webnovel

12. SHE'S FUCKING NICE!

LANGKAH ALICE terhenti sebab sang kakak tersayang memanggil namanya dari jauh. Telinganya mendadak sensitif sekali sampai bisa mendengar bisikan-bisikan maut. Tepat pada saat itu, ia sudah menduga bahwa sang kakak sadar akan tindakannya. Mana lagi, raga Nahye belum ada di sisinya saat ini. Gadis itu entah tersesat dimana, sekarang pun belum balik juga.

Sudah dicarinya ke seluruh gedung club, berujung sia-sia. Terlintas pikiran bahwa Nahye kabur, pulang ke apartemen miliknya. Ponsel gengam bergetar, bermunculan notif-notif yang memaksa untuk dilihat sekarang, tetapi tak ada semili pun keberanian dari dalam diri Alice untuk mengecek notif-notif itu sebab ia tau siapa pengirimnya. Tak lain dan tak bukan adalah kakaknya sendiri, Alveus.

Mati lah aku, pasti ini notif dari kakak.

Jika disuruh memilih, ia juga tidak mau membantu Nahye, gadis itu terus memaksanya. Tak mungkin juga ia menolak setiap ajakannya. Walaupun sama saja dengan menusuk Alveus dari belakang. Dia memang dari lama menyimpan ketertarikan pada Dokter Mu.

Nahye bilang ia ingin memberikan kejutan bagi sahabatnya tercinta, Musa. Kemudian, berpikir bahwa mempertemukan Rama dengan gadis itu akan membuatnya semakin bahagia dan berhenti bersikap murung dan kosong lagi.

Menurut ku sih, alasan nya agak alay banget. Namanya juga bucin!

Coba kalau kakak gak pernah ngelarang aku pacaran, udah ku pacarin si Alec dari dulu~

Ungkap Alice terang-terangan dalam hati. Langkahnya mondar-mandir mencari keberadaan Lucas. Karena merasa hanya dialah yang mampu menyelamatkan Alice dari kemarahan Alveus.

"Sayang.. "

Udara rasanya berhenti mengalir di lorong club. Terduga pasti siapa pemilik suara barusan. Bahunya berat akibat tangan kekar yang membebani.

"Kemana saja kau? Tidak menyapaku sedari tadi tiba, dan tak mencari ku sedikit pun?" Tidak tau dari sudut mana dia muncul mendadak di samping nya.

"Kakak.." cicit nya pelan.

"Aku minta maaf!" sambungnya. Menyatukan tangan di dada.

Satu kata keluar dari bibir mulus Alice. Tak ada kata lain yang mampu terucap selain 'maaf' karena pastinya penjelasan apapun mustahil berefek. Alveus tersenyum menanggapi permintaan maaf adik tercintanya. Tetapi, percikan kerenggangan dan kejahatan tak luput dari sana.

Di usapnya rambut lembut Alice. Serasa seperti akan dijambak berikutnya. Lorong minim pengcahayaan selayaknya gua kosong dekat hutan. Aura hitam menyelimuti seluruh ruangan. Benar kan, kepala Alice di tarik kebelakang. Tepat di sebelah wajahnya, Alveus ada.

"Ara? Kejam sekali kau menipuku. Katakan, apa yang pantas di tebusmu nanti?" seringai Alveus melebar, menikmati raut wajah takut sang adik.

"Kak, sumpah! Nona Nahye terus-terusan memaksaku. Sebenarnya aku tak bermaksud menipu mu, sungguh. Sebagai gantinya aku akan membantumu memisahkan Dokter Mu dari kekasihnya.."

Merupakan kesenangan besar Alice jika si kakak menerima tawaran bengkok nya. Merusak hubungan orang selalu menjadi hobi favoritnya selain mempermainkan perasaan orang yang menjadi target.

Pernah sekali, Alice merebut pacar dari teman perempuannya yang famous di sekolah hanya untuk terkenal. Sudah seperti membalikan tangan saja, dan ia tak pernah gagal, ngeri nya.

Dengan semua anugrah Tuhan yang dimiliki Alice, tentu saja ia mampu menaklukkan semua pria agar bertekuk lutut di hadapannya, kecuali Alveus tentu saja. Alice adalah ular dan Alveus adalah pawang ari ular itu sendiri.

"Ide mu tidak buruk, sayang. Lakukan saja sesukamu asal tidak merugikanku, paham?"

"Baiklah! Serahkan saja pada adik mu ini, Kak. Dokter Mu tidak akan bersama pria sialan itu lagi!"

"Lucu sekali. Aku jadi bertanya-tanya bagaimana kau melakukannya?"

"Itu urusan ku, Kak. Kau tinggal tunggu hasil nya saja, kan?" dia mengangguk pelan. Rasa ragu sekecil pun musnah pada Alice. Dari dulu, kata-kata nya memang seperti pisau.

•••

Kami keluar dari ruangan, nyengir lebar atas sedikit aktivitas kecil yang kami lakukan tadi. Aku membenarkan dress yang kini terlalu naik. Kembali ke kamar mandi dan membentulkan make-up selagi menunggu Nahye kembali. Kami berniat melanjutkannya di hotel, tempat Rama menginap malam ini. Namun Rama bilang dia ada urusan mendadak, mengecewakan sekali.

Aku sangat merindukan dia sampai-sampai tidak memikirkan apapun selain kebersamaan kami berdua. Keberadaan Nahye bahkan hampirku lupakan. Aku mengetuk kening pelan, berusaha fokus memikirkan apa yang menjadi masalah utamaku di sini.

Tetapi kejadian panas barusan tak bisa aku abaikan begitu saja. Sudah lama aku tak merasakan sentuhan Rama. Tinggal hampir sebulan di kota ini cukup meresahkan dengan orang-orang menyebalkan dan aneh. Yeah, paling tidak aku bersyukur karena bertemu Rama di saat seperti tadi. Dia memang jadi kecanduan ku. Benar, aku kecanduan bersamanya.

Aku kembali ke lantai utama. Semakin malam, semakin banyak orang saja. Semuanya berdesak-desakan.

"ALICE!!" teriakku melihat nya sedang berbicara dengan seseorang. Langkah ku beranjak menghampiri nya.

Sett!

"Huh?"

Lucas? dia menahan tangan ku sekarang? jelas dia tau kalau aku ingin menyusul Alice di sana, iya tinggal beberapa jarak.

"Kau serius mau ke sana? Kau tidak menyadari siapa yang sedang bersama Alice itu? mata mu buram atau buta, Dokter?"

Lalu ku perhatikan sebentar. Oh! ternyata benar, ada raga Alveus yang berada sebelahannya. Holy sh!t-untung saja Lucas menahan jalanku tadi, kalau tidak entah apa yang terjadi nanti.

"Kau benar.. "

Kemudian, Lucas menarikku menjauh dari lantai satu ke lantai dua yang lebih sedikit orang nya. Begitu sampai di sana, aku terpukau dengan pemandangan kota dari atas. Bulan yang bersinar di tengah gelap nya malam, semakin menambah keindahan kota.

Ia menyodorkan segelas red wine padaku. Aku mengambil dan meminumnya sekali teguk tanpa curiga. Kebetulan juga karena aku haus. Stress mendatang karena kehilangan Nahye di tengah pesta. Kemana sebenarnya gadis itu? bagaimana kalau ada pria brengsek yang menculik nya? bagaimana kalau dia tak sengaja terjebak, atau tersesat tapi itu tidak mungkin, club ini tak sebesar rumah sakit.

"Kau tidak melihat Nahye? Aku mencari nya sedari tadi"

"Aku melihatnya keluar bersama seorang pria"

"Tidak, mungkin dia sedang bersenang-senang di kamar hotel bersama pria lain!" katanya becanda.

"Mustahil, Nahye masih waras. Dia tidak sembarangan seperti itu!"

"Kalau begitu, mungkin aku salah.. "

Aku tersenyum, netra mataku lagi-lagi melihat ke arah bulan purnama sempurna. Kurasa pemandangan bulan paling bagus adalah dari atas club ini. Di rooftop rumah sakit tak seindah yang di sini. Kota ini semakin membuat ku penasaran.

DOR!

DOR!

DOR!

Suara tembakan pistol menggema dari lantai bawah hingga ke telinga ku. Lucas juga menyadari nya, kami saling berpandangan. Beberapa menit kemudian, orang-orang mulai berteriak panik-berlarian kesana-kemari layak nya semut yang mengumpul di tumpukan gula manis. Kegaduhan entah berasal dari mana mengacau di club ini.

Kami berlari ke lantai bawah, suara tembakan peluru makin jelas di telingaku. Langkahku semakin cepat apalagi aku juga menyadari Alice dan lainnya masih di sana tepat tak jauh dari pintu masuk.

Beberapa orang dengan bersenjata masuk ke dalam club. Mereka membuat ricuh seluruh isi club. Gelas-gelas kaca berjatuhan akibat dari peluru yang meleset. Club ini bisa hancur kapan saja jika tidak ada yang menghentikan semua ini.

Orang-orang yang mendesak untuk keluar mendorong ku sehingga aku kesusahan untuk masuk.

"DOKTER MU!"

Aku segera memalingkan wajahku ke arah teriakan itu. Syukurlah, aku menemukan Alice menuju ke arah ku.

BRUK!

Bola mataku mendelik saat Alice terjatuh tak berdaya karena satu peluru menembus perutnya. Sial, gadis itu tertembak dengan mudah. Ternyata ada yang sengaja mengincar dirinya dari belakang.

Kakiku berjalan kencang menangkap tubuh Alice. Darah memenuhi pakaiannya. Astagah, gawat ini sangat gawat. Segenap tenangaku berusaha mengangkatnya bangun. Alice masih bernafas, syukurlah. Dia bukan tipe yang cepat mati konyol.

"Toilet.. " gumamnya.

Segera aku membawanya ke toilet. Aku selalu bingung, kenapa Lucas dan Nahye selalu hilang dimakan bumi, bahkan tepat saat di sebelah ku tadi?!

Aku menyandarkan tubuh Alice di tembok. Cerdik sekali, dia mengatur nafasnya sebaik mungkin. Aku mengambil tisu toilet membalut lukanya.

Senyum tersungging di wajah sekarat nya, "sialan, orang-orang itu cari mati dengan keluargaku.. "

"Kau tau siapa mereka?"

"Kakak pasti tau. Dia salah faktor kenapa mereka menyerang kami di sini. Hah, aku bingung dengan apa yang sebenarnya kakak rencanakan"

Bahkan dalam keadaan begini, dia masih bisa berbicara lancar seperti tak ada halangan apapun di tubuhnya. Penasaran, tubuhnya berasal dari besi atau apa? bisa menahan peluru dari senjata kejam itu.

'Kenapa aku malah jadi khawatir dengan nasib para pengacau itu nanti, ya?'

BERSAMBUNG>>