Hari ini Arkan akan bertunangan, salah satu dari sadboy dalam persepupuan Irham yang akhirnya naik ke jenjang yang lebih serius. Sekarang tinggallah 2 sadboy lain yang sedang berjuang untuk menaklukan perempuan di luar sana. Sebenarnya dalam persepupuan mereka cukup banyak anak lelaki dan rata-rata masih melajang namun tidak ada cerita yang mengenaskan dibalik itu selain mereka bertiga, Ares, Irham dan Arkan.
Arkan cerita kalau dirinya menyukai seorang dokter muda namun tidak beruntung nya dia karena ternyata hanya Arkan yang punya perasaan suka tersebut, tidak dengan dokter itu. dan hari ini, di hari pertunangan nya, sang pujaan hati Arkan akan emnjadi tamu sekaligus rombongan hantaran nya ke rumah calon tunangan nya. Arkan sudah berlapang dada mengikhlaskan perempuan itu.
Arkan, Ares, Irham dan Irsyad duduk di balkon masih dengan pakaian santai nya. Acara tunangan dimulai 2 jam lagi, masih ada waktu untuk mereka berleha-leha sejenak sebelum berdandan dan berpakaian formal. Rumah nenek nya sejak kemarin hari penuh oleh keluarga besar mereka yang datang menginap, hanya balkon kamar yang menyediakan kenyamanan dan jauh dari suara bising.
"Widya tau kalau lo nggak cinta sama dia ?" tanya Ares pada Arkan.
Lelaki abdi negara itu mengangguk mantap, "Tau lah, kita sama-sama korban patah hati, Kang. Gue cinta bertepuk sebelah tangan, Widya diselingkuhi pacarnya."
"Waaah," decak Irham, "Nggak salah nih kalau kalian bareng-bareng ?" tanya Irham.
Selama ini, anak Pak Ngah nya ini memang jarang cerita detail tentang acar pertunangan nya dengan si doi. Selain karena mereka sibuk, Arkan tidak terlalu membuka diri tentang hal ini. Arkan hanya akan semangat kalau membicarakan dokter cantik nya.
"Nggak, gue sama dia mau belajar sama-sama, lagian nggak ada salah nya juga kan mencoba." Kata Arkan mantap.
Irsyad menepuk bahu Ares kagum tanpa berkata apa-apa selain mengacungkan jempol tanpa bahwa kakak sepupunya itu sangat keren.
"Lagian Pak Ngah nggak salah cari jodoh deh buat si Arkan, Widya cantik gitu, pinter lagi." Kata Ares pada mereka semua. Pujian dari mulut Ares membuat Arkan tersenyum lebar.
"Otak pinter dia membuat Widya seksi dengan cara nya sendiri." gumam Arkan sambil tersenyum bodoh.
"Arkan gila !" ejek Irham lalu mendorong kepala Arkan gemas.
Irham dalam hati berdecak kagum kepada adik Abi nya, Pak Ngah Rahmad. Saat anak nya patah hati, Ia langsung menyarankan sebuah perjodohan untuk anak lelaki nya itu. Ia jadi terpikirkan hal yang sama, Ia mau dijodohkan saja dari pada mencari sendiri namun tidak berakhir dengan baik.
Melihat Arkan yang sudah satu langkah lebih maju membuatnya iri sebenarnya, Irham memang sudah dari lama mai menikah namun jodohnya yang sebenarnya belum juga datang.
[***]
Irham memarkirkan motor skupi merah yang Ia pinjam pada Syifa, adiknya Arkan. Keluarga besarnya yang datang mengantar Arkan sudah pada memenuhi komplek perumahan Widya, calon tunang Arkan.
Acara tunangan Arkan dan Widya diselenggarakan di rumah komplek nya saja, ada taman luas di rumah Widya yang mampu menampung tamu undangan acara ini.
Irhas merangkul tangan Irham sambil beriringan jalan menuju rumah Widya, "Mas, adik nya Mbak Widya cantik." Ujarnya sambil memindai mata kearah anak perempuan yang tampaknya masih SMA, gadis cantik itu memakai gaun panjang berwarna merah hati dan menggerai rambut panjang nya.
"Kamu sekolah dulu yang benar, dek. Jangan jelalatan." Nasehat Irham pada Irhas.
Irhas mengerucutkan bibirnya, "Kan sambil nyelam minum air, Mas." protes Irhas.
Irham mendorong kepala Irhas gemas, "Itu anak orang masih SMP kali, Dek."
"Udah SMA kok, Irhas sering liat dia pulang sekolah pakai putih abu-abu." Bantah Irhas.
"Tamatin sekolah dulu ya dokter kecil, setelah itu baru cinta-cintaan." Ujar Irham lugas.
Irhas melepaskan rangkulan nya pada kakak tertua nya lalu berjalan cepat dan gantian menggangu kakak nya satu lagi, Irsyad si es batu. Irhas pasti membacot sembarangan hingga membuat Irsyad gemas ingin menendang nya, untung sang Ibu sigap melerai kedua nya dan mengandeng tangan adik kakak itu bersamaan.
Irham mempusatkan matanya pada seorang perempuan bergaun merah burgundy dengan jilbab mocca menutupi kepalanya, sepertinya Ia mengenal bentuk tubuh perempuan itu dari belakang.
Bukan sepupu nya yang perempuan tentu nya, perempuan itu memakai terusan panjang sedangkan sepupunya yang perempuan memakai baju selutut dengan bawahan rok batik seragam.
Irham mendekat dan menepuk bahu perempuan itu.
Mata Irham langsung berbinar saat tahu siapa gerangan perempuan itu.
"Citra disini juga ?"
"Iya kak." Sahut dokter cantik itu sambil tersenyum lebar, "Kirain Citra bakal kayak anak hilang sendirian disini, nggak ada yang Citra kenal loh." Adu nya lalu merangkul tangan Irham, Ia tidak nyaman sendirian dalam keramaian.
Hati Irham langsung berbunga-bunga saat Citra dengan reflek merangkul lengan nya.
"Diundang siapa, Cit ?" tanya Irham saat mereka sudah berjalan masuk menuju tempat acara berlangsung.
"Arkan yang undang, Kakak gimana ?"
"Arkan sepupu gue loh Cit." kata Irham pada Citra.
Sontak saja dokter gigi muda itu memberhentikan langkah nya. Sepupu nya Irham ?
"Hah ? serius ?"
"Iya serius, Papa nya Arkan adiknya Abi gue." Jelas Irham pada Citra.
"Dunia ini emang kecil banget, percaya deh." Sunggut Citra pada teman kakak nya itu.
Irham tertawa pelan mendengar ocehan Citra. Perempuan itu tampak lebih baik saat bersama, tidak tampak seperti anak hilang seperti yang dikatakana Citra tadi. Ia bahkan dengan nyaman nya mengandeng tangan Irham bahkan sampai mereka duduk di barisan kursi khusus untuk rombongan dari pihak lelaki.
Cindy mendekati anak sulungnya yang kini duduk bersama seorang perempuan di barisan depan. Cindy menepuk paha Irham gemas, bisa-bisa bawa pacar tapi tidak mengenalkan pada nya.
"Ibu !"
Cindy membalas dengan melototkan matanya, "Bawa pacar kok nggak ngenalin ke Ibu toh Mas." tegur ibu nya.
Citra tersenyum malu pada wanita paruh baya yang mengenakan selendang batik itu, "Saya bukan pacar nya kak Irham, bu. Jangan salah paham." Ujar Citra sopan.
Cindy mengibaskan tangan di udara, "Yo ndak apa-apa toh, mana tau nanti jadi pacar." Ujar spontan Cindy lalu tersenyum ramah pada Citra.
"Apa sih Bu, ini adik nya Atta, teman nya Arkan juga." Kilah Irham.
"Lah siapa nya kamu kalo gitu ?" tanya Cindy pada sang anak. Pasalnya Irham tidak menyebutkan siapa perempuan itu baginya.
"Calon ibu nya anak-anak Irham lah bu, siapa lagi." Jawab Irham enteng. Citra dengan reflek mencubit paha lelaki itu karena berhasil membuatnya malu dihadapan Cindy.
"Hahaha. . ." Cindy tertawa pelan mendengar perkataan anak nya. Irham ini bisa aja kalau masalah rayu merayu, beda 100% dengan Abi nya yang kebanyakan lempeng dengan wanita.
"Nama nya siapa nak ?"
"Citra Wyonna Bu." Sahut Citra masih dengan pipinya yang merona.
"Cindy," Cindy mengulurkan tangan menjabat tangan Citra dan mengelus tangan perempuan muda itu, "Baik-baik ya sama anak ibu, dia bandel tapi aslinya baik kok."
"Apaan sih bu." Rajuk Irham malu. Cindy emang bisa membuat nya malu.
"Udah, ibu tinggal dulu. Nanti selesai acara, jangan pulang dulu ya Citra."
"Ibu mau ngapain ?" tanya Irham panik. Aduh, Bu Cindy Nur Aisyah ini memang bisa membuat nya deg-deg-ser.
"Urusan wanita, kamu diam aja."
"Anak orang tapi bu." Kata Irham pada Cindy.
"Iya, tapi kan calon mantu ibu." Ledek Cindy lalu langsung pergi meninggalkan Irham dan Citra di kursi yang kini sama-sama menahan malu.
Citra menyembunyikan wajahnya di balik bahu Irham karena tidak tahan lagi dengan rona di pipinya, Ia benar-benar dibuat malu dan deg-deg-ser oleh ibu nya Irham. Wanita itu suka berbicara spontan dan mengintimidasi.
"Kak, ngapain sih ngomong gitu tadi ?"
"Lah kenapa emang nya ?" tanya Irham santai, "Perkataan kan doa, Citra !"
Belum reda rasa malu nya yang tadi, kini lelaki disamping nya itu kembali menorehkan rasa malu yang lain, Ia menabok bahu Irham sebal, "Kak Irham ih."
"hahaha," Irham tertawa senang karena tau Citra tengah malu saat ini. Tangan nya mengelus kepala bertutup kerudung nya Citra sambil berbisik, "Cit, mau nggak kita kayak gitu juga ?"
Citra mendongkak lalu bertanya, "kita gimana ?" tanya Citra pada Irham.
Irham menunjuk dengan dagu nya dimana Arkan dan Widya kini sedang memakai cincin tunangan mereka.
"Iiiihhh kak Irham mah."
"Mau nggak ?"
"Tanya Kak Atta dulu." Kata Citra pada Irham.
Irham tertawa jumawa, mumpung lagi nggak berisik amat, Irham mengambil ponsel nya dan menghubungkan ke Atta. Ia sengaja menempelkan ponselnya di telinga sebelah kiri agar Citra juga bisa menguping pembicaraan nya dengan Atta.
"Ta," sapa Irham begitu Atta mengangkat telepon.
"Iye, kenapae lu, ganggu aja orang lagi tidur." Kata Atta mengomel dari sebrang sana.
"Gue lagi sama Citra nih."
"Ohhh, iya. Tolong jagain bentar. Itu anak ceroboh banget."
"Nggak mau kalu bentar Ta." Balas Irham sambil melirik Citra dengan tatapan jahil. Dokter cantik itu menekan-nekan pelan buku jari Irham karena gemas.
"Iya iya serah lu, jangan disakitin tapi."
"Siap bos, adik lu buat gue ya Ta."
"Iya," jawab Atta dengan suara parau karena baru bangun tidur.
"Makasih kak Ipar."
Irham memainkan alis nya menatap Citra jahil. "Gimana ? udah dikasih ijin nih, Cit."
"Tauuuuk. . . Kak Irham main-main aja." Sunggut Citra pura-pura ngambek lalu menabokm bahu Irham.
"Hahaha. . . ngambek lu."
****