webnovel

Racun

"Ibu, aku berangkat."

"...."

Aku melangkah pergi dengan senyuman pahit, menutup pintu tua rumahku dengan pikiran yang kalut dan berwajah masam.

Lagi-lagi Ibu hanya terbaring di tempat tidurnya dan mengabaikan kondisi tubuhnya yang mulai rapuh termakan usia. Ibu kini telah kehilangan keinginan untuk hidup dan hanya ingin tertidur dan melupakan segalanya.

Hatiku sakit setiap aku melihat bagaimana hancurnya ibu sekarang.

Aku tak bisa lagi menikmati udara pagi yang segar mau bagaimanapun aku mencoba.

Wajah ibu yang ditutupi dengan rasa sedih dan kemalangan tak pernah lepas dari pikiranku, bahkan untuk sedikitpun. Aku tak bisa melupakannya dan tak akan pernah mencoba melakukannya.

"Aku ingin melihatnya tersenyum lagi, bahkan untuk sekali saja."

Apapun yang kulakukan untuk mengembalikan diri Ibu yang sebenarnya, dan dengan segala cara yang berhasil kupikirkan. Tak satupun dari cara itu yang membuahkan hasil, aku hanya terus menemui jalan buntu dan kemarahan akan tidak mampunya aku untuk menolong ibuku yang malang.

Aku hanya bisa menunduk dan melihat ibuku hancur dari hari ke hari.

Tragedi paling mengerikan dan selalu kusesali sampai saat ini. Jiwaku mulai membusuk dengan banyaknya penyesalan dan kemarahan yang kupendam terus menerus tanpa ada satupun hal yang mampu menyelamatkanku.

Aku terus berdoa akan keberuntungan pada suatu hari nanti, hingga pada suatu saat ... aku memutuskan untuk menyerah dan hanya bisa bersujud di antara rasa sakitku dan kegelapan di hatiku.

"Hidup ini terlalu kejam!"

Aku hanya bisa mengutuk kehidupanku yang kacau ini.

Hingga suatu saat ....

Penderitaanku mencapai tingkat dimana aku mungkin lebih baik mati daripada terus merasakannya.

Fox Dwyne, bajingan yang dihormati semua orang melihatku dan mengetahui rahasia tergelapku. Dia meraihku dan membisikkan kata-kata yang meracuni pikiranku.

Dan dengan menyebutnya sebagai cinta.

Aku hanya bisa merasakan kegerian dari bajingan yang menyebutku sebagai wanita yang ditakdirkan untuknya.

Kehadirannya hanya membuatku jijik dan ngeri akan topeng yang selalu dia kenakan. Tak ada satupun kebaikan yang terasa darinya. Hanya ada kengerian binatang buas yang meminta mangsa untuk dilahap.

Tersenyum lebar layaknya iblis yang kelaparan, dia memberikan rasa sakit yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.

Mencengkram leherku dengan kuat, dia memperlihatkan seringai lebarnya dan memperlihatkan sosok iblis dengan sayap hitam yang dipenuhi obsesi akan rasa sakit.

Aku mengutuknya! Membencinya untuk seumur hidupku!

Aku akan membunuhnya!

Dan aku akan memastikannya!

Bahkan-

Jika aku harus mengorbankan segalanya.

Aku pasti ....

Akan membunuhnya.