webnovel

4

Selepas solat Ashar di mushola perumahan nya, Irham pulang ke rumah dan memakirkan motornya di tempat cuci motor dan mobil di rumah, di samping rumahnya yang ke sambung ke belakang.

Sebelum berangkat ke rumah calon mertua nanti setelah solat magrib, ada baiknya Ia berbenah sedikit.

"Hujan-hujan nyuci motor !" celetuk Cindy sang Ibu. Ia memerhatikan Irham yang kini sedang menaring selang air yang tersambung dengan kran.

Musim hujan sedang melanda Jakarta. Cuaca menjadi agak sedikit lembab dan langit dipenuhi oleh awan mendung. Pasti banyak air yang begenangan di jalan hingga membuat motor baru dicuci tidak berarti.

"Hehehe, mau ke rumah calon mertua." Ujar Irham sambil cengengesan lalu mulai menyomprot motornya dengan air.

Cindy mengerjabkan mata nya mendengar jawaban dari Irham, anak nya mau ke rumah calon mertua. "Pacar kamu yang mana nih, Mas?" tanya Cindy yang kini sedang duudk di kursi kayu kecil sambil ngemil kacang dalam toples.

"Lah Ibu nanya nya gitu, kayak Mas punya banyak pacar aja." Sahut Irham sewot. Ia membuka sachet shampoo motornya lalu menuangkan ke dalam ember kecil dan mengaduknya.

Cindy terkekeh singkat, "Maksud Ibu kan, kamu sama Killa udah break, lah sekarang mau ke rumah calon mertua, mertua dari pacar yang mana?" tanya Cindy kepo sambil memperjelas pertanyaan nya.

Irham sering kali membawa pacarnya berkenalan dengan orangtua nya, ada yang udah dekat banget malah seperti mantan pacarnya bernama Killa itu. pacarnya sebelum Ia bersama Bella. Namun, yang nama nya nggak jodoh mau diapain juga nggak bakal bareng-bareng. Alih-alih serius berhubungan dengan Irham, Killa malah meninggalkan nya dan menikah dengan orang lain.

Kandas hubungan mereka karena Irham yang berkerja sebagai karyawan dengan gaji pas-pasan. Killa rasanya tidak sanggup hidup pas-pasan. Dari pada terlanjur ini dan itu, perempuan itu memutuskan hubungan mereka dan memilih lelaki lain yang lebih mapan secara financial.

Entah kenapa, Irham selalu terjebak dengan cewek-cewek kaya yang nggak mau diajak hidup susah. Hampir semua mantan pacarnya punya financial stable atau kadang kala adalah anak orang kaya raya. Lah sekarang, seorang model yang sedang naik daun. Nggak kalah kaya lah.

Dengan prinsipnya yang mau mencari cewek yang mau hidup biasa-biasa saja, pasti udah kesulitan.

"Nama nya Bella Sarasvati Bu, kenalan waktu Mas pulang dari Jerman kemarin di bandara. Terus yaudah deh, di gebet-gebet dikit, mau deh jadi pacar Mas." jelas Irham pada Ibu nya.

Setahun yang lalu, teman-teman Irham yang di Jerman membuat acara reuni besar-besaran untuk angkatan Teknik Mesin, turut mengundang istri dan anak para alumni. Jadilah, Irham berangkat ke Jerman sekalian liburan selama 10 hari disana. Dalam perjalan pulang, Irham bertemu dengan Bella sama-sama transit di bandara yang sama menuju Jakara. Pertemuan mereka dimulai dari sana dan belanjut hingga menjadi sepasang kekasih.

"Udah lama dong itu, kamu ke Jerman aja tahun lalu."

"Ada deh sekitar 7-8 bulanan Bu pacaran nya."

"Hih udah main rahasia-rahasiaan ya sama Ibu, males ah gitu."

"Ibu tau nggak bintanng iklan juicy fruitie?" tanya Irham yang diangguki Cindy sebagai jawaban nya, "Dia itu kan bintang iklan nya Bu."

"Lah dhalah, bintang iklan toh?"

"Iya, model iklan dan busana bu."

"Cantik amat."

Sambil menyabuni motor Bit buluk nya, Irham terkekeh pelan mendengar perkataan Ibu yang kini sudah memasang wajah cemberut. "Yah sengaja Bu, jangan terulang lagi kayak Killa Bu dan yang sudah-sudah, udah kenal sama Ibu tapi nggak jadi mantu juga."

"Kamu sih betah amat jadi cungpret, bukan nya ngambil alih bisnis Abi kamu, kan nampak kamu nya nggak kere-kere amat." Cibir Cindy lalu melempar kulit kacang yang Ia makan, "Pakai motor jelek itu lagi, kayak nggak ada lain aja. Pantesan cewek pada nggak mau sama kamu, Mas."

"Bu, kalau jodoh nggak akan kemana deh ya."

"Halah banyak omong kamu mas, kemana nya kemana? udah tua gitu belum juga ada yang mau di seriusin sama kamu."

"Yeeee…. Liat aja nih, Insya Allah Bella yang ini mau diseriusin sama Mas."

"Talk less, do more ya Mas. Kalau gagal yang ini, Ibu jodohin aja kamu bair cepat nikah dan ngambil alih bisnis bengkel Abi."

"Nggak maauuuuu . . . Mas bukan sangkuriang bu, dijodoh-jodohin." Tolak Irham histeris. Enak aja mau dijodoh-jodohin.

"Sangkuriang ndas mu, Siti Nur Baya kalee !" koreksi Cindy.

"Yeee… pokoknya nggak mau."

"Nggak boleh bantah, kamu itu anak Ibu, nurut aja."

"Ibu nyebelin." Sunggut Irham sebal.

"Biarin." Balas Cindy sambil memeletkan lidahnya meledek anak sulung nya.

[***]

Irham sudah rapi dengan pakaian nya untuk bertemu dengan calon mertua. Ia memakai kemeja warna baby blue dipadu dengan celana jeans berwarna hitam dengan alas kaki loafer senada. Menurutnya sudah cukup standar rapi lah untuk bertemu dengan camernya – calon mertua – nanti. Insya Allah nggak malu-maluin.

Irham menyambar jaket hitam nya yang baru saja di laundry oleh Mbak Desi lalu memakainya sambil turun ke lantai dasar.

"Mau kemana, bos?" tanya Ikram pada anak sulung nya, lelaki setengah abad itu sedang duduk di ruang keluarga sambil mengajari Haikal mengaji Iqra.

"Mau ke rumah camer, Bi. Doakan lancar ya Bi." Sahut Irham lalu menyalim tangan Ikram dan juga menepuk sayang kepala Haikal.

"Iya Abi doakan, nanti pulang beli martabak tapi." Sahut Ikram bergurau.

"Hilih, pamrih amat Bi."

"Udah sana berangkat." Usir Ikram pada anak lelaki nya itu. "Sukses yo Mas !" kata Ikram mendoakan.

"Aamiin."

Baru saja melangkah dua langkah, satu suara lagi menahan kepergian Irham. Siapa lagi kalau bukan Cindy Nur Aisyah, Ibu tercinta nya.

"Eeh eh mau kemana lu?" tanya Cindy galak.

"Ya Allah Bu, kan udah bilang tadi mau ke rumah camer."

"Nggak pakek pamit sama Ibu nih? Nggak berkah nanti." Peringat Cindy yang kini masih menggunakan mukenah karena baru saja selesai tadarus dengan kedua adiknya.

"Uuuh Ibu bilang gitu, jadi deg-degan Mas bu." Irham mendekati Cindy lalu memeluk Ibu nya sayang, Cindy membalasnya dengan mengusapkan punggung lebar Irham.

Irham melepaskan nya lalu mengecup wajah Cindy banyak kali, dari kening lalu kedua pipinya berulang kali. "Doakan Mas ya Bu, Mas sayang sama Bella tapi takut ditolak emak nya nanti."

"Percaya sama Tuhan, Mas. jodoh udah ada yang ngatur, kamu usaha aja. Kalau emang nggak cocok sama keluarga nya, lepasin aja anak orang ya Mas." nasehat Cindy sambil mengusap pelan rambut panjang anak nya.

"Iya bu," sahut Irham singkat. "Pergi dulu Bu." Irham menyalim tangan Cindy lalu menciumnya lama.

"Assalamualaikum."

"Waalaikum salam." Sahut Cindy dan Ikram barengan.

Ikram memandang Cindy sang Istri lalu mengendikkan bahu nya pelan, "Bang Am, anak kamu udah dewasa." Ujar Cindy pada suami nya.

"Iya Cin, Semoga tahun ini kita bisa dapat mantu ya Cin." Sahut Ikram yang diaminkan oleh Cindy.

[***]

Pagar rumah Bella memang terbuka, Bella sudah menghubungi tadi. Katanya suruh masuk aja nanti dia akan buka pintu utama nya.

Perasaan Irham jadi bergemuruh karena deg-degan. Perasaan, dulu-dulu waktu ingin bertemu dengan calon mertuanya yang lain, Ia tidak merasa deg-degan.

Irham menenteng bolu artis yang Ia beli tadi di toko sepanjang perjalanan sebagai bingkisan untuk mertuanya. Halah, peduli amat kalau nanti bolu nya nggak enak atau malah bukan rasa favorit camernya. Yang penting bawa, benar tidak?

Bella langsung membuka pintu rumahnya setelah Irham siap memarkirkan motor kesayangan nya. Motor Bit buluk keluaran 2010.

"Malam, Bell." Sapa Irham lalu mendekati perempuan yang kini sedang tersenyum lebar itu.

Seperti selalu nya, di mata Irham, Bella selalu tampak cantik dalam balutan baju apapun dan dalam keadaan apapun. Bella nya memang memukau. Malam ini Bella memakai kaos putih longgar dipadu dengan celana jeans panjang, sederhana atau malah asal-asalan tapi tetap saja mempersona.

"Malam Yang. Uh aku nervous." Ujar Bella lalu menggandeng tangan nya dan membawa nya masuk ke dalam rumah. "Mama aku udah nunggu kamu di meja makan."

"Mama kamu nggak judes kan Bella? Lupa nanya aku." Tanya Irham asal sambil melangkah masuk kedalam.

Bella tertawa pelan lalu menepuk bahu Irham manja, ada-ada saja pacarnya itu. "Kamu mah. . .nggak kok tenang aja."

Irham dan Bella akhirnya sampai ke meja makan yang dituju. Sudah ada seorang wanita paruh baya disana yang duduk dan menunggu kehadiran keduanya.

Irham memincingkan matanya saat melihat Ibu dari pacarnya itu. Rasa nya tidak asing, tapi siapa ya. Irham menepis pikiran itu sejenak lalu menyapa calon mertuanya itu.

"Saya Irham Setiawan Tante, pacar nya Bella." Katanya Irham sopan, "Ini ada sedikit bingkisan untuk Tante." Tambahnya.

Wanita itu tersenyum kecil lalu menerima bingkisan yang diberi Irham, menengok kedalam plastik itu dan mengangguk kecil melihat isinya.

"Saya Renata, Ibu nya Bella." Balas wanita paruh baya itu kemudian mempersilahkan Irham untuk duduk di kursi yang sudah tersedia.

Dalam hati Irham sudah menduga yang bukan-bukan. Melihat raut wajah camernya yang kurang ramah dan menebarkan hawa negative, Irham jadi berkecil hati.

Mereka mulai makan malam yang sudah dimasak oleh Bella dan Ibu nya. Bella menyungguhi nya makanan favorit nya yaitu cumi masak merah.

Sambil menyantap makanan tersebut, Irham menilai-nilai dari sejak Ia masuk ke dalam rumah itu pertama kali.

Rumah Bella tentu saja bukan rumah kecil yang terdapat 2 kamar dan satu petak ruang keluarga, rumah Bella merupakan rumah besar dan megah melebihi rumah nya, mengingat di komplek mana Bella tingga ya tidak heran sih. Komplek perumahan paling mewah di Jakarta.

Irham jadi takut ditolak oleh orangtua Bella, namun demikian Irham akan mencoba ikhlas dan mengingatkan kembali nasehat ibu nya, kalau orangtua nya tidak menerima nya maka lepaskan anak nya. Jangan mengikat anak orang terlalu lama namun berakhir dalam ketidakpastian.

Selesai menyantap makan malam nikmat tersebut, mereka bertiga pindah ke ruang keluarga untuk berbincang sejenak.

"Wajah kamu familiar, saja seperti mengenal kamu." Ujar Renata pada Irham.

Mendengar itu, Irham jadi semakin yakin kalau mereka sebelum pernah beberapa kali bertemu.

"Kamu tamatan apa?" tanya perempuan itu memulai eksekusi untuk calon mantu nya.

"Saya sarjana teknik mesin Tante, lulusan TU Berlin."

"Oh ya? Bukan nya kuliah di FKG?" tanya Renata lagi. Laah.

'Ah kampret. Gimana bisa lupa sih sama dosen sendiri.' umpat Irham dalam hati.

Nyata nya, kenapa wajah Renata sangat familiar karena ternyata dulu saat Ia masih mengenyam pendidikan di FKG selama 2 semester, Renata adalah dosen wali nya. Haih, malah bisa lupa segala. Yaiyalah, udah hampir 10 tahun. Itu ibu-ibu juga masih ingat sama wajahnya, haduh benar-benar otaknya encer, nggak heran jadi dokter.

"Hehehe, iya Tante. Dulu sempat dua semesteran aja di FKG, setelah itu keluar lanjut di Berlin."

"Oh gitu, pantas wajah kamu familiar sekali." Ujar nya lau menganggukkan kepala nya pelan, "Kerja kamu sekarang apa?"

"Di perusahaan otomotif Tante, sebagai Maintence Engineer." Bella yang duduk disampingnya meremas pelan tangan Irham setelah Ia menjawab pertanyaan Ibunya.

Wanita dalam balutan dress hijau botol itu tersenyum sinis, "Gimana ya, Irfan. Kamu jauh-jauh ke Berlin buat sekolah tapi Cuma jadi maintence Engineer?" tanya wanita itu meremehkan, "Di FKG kamu keluar, terus ke Berlin buat lanjut pendidikan. Tapi apa? kamu Cuma jadi karyawan, CUMA KARYAWAN." tekan Renata. "Kamu itu udah ada masa depan cerah sebagai dokter gigi malah kamu sia-sia kan. See now, berapa sih gaji kamu? 6 juta atau 7 juta? Buat beli bedak nya Bella aja pas-pasan." nyinyir Renata pada Irham.

'Ampun deh ini Mak Cik. Nyinyir amat.'

Irham menelan ludahnya susah payah, Ia sudah tau gimana ini seharusnya berakhir. "5 jutaan tante, tapi saya ada nyambi kerja di bengkel juga. Insya Allah cukup." Jawabnya mantap.

"Nggak usah mimpi deh kamu punya hubungan lebih lanjut dengan anak saya kalau gaji kamu segitu." Ujar Renata pedas. "Udah penampilan kayak reman pasar, rambut awut-wautan begitu, miskin lagi. Saya paling nggak suka anak saya dekat dengan lelaki seperti kamu ya." Ketus Renata tak ada habis nya.

"Maaaa. . . . kok gitu sih." Tanya Bella gusar. Ya kali emak nya ngomong gitu untuk pacarnya. "Bella sayang sama Irham."

"Kamu diam Bella. Jangan buta kamu ya, mau makan apa kamu nanti kalau sama dia? cinta? kalau bisa bikin kamu kenyang dan hidup nyaman sih nggak apa-apa." Renata menyembur anaknya tak kalah pedas. "Ingat kamu itu siapa Bella, kebutuhan kamu berapa sebulan, jangan mau hidup susah sama pasangan kamu. Mama aja kerja mati-matian biar hidup kamu enak, kamu malah mau hidup susah sama berandalan ini." Tambahnya dengan nafas memburu karena tidak berhenti mengomel.

"Kamu ya Irfan,"

"Irham tante." Koreksi Irham pada Renata yang salah menyebut namanya.

"Peduli amat nama kamu siapa, pokoknya saya nggak mau kamu punya hubungan lagi dengan anak saya, nggak bisa saya bayangin gimana masa depan anak saya kalau sama kamu. Liat wajah kamu aja udah suram." Setelah berkata demikian Renata bangkit dari duduk nya, bersiap melangkah meninggalkan mereka.

"Saya benar-benar nggak merestui kamu dengan anak saya, terserah walau kamu tiba-tiba jadi orang kaya raya melimpah ruah, saya tetap nggak setuju." Tekan nya sekali dengan wajha bengis dan tak bersahabat, "Itu pintu keluar nya, silahkan angkat kaki dari rumah saya." Usai berkata pedas dan menghina-hina itu, Renata beranjak pergi dan masuk ke dalam kamarnya, menghilang dari pandangan mereka.

Tangisan Bella pecah saat Ibu nya meninggalkan mereka berdua. Irham yang sakit hati karena di maki-maki jadi tidak bisa berkata apa-apa. Emang susah ya kalau Cuma jadi karyawan. Tapi perasaan, banyak orang diluar sana hidup bahagia dan senang walau Cuma jadi karyawan dengan gaji nggak seberapa.

Irham merengkuh tubuh Bella dalam dekapan nya lalu mengusap pelan bahu Bella, "Nggak usah nangis Bell, cengeng amat." Ujaran Irham sok tegar, padahal saat ini Ia juga ingin menangis.

Untuk kesekian kali nya, lamaran nya ditolak.

Bella menarik pelan ingus nya dan mengusap kasar pipinya yang basah dengan air mata, "Kamu nggak sedih mama aku nggak setuju sama hubungan kita?" tanya Bella menatap wajah Irham yang keruh. Ia mencubit pinggang Irham gemas, masih bisa-bisa nya ngomong sesantai itu.

"Rasa nya hati aku lagi di iris-iris Bell, nggak mungkin aku senang saat hubungan aku dan kamu udah berapa di ujung pedang gini." Sahut Irham jujur dengan nada gusar dan lemah, bingung mau gimana juga sih.

"Nah terus gimana dong, Ham?" tanya Bella berharap solusi dari Irham.

"Aku nggak tahu," jawab Irham lemah. "Bingung euy."

Ya nggak tahu deh mau bilang apa sekarang. Mau mutusin gitu aja malah dia rela nggak rela. Ya namanya juga orang sayang.

Belum lagi membuka mulut untuk berbicara lebih lanjut, pintu kamar Renata kembali terbuka dalam melotot galak kearah Irham yang masih di tempat semula.

"Belum minggat juga kamu Haaaa?" tanya Renata marah. "Bella, masuk ke kamar kamu. Sekarang juga !" perintah Renata dengan nada suara yang besar dan tegas.

Menyadari kondisi yang sudah tidak kondusif lagi, Irham bangkit dari sofa dan meremas pelan tangan Bella lalu melepaskan nya dan beranjak keluar dari rumah mewah itu.

"Mama jahat." Teriak Bella pada Renata lalu perempuan 25th itu berlari ke kamar nya.

Sudah lah, malam ini hati Irham sudah tidak lagi bisa diajak kompromi. Sehina itukah diri nya sata hanya jadi karyawan perusahaan, bukan nya jadi dokter atau pengusaha atau orang kaya yang punya harta belimpah ruah?

Seharusnya Ia tidak boleh menyerah namun Irham terlanjur malas memperjuangkan hubungan yang akhirnya Ia sendiri tahu gimana. Mereka nggak akan bersama, sama seperti yang sudah-sudah.

Padahal, Ia lagi sayang-sayang nya dengan Bella dan sangat ingin mempersunting perempuan itu satu saat nanti.

[***]