh cinta.
"Cha?"
"Samain punya kamu saja," kataku sambil tersenyum lembut, sesungguhnya aku bingung mau pesan apa karena baru sekali ini aku memasuki café yang eksklusif seperti ini.
Mika kemudian menyebut beberapa makanan setelah mengusap layer tablet itu berkali -kali sementara si pelayan tampak sibuk mencatat semua pesanan. kemudian Mika menyerahkan tablet pada pelayan, pelayan itu kemudian mengangguk penuh hormat dan meninggalkan meja kami . Aku dan Mika kembali bersitatap setelah pelayan meninggalkan meja kami. Tiba-tiba kedua tangan tangannya terulur dan menggenggam kedua tanganku, Aku segera menarik tanganku dari genggamannya karena merasakan jemariku yang nyeri karena bersentuhan dengan Mikati , aku merasa seperti tersengat aliran listrik. Mika menahan tanganku membawanya ke dekat ke arahnya membuatku semakin gugup.
"Cha, kamu percaya cinta pada pandangan pertama?" tanyanya sambil menatapku intens.
Aku segera menunduk, menghindari tatapannya yang seperti magnet. Apa yang dia katakan? Apa dia sedang mengatakan dia jatuh cinta pada pandangan pertama padaku, Chacha?
"Cha…"
"Tidak, aku bukan orang yang percaya pada cinta pandangan pertama tapi aku harus melihat beberapa aspek dulu sebelum aku bisa jatuh cinta,"
"Apa yang membuat kamu bisa jatuh cinta pada seseorang?" tatapan kami bertemu, Mika membawa tanganku ke arahnya dan menciumnya tanpa memindahkan tatapannya dari mataku.
Oh, Tuhan! Dalam hati aku menjerit mendapat perlakuan manis yang tak kusangka dari Mika. Ini jelas bukan Mika yang aku kenal selama ini. Tak tahukah dia sikapnya itu membuat membuat jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya dan darahku berdesir dengan cepat menimbulkan rasa nyeri di tubuhku.
"Aku… aku tak tahu," kataku gugup. "Aku tak punya kriteria khusus, karena ketika cinta itu datang, kita
bahkan tidak bisa memilih pada siapa kita jatuh cinta."
"Hmm, menarik," Mika tersenyum, sangat manis.
Pelayan datang membawakan pesanan kami, dia meletakkan dua gelas orange juice dan dua piring steak yang sangat menggoda rasa laparku.
"Kita makan dulu," kata Mika, dengan enggan dilepasnya kedua tanganku dari genggamannya,
Kami menyantap makanan di depan kami tanpa banyak bicara, hanya sesekali mata kami bertemu dan tersenyum. Saat ini, aku melupakan bahwa dia adalah bosku yang sangat menjengkelkan tapi seseorang yang memujaku dengan segala tingkahnya yang sangat manis. Tiba-tiba tangan kanan Mika terulur dan menyentuh sudut mulutku membuat kedua pipiku blushing.Aku segera memegang tangannya menghentikan gerakan tangannya yang menbuat tubuhku bergetar dan jantungku berdetak lebih cepat.
"Belepotan sausnya sampai di sini," Mika mengambil selembar tisu dan mengelap sudut mulutku yang tadi diusapnya.
"Terimakasih," jawabku kikuk. Aku segera meminum jus jerukku untuk menghilangkan rasa jengahku.
"No Problem!" Mika tersenyum manis.
Aku menunduk menghindari tatapannya yang seperti menelanjangiku.
"Apa kamu selalu memperlakukan semua wanita yang baru kamu kenal dengan semanis ini?" aku menyeringai.
"Tidak!" Jawabnya tegas, matanya mengarah ke manik mataku, "Hanya kamu!"
Ada sesuatu yang hangat saat aku mendengarnya meski dalam hati aku masih merasa ini adalah hal yang aneh. Apakah hanya dengan melepas kaca mata tebalku, menggerai rambutku dan menghapus riasan tebalku membuatnya tak mengenaliku? Mungkinkah dia sengaja mengerjaiku? Aku menatapnya dan tersenyum melihat Mika yang kesal dengan pertanyaanku tadi.
"Rumor yang aku dengar kamu seorang yang suka menyiksa asistenmu,"
"Itu karena mereka tidak becus," jawabnya cuek.
Aku menatapnya jengkel, "Kenapa kamu menyalahkan mereka? Bisa jadi kamu yang bermasalah,"
"Bisa tidak kita tidak membicarakan pekerjaan, aku sedang ingin menikmati waktu bersamamu," katanya lembut membuat rasa jengkel yang tadi muncul karena mengingat perlakuannya padaku di kantor lenyap begitu saja.
Mika segera menyelesaikan makannya dan mengamatiku makan, membuatku merasa tidak nyaman.
"Jangan menatapku seperti itu," aku melebarkan telapak tanganku di depan mukanya sambil meneguk jus jeruk di tangan di kiriku.
"Kamu cantik," Mika terkekeh, matanya tak lepas dari wajahku sedang tangannya menangkap tanganku yang terulur dan membawanya ke depan nya dan mengecupnya dengan lembut membuatku merasa frustasi.
Perlakuannya memporak-porandakan dinding hatiku. membuatku merasa jengah sekaligus nyaman berada di sisinya.
***
AlanyLove