webnovel

2

Citra POV

Pagi di hari Sabtu yang cerah, aku sudah selesai berkemas dan juga dandan untuk berangkat kerja.

"Ada nak Arkan di bawah, Non." Wawak memberi tahu ku saat aku turun dari tangga menuju lantai dasar untuk sarapan. Wawak sedang menyapu lantai atas.

"Hah, Arkan?" tanya ku terkejut lalu buru-buru menghampiri lelaki yang disebut oleh Wawak tadi.

Lah, ngapain sih Arkan ke sini.

Aku menyangkutkan jas dokterku di bahu dan menghampiri nya.

Aku melihat lelaki berkemeja flanel dengan celana jeans biru itu duduk di kursi ruang makan bersama Anyak, Unyak dan Kak Atta.

"Arkan," sapa ku.

Ia tersenyum lebar saat melihat kehadiran ku di meja makan. "Pagi Citra !" balas nya.

"Ngapain ke sini pagi-pagi? Udah nggak ada kerjaan lain apa?" tanya ku tak bisa menyembunyikan rasa tak suka dalam nada tanya ku pada Arkan.

He ruined my morning.

"Deeeek !" tegur Unyak sambil melototkan matanya, "Nggak sopan gitu, katanya Arkan mau jemput kamu ke klinik."

Look, sekarang aku yang terlihat jahat kerena membalas susu dengan air tuba. Niat baik Arkan aku balas dengan pertanyaan ketus ku.

Aku menatap Arkan tajam namun lelaki itu mengabaikan nya malah tersenyum tengil. "I need to talk ya, Arkan." Ucapku memberitahu lalu memulai sarapan pagi ini.

Aku paling tidak suka kalau teman lelaki ku datang ke rumah dan bertemu dengan kedua orangtua angkat ku, Unyak dan Anyak. Mereka pasti akan berasumsi yang bukan-bukan hingga membuatku panik sendiri, belum lagi mereka akan berbicara sembarangan dengan teman lelaki ku bahkan sampai masalah pernikahan.

That's not good.

Arkan adalah orang random yang tak sengaja bertemu saat kami sama-sama berada di Jepang dalam perjalanan pulang ke Indonesia sekitar 1 tahun yang lalu.

Waktu berjalan dan banyak hal terjadi hingga kami menjadi teman. Dia tipe orang yang ramah dan enak diajak bicara, banyak topik untuk dibahas kalau sedang nongkrong dengan nya, tak heran saat ini kami sudah berteman.

Tapi untuk nya, aku bukan sekedar teman biasa di tempat tongkrong atau sekedar teman makan bahkan chit-chat.

Untuk Arkan, aku lebih dari sekedar teman, dia jelas-jelas mengutarakan ketertarikan nya pada ku, tertarik sebagai lawan jenis. Walau status ku saat bukan single saat Ia mengutarakan perasaan nya tapi dia benar-benar lelaki nekad dan bad lier. Dia tidak bisa sedikitpun menutupi perasaan nya hingga membuat pertemanan kami jadi rumit.

Namun aku mengabaikan nya karena aku masih punya Bastian saat itu.

Sekarang, saat Bastian pergi meninggalkan ku. No ! I mean hubungan ku dan Bastian sudah kandas, Arkan merasa tidak ada lagi penghalang untuk mendapati ku dan Ia berusaha mati-matian mengambil posisi Bastian dan memikat ku untuk tertarik dengan nya.

Tapi sayangnya, aku hanya tidak mampu dan tidak mau punya hubungan lebih dari teman dengan nya.

Dia tampan, jelas. Kaya? sangat malah. Pokoknya, kata orang-orang nih yah, Arkan itu suami-able. Tapi, aku tetap saja tidak bisa menyukainya.

Perasaan itu tidak bisa dipaksakan, dude.

Setelah sarapan usai, aku dan Arkan berangkat ke klinik Kak Atta bersama.

Aku bekerja sebagai seorang dokter pembantu di klinik gigi Kak Atta. Menjadi dokter gigi di jaman sekarang tidak mudah OK, aku sudah menamatkan pendidikan dokter gigi dan juga koas ku 3 bulan yang lalu dan berakhir tidak berkerja dimana pun sekarang selain di klinik Kak Atta. Untung saja sepupu ku sekaligus Kakak angkat ku itu mempunyai klinik sendiri hingga bisa menampung ku disini.

Arkan memberhentikan mobilnya di parkiran klinik dan melepaskan seatbelt nya lalu menyampingkan badan ke arah ku.

"Arkan," aku menarik nafas pelan lalu menghembuskan nya, "Ini terkahir kali untuk kamu dengan tanpa ijin dan persetujuan dari aku datang menjemput ke rumah, OK !" ujar ku tegas.

Arkan menggelengkan kepalanya pelan, "Nggak, aku nggak mau. Aku mau sering-sering jemput kamu, Cit." dasar keras kepala.

"Arkan, listen !" sela ku cepat, "Semua usaha kamu nggak akan bisa buat aku jatuh cinta sama kamu, Ar. Stop it."

"Why Cit? Kenapa?" tanya nya frustasi, "Di saat semua wanita di luar sana mengharapkan cinta aku, kenapa Cuma kamu yang nggak, Cit? Kenapa?"

"I don't know." Tekan ku. "Aku bukan nggak berusaha buat suka sama kamu, Ar. Tapi, see ! I don't feel anything."

"Apa karena Bastian?"

"Not because that jerk, Arkan." Bantahku kesal.

Untuk apa menyebutkan nama lelaki itu disini. Buku tentang dia sudah tamat.

"Perasaan yang dipaksakan hanya akan berakhir sia-sia. Aku nggak mau kamu sakit nanti nya, Ar."

"I feel it everytime, Cit. Sakit." suara Arkan terdengar lirih dan menyesakkan.

You see kan Arkan, makanya jangan kerasa kepala kalau dibilangin. Haih.

Aku nggak boleh kasihan. Aku harus tegas pada Arkan. Kalau aku beri celah, nanti makin berabe.

"Sorry . . . . and bye."

Aku turun dari mobil Arkan dan terus masuk klinik.

Aku bahkan enggan melihat ke belakang.

Jujur ini tidak mudah. Menolak sekaligus menyakiti perasaan orang lain itu sedikit rumit. Banyakan nggak enak nya sik.

Luka hati ku karena hubungan yang sudah berjalan 3 tahun dengan Bastian kandas terhalang restu baru saja sembuh, aku sudah mengikhlaskan pengacara muda itu. Aku tidak mau punya hubungan yang tidak diberkati dan disetujui oleh sebelah pihak keluarga, dalam kasus ku pihak Bastian tentunya.

Kini aku mulai membuka lembaran frustasi yang lain. Berhadapan dengan si keras kepala Arkan yang mengejarku untuk menjadi kekasihnya. Haih, menyebalkan.

Aku membuka pintu klinik dan masuk ke dalam. Di meja regis masih kosong, tanda kalau Qaira belum datang. Aku melihat Ronal di loker, lelaki sedang mengganti pakaian nya.

Ronal menyapa ku yang kini masuk ruangan kecil tempat pekerja menyimpan tas dan bawaan pribadi. Loker. Ronal adalah mahasiswa sebuah sekolah kesehatan gigi di Jakarta dan Ia sering datang ke klinik saat waktu senggang, istilah nya kerja part time walau Ia akan datang saat weekend saja, itu pun kalau sempat.

"Diantar siapa, Kak?" tanya nya pada ku.

"Anak kecil kepoooo !"

Ronal mengerucutkan bibirnya karena aku tidak menjawab pertanyaan nya, "Ronal tau, pasti pacar baru kan?"

"Ada deh." Jawabku sengaja mempermainkan nya.

"Ckkk.. peliitt !" sunggut nya lalu berlalu ke ruang kerja untuk membersihkan alat yang siap di pakai hari ini.

'Nggak ada pacar baru, Ron. Hati saya masih belum siap menerima cinta yang baru, saya takut ditolak lagi. Nggak mudah untuk mengiklaskan orang yang kita cinta.'

[***]

Kak Atta adalah sepupu ku yang punya profesi yang sama dengan ku, Ia juga dokter gigi. Bisa dikatakan dalam keluarga nya hampir punya profesi yang sama, Unyak bekerja sebagai Bidan di sebuah pukesmas di Jakarta dan Anyak sebagai dokter bedah.

Setelah kedua orangtua kandungku meninggal dunia, aku diurus dan diadopsi oleh keluarga Kak Atta serta disekolahkan. Katanya, aku adalah anak baik dan pintar, tidak boleh dibiarkan terlantar di kota kecil yang pendidikan nya kurang. Apalagi aku adalah anak dari adik nya Unyak. Akhirnya, setelah menyelesaikan sekolah SMP ku, Unyak dan Anyak memboyongku ke Jakarta dan menyekolahkan aku disini dari SMA hingga kuliah.

"Bengong aja !" tegur Kak Atta saat masuk dalam ruang kami beroperasi. Aku menatapnya sebal karena menyentil dahiku. "Mikirin mas Arkan ya?" godanya sambil menaik turunkan alisnya.

"Yeeee. . .siapa juga yang mikirin dia. Nggak usah pakai mas-mas segala." Elakku. Ck, ngapain mikirin Arkan.

"Haalaaah. . .sensi benar ! Cakep begitu dianggurin."

"Akutu nggak suka sama dia Kak. Orang aku Cuma anggap dia teman kok."

Kak Atta kembali menyentil ku ditangan dengan gemas, "Selera lo ketinggian, Citraaaa. . ."

"Dari dulu nih ya, tipe idaman aku tuh cowok gondrong ala-ala badboy gitu, Kak. Ganteng mah relatip. Tapi, lihat nggak ada kan satu pun mantan pacar ku yang begitu."

"Ya terus?"

"Itu artinya, selera aku biasa aja. Aku Cuma nggak suka sama Arkan."

"Tau deh kamu, pokoknya nanti pas Kakak resepsi di Bali, kamu harus bawa pacar, minimal gebetan. Titik !"

"Hiiih, males banget. Nggak !"

"Harus pokoknya kalau nggak, Kakak ngambek sama kamu."

"Iiiiiissshh…. Kakak nyebelin."

[***]

Aku masuk ke kamar kecil untuk buang air kecil. Ugh, nggak tahan. Berdiri kurang lebih 30 menit menangani gigi pasien membuat kaki ku keram dan juga sesak pipis. Malah pasien nya nggak bisa di tinggal. Terpaksa deh aku tahan pipis 30 menitan.

Fyuuuuhh. . . lega. Aku membasuh tangan lalu mengeringkan nya di hand towel yang tergantung di samping cermin washtafel.

Saat keluar dari kamar kecil itu, mata ku langsung dimanjakan oleh pemandangan langka yang menghangatkan jiwa dan raga.

Lelaki idaman.

Tubuhnya tinggi, tampaknya juga sixpack deh, wajahnya tampan dan tentu saja rambutnya panjang ala-ala badboy gitu. Ugh. Bikin nafsu aja.

Brewokan di wajahnya membuatnya tampak begitu sexy.

But wait, ada anak kecil datang bersama nya. Jangan bilang itu anak nya. Big No.

Anak kecil itu langsung berbinar saat melihat ku mendekat, ya aku juga tau harus kemana karena ruangan operasi di klinik ini tidak begitu besar.

Aku yakin salah satu dari mereka pasti akan menjadi pasien ku hari ini.

"Hello miss Dentist !" sapa bocah tampan itu.

Aku membalasnya ramah, bocah yang pintar. "Hai boy."

"May I know your name?" tanya nya malu-malu.

Gemay deh.

"Of course." Jawab ku antusias. "Call me Citra. You?"

"Haikal." Jawab nya dengan kedua pipi yang merona.

Bocah ini telah dewasa bahkan belum pada waktu nya. dia sudah pantai menggoda wanita sepertinya. Pakai acara malu-malu lagi.

"Uncle, Haikal mau cabut gigi sama dokter cantik aja." Ujar anak kecil yang ternyata bernama Haikal itu kepada mas badboy itu. let's call him Mas Badboy karena aku tidak tahu namanya but soon. Hehehe.

Yes, ternyata hanya paman nya. One more point, mas badboy dekat dengan anak kecil. Ughh. . . idaman sekaliii.

Ok, calm down Citra. Tidak boleh nampak seakan kamu harus belaian dari Mas Badboy. No no no. stay cool.

Lupakan kalimat ku yang tadi, hati ini belum siap menerima cinta yang baru. Seperti saat ini, hati ku sudah siap lahir dan batin menerima Mas Badboy.

Kak Atta memeperkenalkan kami berdua dan aku baru tahu kalau lelaki ini adalah teman nya Kak Atta. That's mean, aku masih punya banyak kesempatan untuk memanjakan mata melihat performa Mas Badboy.

Nama nya Irham dan Ia bekerja sebagai orang mesin di sebuah perusahaan otomotif, aku tidak begitu mengerti jelasnya pekerjaan apa.

Aku membawa Haikal di bangku kusus untuk operasi gigi dan mulut dan mulai memeriksa bocah kecil ini.

Sepanjang aku bekerja, lebih kurang 7 menitan. Aku merasakan bulu kuduk ku sedikit merinding dan aku yakin penyebabnya karena tatapan dari seseorang. Aku bisa merasakan nya.

Saat aku menaikkan kepala untuk melihat siapa yang mengawasi ku dari tadi, aku bisa melihat kalau Mas Badboy yang buru-buru membuang muka nya ke arah lain. Aku yakin dari tadi Ia mengawasi ku.

Huh, ternyata anda ya Mas badboy, tersangka yang membuat bulu kuduk saya merinding.

Hihihi.

Setelah berbasa-basi sejenak, Kak Atta mengajak Mas Badboy untuk makan siang bareng. Uuhhmm jadi pengen ikut.

"Entar siap salat dzuhur aja, Ta. Jumpa di TKP aja entar." Kata Mas Badboy pada Kak Atta.

"OK, beres. Bisa diatur."

"Ikuuuttt !" Haikal ikut nimbrung sambil menaikkan sebelah tangan nya atas, "Boleh ya Uncle?" tanya nya penuh harap.

Mas Badboy mengiyakan permintaan Haikal lalu mengacak rambutnya gemas, kan jadi pengen juga ngacak rambut paman nya. Eh.

"But, Dokter Citra harus ikut." Ucap Haikal lalu menggenggam tangan ku sambil tersenyum.

Kedua lelaki dewasa itu tertawa pelan melihat Haikal yang genit pada ku, nggak, bukan genit. Bocah itu menyukai wanita cantik seperti ku. Sudah pasti. Lelaki memang menyukai wanita cantik.

"Ok . . . OK. Nanti Dokter Citra nya juga ikut."

"Hehehe. . ." Haikal menyalim tangan Kak Atta lalu meminta gendong pada paman nya.

"Dokter, may I kiss you?"

"Wwaaaah. . . Hahaha." Kedua lelaki itu kembali tertawa dengan suara besar merasa geli akan pertanyaan Haikal.

Aku mengangguk pelan sambil tersenyum lebar dan memajukan sedikit wajah ku untuk digapai Haikal.

Cup.

"Thanks you dokter, see you later." Ujar setelah menempelakn bibir mungilnya di pipi ku.

"See you too, Haikal." And see you later mas badboy.

Mereka pamit dan keluar dari klinik Kak Atta.

Sedikit kecewa karena hanya mendapatkan satu kecupan dari lelaki kecil, lelaki besar nya belum.

Hahaha. . . dasar mesum.

[***]