Siang itu Aura terlihat lelah setelah memarkirkan motornya, melihat sang Ibu dengan pemuda itu yang sedang asik ngobrol dengan menanam bunga.
"Modus, sungguh memalukan! Apa coba maksudnya!" Aura bicara sendiri dengan masih melihati Ibunya yang asik ngobrol dengan pemuda itu.
"Ibu juga apa motifnya, ganjen banget! Mereka pasti akan jadi makcomblang!" Ia segera masuk, langkahnya terhenti saat Ibunya memanggil.
"Aura ... kok nggak salim!" cegah Ibunya, Aura membalikkan badan lalu berjalan ke Ibunya ia mencium tangan halus milik Ibunya.
"Fahri," panggil wanita yang umurnya 52 tahun itu.
"Iya Bu ..." Fahri itulah nama pemuda itu.
"Bantu Aura cara bertanam." suruh Sang Ibu agar Aura dan Fahri semakin akrab.
"Ibu aku capek!" keluh Aura yang langsung duduk di kursi panjang.
"Fahri ini juga dokter lho ..." rujuk Ibunya sangat jelas bisa terbaca oleh Aura.
"Maksud Ibu, dia saja tidak capek dia dokter skeater, orang-orang stres yang sering ia tangani, iya kan Nak Fahri?" ujar Ibunya semakin membuat Aura malas.
"Berarti biasa bicara dengan orang-orang itu, yang sabar ya." ucapan Aura menjengkelkan
"Hus! Aura." kode dari Ibunya.
"Lalu kenapa bercocok tanam?" tanya Aura yang kemudian mencium bunga mawar berwarna putih.
"Ya bantu-bantu Ibu, sambil nunggu jam dinas di tetapkan." jelas singkat dari Fahri.
"Ibu masuk dulu," pamit Ibunya yang pergi ke rumah.
"Hai, kalau di jodohkan jangan mau ya! Aku tau Bapak dan Ibukku ada niatan seperti itu, tuntutan segera menikah. Aku tau ada pria yang sering mendekat bahkan fikiranku kamu modus." ujar Aura keGRan.
"Aku faham tenang saja, ini bukan modus mungkin dua minggu lagi, kita tidak akan bertemu karna jelas aku jauh dari kamu, berdoa saja agar kamu bukan jodohku," tegur Fahri, Aura menghela nafas ia ikut meletakkan tanah kedalam pot.
"Maaf aku kepedean, hanya saja aku merasa begitu, banyak yang memujiku cantik dan sebagai gadis idaman. Mau jadi teman! Ini tawaran susah lo, berteman denganku." ujar Aura, Fahri tersenyum.
"Aku sudah berteman dengan Ibumu, Ibumu baik, pasti ingin masa depan anaknya bahagia," ujar Fahri sambil memasukkan kaktus ke dalam pot.
"Sebenarnya aku pernah pacaran saat kelas tiga SMA, aku masih menunggunya, hubungan kami tidak di restui dia pun pergi entah kemana. Dia tinggal di komplek rumahmu, namanya Faisal," Aura mencuplik kisahnya.
"Faisal! Dia teman sekolahku, putra pak Hamdan?" tanya Fahri, Aura menatapnya.
"Iya, aku pacaran dua minggu, saat itu dia kuliah dan aku kelas satu SMA, kau mengenal?" tanya Aura yang sibuk menata pot-pot yang berisi tanaman.
"Iya, dia temanku, tapi kami sudah lama tidak bertemu, dia juga dokter, dia menjadi donasi di salah satu pondok, di Jakarta di Pondok milik Kiai Muhammad Iskandar." jelas Fahri.
"Bernarkah? Kami sudah 5 tahun tidak bertemu, Bapakku juga meremehkannya," ujar Aura yang terlihat sedih.
"Jika bertemu aku akan titipkan salam, jangan pernah berfikir jika aku hanya modus." pinta Fahri. (Walau aku memendam rasa tapi lebih baik sadar diri, kamu memang benar gadis impian) batinnnya.
"Ya maaf, aku merasa pandangan mereka aneh apa lagi kaum adam, apa tidak pernah lihat gadis cantik! Aku hanya bercanda. Ternyata nyaman bicara sama dokter skeater. Eh, apa tidak sulit ngobrol sama orgil? Pasti tidak mudah ya?" ujar Aura yang mulai penasaran.
"Ya sedikit sulit, memang begitu, tapi selama aku berteman dengan Faisal dia bilangnya jatuh cinta sama Sabil," Fahri berfikir dan mengingat-ingat.
"Sabila Aura itu namaku, kapan terakhir bertemu dengan Faisal?" korek Aura, Fahri berdiri, terlihat ia mengingat sesuatu.
"Iya ... empat bulan lalu saat reuni, mungkin besok minggu kami ketemu, ada acara di rumah teman kami. Yakin dia masih mencintaimu, Faisal masih mengharapkanmu," ujar Fahri (walau aku juga, mengharapkanmu tapi lebih baik aku yang memendam, aku memang modus, tapi apalah dayaku)" batin Fahri.
"Ngomong-ngomong kenapa ngantar bunganya pagi amat!" tanya Aura yang memegangi bunga anggrek.
"Ingin lihat wajah kamu di pagi hari," gombalan dari Fahri, Aura tertawa.
"Aku sadar, aku memang cute, maklumlah," mereka tertawa. "Itu hanya bercanda, tapi aku sungguhan tanyanya!" jelas Aura.
Fahri meletakkan pot pot kosong ke mobil pikepnya, "Kalau naman bagusnya pagi, jadi ya harus pagi kemarinya! Apa kurang tepat alasanku, apa aku harus bohong gombal lagi." jelas Fahri.
"Baiklah teman Ibu, aku kira kamu naksir aku, aku kepedean ha ha ha" jelas Aura.
'Kamu benar Aura, bahkan di pagi hari hasrat ingin melihat wajah ayumu, inginku. Kau sangat manis, cantik, Astagfirullah, sadar Fahri kau akan jauh dan tak mungkin mendapatkan cintamu itu, Fahri sadar ... Apalagi dia masih cinta kepada Faisal' batin Fahri, Aura menepuk tangannya.
"Kenapa melamun." Aura menyadarkan Fahri.
"Yah, bakalan kangen sama Ibumu, Ibumu teman yang baik, aku pamit Assalamua'laikum." Fahri naik ke mobil,
"Wa'alaikumsalam."
Mobil berlalu Aura melihat bunga mawar yang layu, ia segera memberi air ke bunga itu.
"Faisal, aku selalu menunggu mu, menunngu perjuangan cintamu, apa perasaan mu masih sama? Apa kamu akan membuktikan betapa besarnya cintamu untukku, kau menghilang dan sudah cukup lama, dulu Bapak takut kamu tidak akan sukses, tapi sekarang itu semua berubah, apakah Bapak akan merestui cinta yang tertunda, Ah ... Jangan terlalu berharap Aura, mungkin saja Faisal udah ada yang punya kan menyakitkan." ujarnya kepada bunga.
"Kenapa kamu ... Ada pemuda yang melamarmu, nanti malam dia dan keluarganya akan kemari. Jadi tolong jangan buat malu ya," jelas Ibunya, Aura langsung murung.
"Kau pasti suka dengan pemuda ini." ujar Ibunya yakin kalau Aura akan menerima lamaran untuknya.
"Memang siapa?" ujar Aura, "Bu.., aku masih ingin kerja, ya walau masih kurang satu bulan, sih, Ibu dan Bapak selalu jadi makcoblang." Aura hendak masuk rumah.
"Dia Faisal!" ujar Ibunya menghentikan langkah Aura.
"Pasti hoax," ujar Aura yang masih tidak percaya.
"Kemarin malam dia kemari dan menerima tantangan Bapakmu! Dia berhasil menghafalkan sembilan surat dari Al-Quran, jadi Bapakmu sudah menerimanya." jelas Ibunya yang masih sibuk dengan bunga-bunganya.
"Kapan? Aku kok tidak tau!" Aura berfikir tapi ia tersenyum dan pipinya merona.
"Kamu keluar sama Mbakmu." jelas Ibunya, Aura berlari ke Ibunya dan memeluk erat.
"Kalau gitu aku tidak mau kerja ah!" suara Aura sangat bahagia, Ibunya tersenyum "Ini bukan mimpi kan bu! Kalau mimpi sangat menyakitkan." rasa bahagia telah datang untuk Aura.
"Benarkah itu Faisal yang dulu? Nanti Faisal yang lain!" Aura mastikan.
"Dia Faisalmu, yang dulu cupu sekarang keren, dia juga dokter, dia ngabdi di Pondok Kiai Muhammad Iskandar, makanya Bapakmu tidak keberatan." jelas Ibunya.
"Aku mekar Ibu ... Aku jatuh cinta ... cinta pertamaku ... SubhanaAllah aku bahagia, sukraan ya Allah ..." senyum di bibir Aura mengembang, terlihat jelas ia sangat bahagia.