Melawan pemikiran rasional, Revnis memutuskan untuk percaya. Revnis takkan bisa percaya dengan mudah tanpa intervensi dari dewa. Jika Sphyx tidak memberinya wahyu, Ia akan langsung menangkap Eideth dan mulai menginterogasi dirinya. "Eideth, Kamu tahu kan, apa yang baru saja Kamu lakukan" Revnis memberinya tatapan sangar. "Ya, Aku tahu, itu bodoh, tapi Aku merasa tidak enak memberimu krisis eksistensi itu, Aku juga terlalu kebablasan" Ia tersenyum dengan menggaruk kepalanya.
Revnis tidak percaya, orang yang Ia kira pintar ternyata punya sisi bodoh seperti itu. Namun Revnis segera menyadari hal lain. "Eideth, ini hanya dugaan, tapi apa Kamu pernah memberitahu orang lain tentang ini" tanya Revnis. "Aku hanya memberi tahu Pendeta Joan, bukan tentang pahlawanmu tentunya, Aku membicarakan tentang Pahlawan dibawah naungan mereka" ungkapnya. Eideth membuat Revnis terkejut sekali lagi hingga merusak wajah berwibawa miliknya. Ia segera menuntut penjelasan dan Eideth menceritakan apa yang terjadi dengan Pendeta Joan.
Ia melihat Eideth dengan pandangan berbeda sekarang, tak disangka didepannya adalah orang dengan peran penting. Hal itu membuatnya memikirkan ulang permintaannya. Eideth segera menghentikan pemikiran itu, tanpa sadar Ia juga terbawa suasana. "Benarkan pikiranmu kawan, Aku tahu pandangan mata itu, Kita teman sekarang bukan, perlakukan Aku seperti biasa saja" pintanya. Eideth sadar Ia membuat banyak kesalahan namun ini adalah caranya untuk meminta maaf. Revnis membenarkan kepalanya dengan semua informasi yang Ia peroleh. "Kau benar, maaf", "tak masalah kawan" Eideth menepuk lengan Revnis.
Tanpa peringatan, seseorang mengetuk pintu ruangan itu. Revnis mengizinkan Ia membuka pintu, dan sekretaris pribadinya segera masuk memberi kabar. "Tuan Revnis, sudah saatnya pidato penyambutan siswa baru" ujarnya. Mereka berdua tak menyangka sudah berbicang cukup lama sampai lupa waktu. Revnis mengajak Eideth untuk ikut, Ia bahkan membujuk dengan memanggil Eideth teman membuatnya sulit menolak.
Sekretaris itu kaget melihat sisi baru dari bosnya, melihat Eideth dengan pandangan mata curiga, mengobservasi dirinya dari ujung kepala sampai ujung rambut. Sekretaris itu tak melihat apapun yang spesial darinya membuatnya semakin bingung. "Tuan, tidak bermaksud untuk tidak sopan, tapi Anda siapa" tanya Sekretaris itu penasaran. "Saya hanya Siswa bia–", "Anda tidak percaya akan saya percaya itu bukan, saya setidaknya tau Anda bukan siswa Kami" potong Sekretaris. Eideth merasa sedikit salah mencoba menipu terlebih dahulu, yah percobaan yang cukup baik pikirnya.
"Saya hanya seorang Penyihir pengelana yang tidak sengaja bertemu dengan Tuan Revnis, kami hanya mengobrol kecil untuk memperlebar wawasan masing-masing" jelas Eideth. Sekretaris tak percaya dengan apa yang didengarnya, atau malah Eideth mengira Ia tidak mendengar perkataannya begitu baik. "Anda salah seorang jenius ternama bukan", "bagaimana Anda bisa mendapat kesimpulan itu" tanya Eideth. "Tuan Revnis bukanlah orang yang…" Sekretaris itu mulai meracau dan Eideth mencoba mendengarkan sebaik mungkin.
Mereka berdua menunggu dibelakang podium selagi Revnis menyampaikan pidato penyambutan siswa baru. Revnis mengungkapkan pada seluruh siswa tentang kendala yang terjadi pada tes pendaftaran, Ia memastikan tes tersebut tetap sah. Walaupun para pendaftar mendapat petunjuk, Ia memastikan semua pendaftar lulus dengan kemampuan mereka masing-masing. Tidak ada peraturan yang mengatakan pendaftar tidak bisa meminta bantuan dari senior mereka.
"Untuk itu, mari Kita beri sambutan untuk Senior Kehormatan dari Tarnum" panggil Revnis. "Ia adalah seorang Penyihir Pengelana, yang meluangkan waktunya yang berharga, untuk membantu para Pendaftar, ditambah Ia akan mengemukakan tesis miliknya sendiri pada Konferensi Akademik nanti" tambahnya. Nona Sekretaris kaget mendengar hal tersebut, Ia tak percaya tokoh disebelahnya adalah orang yang begitu penting. Eideth tidak merasakan hal yang sama karena percakapannya dengan Revnis sebelumnya. Para siswa walau kebingungan memberi tepuk tangan yang meriah.
Saat masih di ruangan Revnis, Eideth teringat dengan tesis Kanan yang Revnis gunakan untuk membuat mantra sihir khusus yang ditempel ke tangannya. "Jujur, Aku kaget dan terkesan saat Aku melihat sihirmu itu" pujinya. Kanan baru mengumpulkan tesis tersebut selama satu malam, dan untuk Revnis sudah mengembangkan mantra miliknya sendiri menggunakan teori itu, sangat mengagumkan. "Maksudku, Kamu memasang sebuah sihir pelacak dan penyadap, dengan teori itu adalah pencapaian yang luar biasa" Eideth menambahkan. "Itu bukan apa-apa, Aku hanya mengembangkan skema yang Kamu buat, tapi Aku tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa teori itu belum sempurna" ujar Revnis.
Revnis mulai menjelaskan kendala yang Ia harus hadapi untuk menyelesaikan mantra itu. Ia mengatakan terlalu banyak persyaratan dari teori tersebut agar sihirnya dapat berfungsi. "Memang itu tujuannya" jawab Eideth, Revnis terkejut dan langsung bertanya kenapa. Eideth belum bisa memberi jawaban yang memuaskan karena teori itu masih belum bisa Ia kembangkan secara maksimal. "Hm… itu akan jadi sulit" Revnis mengerutkan dahinya, Ia menjelaskan bahwa tesis milik Kanan akan jadi kurang kredibel. "Sudah, sudah, Aku tahu apa yang Kamu ingin katakan, Aku setuju" Eideth tidak mau mendengar Revnis mengumbar hal yang tak ingin Ia dengar. Ia lebih baik menerima fakta itu langsung.
Eideth melangkah naik ke podium setelah merapikan pakaiannya, berdiri di sebelah Revnis. "Anda tidak bilang apa-apa tentang ini pak Wakil Kepala" bisik Eideth kesal, "Kamu sudah bilang setuju" Revnis menggunakan kata-kata Eideth melawannya. Revnis meminta Eideth untuk memberi kata sambutan, Ia tanpa banyak mengeluh naik ke podium. "Semua pendatang baru dari manapun Kalian semua berasal" Eideth menyadari semua mata tertuju padanya.
Eideth menggenggam erat meja podium, memberanikan dirinya mengatakan kalimat selanjutnya. "Ketika menginjakkan kaki disini, tes pendaftaran ini adalah salah satu dari sekian tantangan yang harus kalian hadapi, Kalian akan terus dihadapkan pada kesulitan kedepannya, namun jangan pernah berhenti untuk maju" Eideth melihat kearah gerbang dan melihat kerumunan yang gagal mendaftar. "Untuk Kalian yang belum berhasil, jangan patah semangat, Akademi ini hanyalah salah satu jalan untuk Kalian meraih, jangan takut untuk mencoba lagi, kalau Kalian ingin mencoba jalan lain, janganlah ragu, tidak ada jalan yang benar kecuali jalan yang Kau tempuh sendiri".
"Untuk Kalian yang lulus, ingatlah bahwa hari ini Kalian adalah orang yang beruntung, Aku akan mengutip perkataan seseorang; menjadi cerdas tidaklah cukup, Kamu harus bekerja lebih keras lagi, kecerdasan bukanlah hak khusus, itu adalah hadiah, dan Kalian menggunakannya untuk kebaikan umat manusia, dari Norman, sekian terima kasih". Orang-orang bertepuk tangan mendengar pidato pendek itu. Tak luput pendaftar yang tidak lulus yang berada di luar, mereka mendengar semuanya. Revnis segera mengambil alih dan menutup acara penyambutan tersebut. "Kerja bagus" pujinya turun dari podium.
"Ingat, Kamu masih harus membantuku nanti" ujar Eideth. Revnis mengiyakan dan menepuk pundaknya. Turun dari podium itu, kelompok Eideth segera menghampiri mereka. Alban segera berlutut meminta maaf, tapi Revnis mengatakan semuanya tidak apa-apa. "Masalah tersebut sudah terselesaikan, para Ksatria bisa beristirahat sekarang" perintah Revnis menggunakan posisi Pendeta miliknya.
Eideth menyiapkan telinganya untuk omelan dari kelompoknya tapi respon mereka malah sebaliknya. Mereka khawatir Eideth akan terkena masalah, Paladin tidak berkata apa-apa namun membuat gambar wajah sedih di buku tulisnya. Alban ingin mengomel tapi Revnis masih mengawasi jadi Ia bingung harus mengatakan apa. Vista malah kecewa Eideth tidak kenapa-napa, "apa-apaan wajah itu" tanya Eideth, "Aku kira Kamu akan menuai apa yang Kamu tanam dan belajar dari kesalahanmu, heh… mungkin lain kali" komentarnya.
Eideth sedikit kesal mendengar itu, tapi Ia tidak bisa membalas. Memang dirinya yang membuat masalah tersebut, Ia beruntung semuanya jadi baik-baik saja. Eideth tidak habis pikir Ia melakukan stereotipe karakter TTRPG, membuat masalah, melarikan diri dari masalah, dan beberapa guliran dadu semuanya jadi baik-baik saja. "Itulah jalan hidup seorang pengelana" kutipnya. Eideth mencoba kabur tapi Revnis memerintahkan Alban menahannya. "Kita punya presentasi yang harus disiapkan ingat" Revnis mengingatkan.
Mendengar nasihat dari teman barunya itu, Eideth menyadari Ia harus serius menghadapi pekerjaan yang menunggunya. Revnis memberi Eideth kartu khusus yang mengizinkannya menggunakan perpustakaan Tarnum untuk menyelesaikan teori sihirnya. "Dan jangan lupa asistenmu" ujar Revnis memanggil Kanan, "halo Tuan Eideth, Saya akan berada dibawah naungan Anda" Kanan menundukkan kepalanya memberi hormat. Eideth merasa kurang optimis seketika.
Bukan Ia tak menyadari beratnya situasi ini sebelumnya, namun ketika Kanan datang untuk membantunya, kini Ia punya tanggung jawab tambahan. Revnis memerintahkan Alban untuk mengawal Eideth ke perpustakaan dan Ia menerima perintah itu dengan senang hati. Vista dan yang lain juga ikut untuk menambah mata yang mengawasi Eideth. Mengingat apa yang baru saja Eideth lakukan, ini sekedar prosedur antisipasi.
"Ayolah teman-teman, Aku tidak akan kemana-mana, Kalian bisa pergi melakukan pekerjaan kalian" ujarnya coba meyakinkan mereka. [d20/1] "Maaf Eideth, Kami ingin sekali mempercayaimu tapi tidak tetap tidak" jawab Alban, "sudah menyerah saja, Kamu harus melewati Kami semua kalau mau kabur, dan Aku senang hati akan menangkapmu saat Kamu mencoba" komentar Vista. Eideth tidak menyangka Ia mendapat satu telak, bujukannya sama sekali tak didengarkan oleh mereka. Mereka mengawal Eideth sampai depan pintu perpustakaan.
"Kita sudah sampai, yah, Aku akan sibuk selama beberapa hari, sampai jumpa". Eideth memasang wajah suram menyedihkan dengan Kanan ikut dibelakangnya. Mereka tidak tahu Eideth serius atau tidak, sulit sekali untuk mencari tahu niatan asli dibaliknya. Bagaimana tidak, Eideth selalu menutupi dirinya sendiri dari orang-orang. Untuk seorang penyihir, itu adalah hal yang wajar untuk menjaga kerahaasiaan sihir mereka. Tapi Eideth adalah tipe yang unik, Ia dengan mudah mengungkapkan sihirnya karena sihir uniknya itu tak terprediksi dan sulit dijelaskan. "Ia hanya menjelaskan sihirnya itu tidak lazim" tanpa tambahan apapun.
"Hey, apa yang bisa Kami bantu" tanya Alban, Eideth berbalik tak percaya. Ia bertanya apa mereka serius, "yap, Dia tidak percaya, teman-teman, ayo Kita pulang" ajak Vista. Eideth meminta mereka untuk tidak pergi tapi Lin Yan memastikan Vista hanya bercanda. Eideth menjadi lebih bersemangat, punya tenaga kerja tambahan yang bisa Ia pakai.
Alban meminta izin pada Pustakawan bahwa siswa baru dibelakangnya. Melihat kelompok itu, Pustakawan hanya mengingatkan pada mereka untuk tidak membuat keributan. Eideth segera mengeluarkan buku catatannya, Ia sudah menyiapkan itu saat menyusup kemarin. Ia mulai mengarahkan mereka mengumpulkan buku untuknya, bahkan memberi petunjuk untuk menemukan mereka. "Yan, Mei, tolong ambilkan ini, Vista, Kamu ikut dengan Alban, ambil semua yang ada di kertas itu, semua yang berkaitan dengan mereka, mengerti, bubar" perintahnya sambil memberi kertas penuh daftar.
Setelah berpencar, Kanan ditinggal sendirian dengan Eideth. "Tuan Eideth, apa tugas saya" tanya Kanan. Eideth segera mengajaknya untuk mencari buku pada daftar mereka sendiri. Kanan hanya mengikuti perintahnya diawal, namun perlahan Ia mulai bertanya-tanya. "Tuan Eideth, kenapa Kita mengambil buku ini, ini tidak ada…", "Shush jangan banyak tanya" Eideth mendiamkannya langsung. Eideth melakukan ini untuk Zatharna, karena Ia tidak menyangka GM mulai mengambil inisiatif mereka sendiri.
Eideth mendapat pesan dari Zatharna beberapa jam sebelumnya. [Eideth, apa Kamu ingin sebuah level] tanya Zatharna. Eideth kaget, Ia butuh waktu menyadarkan dirinya ini bukan mimpi. Ia perlu bertanya pada dirinya sendiri, 'apa hal ini diperbolehkan'. Ia tidak tahu harus menjawab apa, nurani tidak mengizinkan Ia mengambil keuntungan. "Kenapa Zatharna" Eideth menggigit bibirnya sedikit menyesal.
Zatharna mengatakan banyak hal yang Ia sudah pelajari, semenjak Eideth meminjamkan ponselnya pada GM. Ia melakukan itu bukan tanpa alasan, mereka harus mempelajari TTRPG dari suatu tempat. Eideth memastikan punya kendali penuh akan ponselnya, dan otoritas miliknya mengizinkan, ujar Linzel. Mereka punya waktu online selama 1 jam satu hari, dan salah satu pilihan yang merobek ego miliknya. Bukan karena Ia bersikap tegas dan menjalankan disiplin. Karena Ia memainkan ponsel tersebut lebih sedikit dari mereka. 4 jam dibanding 1 jam tidaklah adil untuknya.
[Aku ingin Kamu mencoba Artificer] minta Zatharna. "Stop, berhenti disitu, Zatharna Aku ingin Kamu memikirkan kembali apa yang Kamu inginkan" seru Eideth. Ia mulai menjelaskan bahwa pilihan Zatharna ada lompatan yang sangat besar. Zatharna bahkan belum menggunakan semua konten di buku panduan pemain. Terlalu cepat untuknya melompat ke buku baru. [Kan Kak, apa yang kubilang] tulis Fawn, Ia senang Eideth berpikiran sama dengannya. Ryx disana sedikit kecewa tidak terjadi keributan, Deith juga mengingatkan Zatharna untuk lebih bersabar.
Eideth kemudian mengungkapkan alasan sebenarnya pada Zatharna mengapa Ia tidak mendukung ide tersebut walaupun Ia ingin. Pertama, gaya permainan kelas itu cukup rumit untuk pemula. Kedua, Eideth tidak ingin Zatharna kebingungan dengan semua tambahan informasi itu bahkan sebelum terbiasa dengan peraturan dasar. Ketiga, Ia perlu mengajarkan cara menggunakan buku tersebut dan mereka tidak punya waktu luang yang cukup.
[Tapi kan, Eideth bisa mengajarkanku selagi Aku menjalankan permainan] bujuk Zatharna. Eideth tidak menyangkal itu, bahkan Ia mulai terbujuk. [Eideth jangan, Kamu berada di sisiku bukan, hentikan Kakak] Fawn meminta Eideth tidak tergoda. [Jangan dengarkan Fawn Eideth, lakukan saja apa yang Kamu mau] dukung Ryx. Eideth bertanya pada Zatharna, apa tidak apa-apa untuk menjalankan sebuah sesi tanpa perlu buku yang dibutuhkan. Buku TTRPG hanyalah kosmetik dan tidak melarang pemain untuk mencoba konten jika mereka tahu peraturannya. Zatharna mengecek otoritas GM miliknya dan Talent Eideth mengizinkan.
[Tidak boleh… Aku tidak setuju], Fawn dengan tegas ingin permainan mereka terlaksana dengan adil. Mereka langsung melakukan pungut suara, Fawn menang dengan Eideth dan Deith mengambil sisinya. Ryx kecewa Eideth tidak mau bermain. "Aku hanya tidak ingin Kalian terburu-buru tentang ini, Fawn benar" jelasnya.
Karena Eideth sangat menginginkannya, Ia mengusulkan jalan tengah. Agar Fawn menegakkan keadilan dan semua orang bisa bersenang-senang bersamaan. Eideth mengambil alih sekali lagi. "Tenang teman-teman, Aku punya seseorang yang harus kutelpon" Eideth membuka ponselnya, menekan sebuah nomor dan meletakkannya disamping telinga. "Halo Linzel, Aku punya pekerjaan untukmu…" panggilnya.
…
Ketiga kelompok tersebut kembali berkumpul dengan masing-masing membawa troli penuh buku didepan mereka. Eideth menyuruh mereka untuk meletakkan semuanya di meja agar Ia bisa segera bekerja. "Terima kasih semuanya, Kalian pulang saja, Aku akan melanjutkan semuanya sendirian dari sini" ujar Eideth. Ia segera memberi imbalan kecil pada mereka karena sudah membantunya. "Belilah makanan atau belanja, gunakan cermin ajaibku untuk mengambil gambar saat Kalian melakukannya, ingat Aku perlu bukti" Eideth menyuruh itu karena Alban sangat ingin menolak tapi Ia segera kalah jumlah.
Mereka keluar dari perpustakaan dengan kantung berisi beberapa keping emas dan puluhan kepingan perak, mereka hampir digeret keluar oleh pustakawan yang mengawasi mereka untuk tidak berisik. Akhirnya Eideth di tinggal sendirian. Baterai sosial miliknya hampir terkuras habis dan sudah saatnya menyendiri untuk mengisi ulang. Ia mengambil kursi paling nyaman dan mulai duduk membaca.
"Tuan Eideth… apa pekerjaanku" perkataan Kanan memecah kedamaian dalam kepala Eideth. Ia lupa Revnis memerintahkannya untuk menjadi asisten Eideth selama pekerjaannya. "Kanan… bagaimana Aku harus mengatakan ini… ada tiga kabar, pertama, Kamu harus merevisi ulang Tesismu" Kanan seketika terkejut Ia harus mengulang kembali tapi terus mendengarkan dengan baik. "Kedua, Aku harus membuat Tesis sendiri agar Tesis milikmu lebih kredibel, jadi Kita berdua harus bekerja sama" jelasnya.
Kanan tak menyangka betapa besarnya berita itu, Ia langsung paham mengapa Revnis memberinya tugas tersebut. "Ketiga, Aku pekerja mandiri, jadi Kamu pahami ulang catatanku, dan… ambil tiga buku ini dan bacalah, gunakan cermin ajaib ini untuk memanggilku saat Kamu menemukan kesulitan, sekarang pergi" usir Eideth. Kanan segera mengambil semua itu dan memberi hormat pamit lalu pergi. Kini perpustakaan tersebut benar-benar sunyi, hanya ada Eideth dan Pustakawan yang sedang bekerja.
Eideth membuka ponselnya, membuka toko online dan mulai memesan. Sebelumnya saat Eideth menelpon Linzel, kontraktornya, Ia menguak beberapa celah yang telah (sudah lama) Ia temukan. Seperti biasa Eideth mendapat hadiah tapi Ia menyimpannya untuk lain waktu. Peraturan yang Ia temukan berkaitan dengan ponselnya. Ponsel tersebut adalah otoritas istimewa yang mengizinkannya terhubung dengan internet dunia lamanya, dengan identitas baru seperti VPN.
Ada banyak hal bisa Ia lakukan dengan ponselnya tersebut, selagi Ia tidak membeberkan identitas asli miliknya yang sudah mati. Eideth bisa memainkan game, menonton video, menggunakan media sosial. Ia membuat akun dan persona baru sebagai Eideth. Pekerjaannya sebagai blogger, memberinya izin untuk memposting Artleya dengan kedok dunia fantasi. Hal tersebut tidak melanggar peraturan secara langsung dan segera direvisi oleh kontraktornya. Berkat Eideth memposting di media sosial, Ia mendapat uang yang bisa Ia gunakan untuk membeli buku.
Perkembangan blognya itu stagnan hingga Ia mulai memposting foto Revnis. Internet menjadi gila melihat pria dengan persona menawan tersebut dan meminta konten lanjutan dari Eideth. Hal itu membuatnya mendapat lebih banyak uang dengan cepat hingga IDC perlu memberi batas transaksi padanya. Hal itu bukan masalah selama Eideth bisa mendapat apa yang Ia mau. Ia segera memberi buku TTRPG tambahan menggunakan uang yang Ia dapat. Eideth tak menyangka semua transaksi itu jadi lebih mudah karena Ia menemukan uang elektronik dan E-bank.
Eideth tidak menyangka perkembangan teknologi di dunia lamanya sudah semaju itu. Dirinya agak kecewa Ia mati pada awal abad 21 yang cerah (tentunya). Eideth menunggu Linzel mengambil paket miliknya dan langsung membagikan buku tersebut pada Zatharna dan yang lain. Eideth memotong jatah ponsel milik Zatharna agar Ia fokus mempelajari buku tersebut. Zatharna juga tidak keberatan melihat tebalnya buku itu, ditambah Eideth memberi buku tambahan tentang panduan GM.
Zatharna senang mendapat kedua buku itu, Ia menjadi bersemangat untuk memulai sesi permainan baru. Ia meminta izin untuk menutup telepon dan mulai membaca. Bahkan Eideth mendapat notifikasi dari Talent miliknya. [GM sedang mempersiapkan update, mohon tunggu] tertulis disana. Ia tak percaya Talent miliknya berkembang dengan cara seperti itu. Sedikit curang pikirnya namun semua penalti yang Ia punya saat memakai Talent tersebut, Eideth takut penalti miliknya akan bertambah bersamaan dengan update itu.
Selesai berbincang dengan GM, Eideth sadar dengan tumpukan buku didepan matanya. Ia mengambil pulpen dan mulai menulis. Eideth bukanlah pemula dalam hal ini, Eideth sudah menyelesaikan pendidikan tinggi. Ingatan tentang skripsi miliknya, yang mendapat penolakan berkali-kali karena kecerobohannya. Semua percobaan ulang itu membuatnya memahami luar dalam tentang membuat skripsi.
Eideth menyelesaikan beberapa lembar dan mengecek kembali formula yang Ia tulis, "oke, ayo Kita coba" ujarnya dengan percaya diri. Eideth izin keluar dari perpustakaan dan menitip pesan untuk tidak merapikan buku-buku itu pada pustakawan. Terbiasa dengan kasus seperti ini, Pustakawan itu mengiyakan dan membiarkannya pergi. Eideth segera mencari seorang profesor yang bisa mengecek tulisannya itu.
Begitu masuk ke kantor para pengajar, Eideth diberi tatapan waspada oleh mereka. Eideth paham maksud mereka, Ia seorang penyusup yang tak dikenal yang tiba-tiba berteman dengan Wakil Kepala Akademi dalam sehari. Ia tak berharap akan dengan mudah mendapat bantuan namun Ia segera menyadari jenis tatapan itu. Profesor dengan latar belakang bangsawan melihatnya dengan jijik, mengungkapkan ketidaksukaan mereka dengan jelas. Walaupun mereka berbisik dari jauh, Eideth tanpa sengaja dapat mendengar mereka dengan baik berkat guliran dadu.
[d20/15] "Lihat penampilannya, Aku yakin Dia rakyat biasa", "beraninya Ia mendekati Tarnum bahkan berbincang dengan Profesor Revnis", "Aku bahkan jijik melihat kehadiran dirinya" bisik mereka. Ini bukan kali pertama Eideth mendapati perlakuan itu, Ia tak merasakan apapun dari mereka. "Tahan Eideth… tahan" ujarnya dalam hati, malah Ia ingin tertawa. Eideth tidak tahu apa humornya terlalu tua, tapi Ia merasa lucu melihat orang dewasa bersikap seperti anak kecil seperti itu.
Keluarga Raziel cukup terkenal diantara kaum bangsawan sebagai keluarga… yang unik. Pendiri keluarga tersebut adalah seorang Barbarian yang terkenal, yang diangkat oleh Raja terdahulu menjadi seorang bangsawan. Walau sudah tercampur oleh darah bangsawan lain lewat pernikahan selama beberapa generasi, genetik barbar mereka tetap bertahan malah semakin eksentrik.
Eideth mencari seorang profesor yang Ia kenal, seorang Wanita yang takkan mengkritik kertasnya begitu keras. Eideth berfokus mengamati ruangan dan segera menemukan Yuna. Ia kaget Eideth datang untuk menghampirinya. Eideth menyapa dan bertanya apa Ia punya waktu luang untuk memeriksa tesisnya. Yuna yakin Eideth pasti melakukan pekerjaan yang luar biasa namun Eideth persisten ingin Yuna mengeceknya.
"Berikan Aku itu" saat Eideth ingin memberi kertasnya, seseorang menyerobot dan mengambil tesisnya itu. Matanya bergoyang ke kiri dan kanan, membalik halaman-halaman tersebut dengan cepat. Eideth bahkan tidak yakin Pria itu membaca tesis miliknya. "Profesor Lambert, apa yang Kamu lakukan" tanya Yuna. Pria itu melirik kearah Yuna kemudian Eideth, lalu merobek kertas ditangannya menjadi potongan kecil. "Bisa-bisanya sampah seperti ini diterima di Akademi Tarnum, apa harga diri Kita serendah itu" hina Pria itu. Tak berhenti disitu, Ia menginjak dan menendang kertas tersebut dengan sepatunya. Mengotori halamannya dan menerbangkannya kemana-mana. Eideth hanya terdiam melihat itu dari samping tak merespon, menggenggam erat tinjunya.
"Dasar rakyat jelata" pria itu melemparkan hinaan tambahan. "Tuan Lambert" teriak Yuna kesal. Ia tak percaya apa yang rekan kerjanya lakukan, bisa-bisanya profesor bersikap seperti itu katanya membela Eideth. Pria itu tak merasa bersalah sedikitpun memasang wajah kesal, membentak balik pada Yuna. Ia menggunakan senioritas dan kenalan miliknya untuk mengancam Yuna. "Tarnum adalah tempat suci untuk para jenius, rakyat jelata seperti mereka tak layak berada disini" kata Pria itu. Eideth menundukkan pandangan matanya, membuat pria itu merasa superior.
Ketika Pria itu merasa sudah berada diatas, Eideth menyeringai sinis dengan lebar menunjukkan giginya. Bulu kuduk Pria itu seketika berdiri melihat senyuman menyeramkan itu. Eideth menggerakkan tubuhnya membuat Pria itu waspada, terancam dengan gerak-geriknya. Ia melihat tangan rakyat jelata itu mengepalkan sebuah tinjuan. "Apa yang Kau… seorang rakyat jelata berani padaku" Pria itu mengerang takut seperti anjing kecil.