webnovel

Chapter 04- SEORANG GADIS CANTIK

Happy Reading!

SUSTER MEMBAWA ku ke kamar dimana pasien kedua berada. Suster itu juga membawa Lucas yang duduk di kursi roda bersama nya. Si suser bersikap sabar sekali pada bocah nakal itu. Dia tidak menepati janjinya untuk tak merepotkan orang lain. Dia masih saja mengoceh tak jelas.

Setibanya di kamar itu, penglihatan ku menangkap seorang gadis yang terbaring di ranjang. Suster bilang kalau luka yang gadis ini dapatkan tak separah seperti Lucas. Dia mungkin hanya pingsan, aku melirik pergelangan tangan dan lengan nya yang mendapat banyak goresan.

"Apa lukanya sudah di obati sebelum aku kemari?" tanyaku pada suster, dia mengangguk dan menjawab, "ya, suster Meera yang melakukannya, dokter"

Suster membawa Lucas mendekat ke ranjang adiknya itu. Harus ku akui, terlepas dari semuanya wajah nya sangat cantik. Kulit nya juga sangat mulus, sayang sekali terdapat luka-luka kecil di kulit indah ini.

"Ini semua salah ku, harus nya aku tak mengajaknya bersamaku.. "

Ya ampun, dia sadar diri juga, kah?

"Tenang saja Tuan muda Lucas, adik mu baik-baik saja. Dia akan sadar beberapa jam lagi. Dia masih istirahat.. "

"Istirahat? Apa dia tidur?" tanya si bocah itu penasaran.

"Benar, sebelum dia sempat sadar. Nona Alice bilang dia ingin tidur sebentar" jelas si suster padanya.

Alice? nama yang bagus untuk gadis kecil nan lugu seperti dia. Wajah nya polos sekali, menggemaskan.

Pintu kamar terbuka. Kami menoleh ke arah nya, menampakkan seorang pria yang nampak familiar di mataku. Astaga,

aku kenal orang ini. Dia kan...

Orang yang ku tabrak tadi?!!

Kebetulan macam apakah ini? bagaimana bisa aku bertemu dengannya lagi. Aku cepat-cepat berbalik membelakangi orang itu. Untung saja dia belum melihat ku. Aku harus segera keluar dari kamar ini, apapun caranya.

Jangan sampai bertahan muka langsung..

"Kakak?! kau akhirnya datang.. " bocah itu membuka suara nya menyambut pria yang dia sebut kakak itu. Sebisa mungkin aku menutupi wajah ku dengan rambut. Dia melewati ku tanpa curiga sedikitpun. Tentu nya aku masih memalingkan wajah ku ke arah lain, agar dia tak bisa melihat ku. Dia berjalan ke arah Lucas, memeluk nya.

"Kau, sudah ku bilang jangan mengebut, tapi tetap saja kau melanggar nya.. " nada bicara nya masih saja dingin. Dia mencubit lengan nya pelan, membuat bocah itu meringis.

Aku mundur perlahan memutar tubuh ku ke arah pintu, ingin meraih gagang nya.. tapi, suara suster mencegah ku, "dokter? kau ingin pergi kemana..?"

Aku membeku di tempat, tak bisa menjawab untuk beberapa detik, "a-aku ingin ke toilet sebentar.. tolong kau tetap di sini saja.. " ujar ku, lalu setelah nya aku pergi dari kamar.

-

Mondar-mandir ke sana kemari di sekitar koridor rumah sakit seperti orang gila. Aku mencoba mencari cara agar bisa terhindar dari pria itu. Apa dia masih di kamar adiknya Lucas? aku juga tak bisa terus berlama-lama berkeliaran di sini.

"Musa.. " seseorang mencolek bahu ku. Ternyata itu Nahye..

"Ah, kau rupanya.. bikin kaget aja" aku menghela nafas lega mengelus dada.

"Sedang apa kau disini? bukannya kau ada pemeriksaan dengan pasien kecelakaan itu? kenapa kau masih disni?"

"Ya, aku.. aku ingin ke toilet sebentar" dia mengerutkan kening nya heran. Raut wajah kecurigaan mulai terukir di wajah nya. Otak ku berputar mencari alasan yang pas untuk menghindari pertanyaan bertubi-tubi dari Nahye. Aku selalu tak bisa berbohong padanya, bukan karena tak bisa, tapi karena dia selalu tahu.

Sembari terus berpikir, mataku tak sengaja melirik pria itu yang baru saja keluar dari kamar Alice di rawat. Gawat, dia sedang berjalan ke arah kami dengan pandangan fokus pada layar ponselnya. Aku menarik pergelangan tangan Nahye, membawa nya ke sisi lain.

"Kenapa tiba-tiba menarik ku kemari?" diia menatap ku, semakin curiga dengan sikap ku. Dengan terpaksa aku menceritakan semua yang terjadi padanya.

"Aku bertemu pria yang ku tabrak di jalan waktu itu. Dia ada di sini, dan dua remaja yang kecelakaan itu, mereka saudaranya!" jelas ku. Bola matanya melebar seketika, cukup terkejut.

"Kau yakin dia orangnya? mungkin kau salah lihat saja"

"Tidak, aku yakin dia. Aura nya sangat persis seperti yang kurasakan saat aku menabrak nya.. "

Mendengar penjelasan ku membuat Nahye sedikit khawatir. Tapi rasa penasaran nya juga tak luput, masalahnya dia tak merasa sensasi ketakutan seperti diriku saat waktu itu. Hanya aku yang merasakan aura ketakutan itu, kenapa? kenapa hanya aku.

'Jangan sampai.. kita bertemu lagi, Nona'

Kata-kata itu, masih terdengar jelas di telinga ku sampai sekarang.

"Kalau begitu, kau.. kau tak boleh bertemu dengan nya" dia menggenggam erat tangan ku, membawa ku ke taman belakang rumah sakit dan mendudukan ku di bangku yang ada di sana.

"Kau tunggu di sini saja sementara aku akan bilang pada suster yang menemani mu tadi, bahwa kau sedang istirahat sebentar.. sembari aku memastikan pria itu pergi"

"Ingat kau tak boleh kemanapun, selagi aku belum kemari..mengerti?!" aku mengangguk paham. Tak ada cara lain selain menurutinya. Lagipula, taman ini cukup ramai, banyak pasien dan keluarga nya bersantai sebentar di sini. Jadi kurasa aku tak perlu khawatir..

Nahye pun pergi meninggalkan ku sendirian. Aku duduk di taman menikmati pemandangan sekitar. Angin di taman ini masih sejuk, walaupun siang hari.

"Aku bertanya-tanya apa yang dilakukan seorang dokter di sini, dan meninggalkan pasien nya begitu saja.. "

Eh?

Suara itu lagi..

Aku mendongak ke atas. Aku terkejut bukan main, karena saat ini wajah nya tepat di atas ku. Dia berdiri mencondongkan tubuh nya ke arah ku, senyum nya itu, senyumannya super aneh.

"Kau, sedang apa kau disini?" bodohnya aku malah menanyakan pertanyaan seperti itu.

"Aku? harusnya itu jadi pertanyaanku, dokter. Apa yang kau lakukan di sini?" dia menekan kalimat terakhir. Dia lalu duduk di sebelahku, membuka soda kaleng di tangan dan meminumnya..

Dia melirik ku, sedangkan aku? aku tak berani melirik nya sedikit pun, pandangan ku terus ke depan, menghindari tatapannya tentu saja.

"Apa kau bosan? ternyata jadi dokter juga membosankan ya.. "

Apa-apaan? bahkan aku belum menjawab.

"Hey, kau tidak ingin melihat lawan bicara mu?" dia terus menatapku sekarang. Sebenarnya apa masalah nya? apa dia kesal karena aku meninggalkan adiknya yang masih butuh perawatan begitu saja? pasienku bukan cuman dua adiknya itu saja. Aku menyerah, akhirnya menatap nya. Kami duduk tak berjauhan, dia tepat di sebelah ku.

"Apa kau kesal karena aku meninggalkan adik mu begitu saja?" aku memutar bola mata malas.

"Ya, itu salah satu alasannya. Sebenarnya aku tak ingin bertemu denganmu lagi. Tapi mau bagaimana lagi..." dia berkata main-main. Dia tersenyum, menunjukan senyum mengerikan itu lagi. Seperi senyuman psikopat yang mengincar korbannya. Mengerikan.

"Kau..kenapa kau terlihat biasa saja saat mengetahui adikmu kecelakaan karena ulah nya sendiri?!" aku akhirnya bertanya dengan naa kesal, tapi kali ini aku juga benar-benar penasaran.

Dia menoleh, lalu menjawab, "itu karena aku yang mengajari nya cara mengebut. Aku tidak menyangka akan sampai seperti ini resikonya. " sudut bibirnya terangkat, menunjukkan tatapan meremehkan.

"Apa katamu? .. kau yang mengajarinya? pantas saja dia sama menyebalkan nya seperti mu!" aku tanpa sadar jujur padanya. Mulut ku memang tak bisa terkontrol saat emosi.

Lanjutan-