webnovel

Going back to the road

"Eideth, Aku ingin bertanya" Vista memanggil Eideth yang sedari tadi sbibuk memainkan ponselnya. "Ya, tanyakan saja", "Apa yang akan Kamu lakukan sesampai di Ibukota Kekaisaran". Itu aneh pikir Eideth tapi Ia takkan melepas kesempatan itu, "Apa Kamu ingin belajar bersama di Gonan denganku" tanya Eideth balik. Vista masih belum memiliki tujuannya sendiri ingin melanjutkan perjalanannya kemana. Eideth yakin Vista akan menemukan jawabannya seorang diri namun bukan berarti Ia tak dapat menemukannya selagi bersamanya. 

 

"biar kupikir dulu" jawab Vista. Mendengar respon itu, Eideth tidak memaksa lebih jauh. Setelah berkelana bersama Vista selama beberapa bulan, Ia sudah bersimpati pada Vista lebih banyak dari yang Ia kira. Mereka punya banyak kesamaan walau keduanya tidak mau mengakui. Mereka adalah orang yang mendapat kesempatan kedua, segelintir dari orang yang benar-benar beruntung. Walau kehidupan ini bukanlah kehidupan yang sempurna, ini hadiah yang sangat berharga. Eideth selalu mencoba membayangkan Vista adalah dirinya saat berbicaranya dengannya, apakah Ia sendiri suka dengan perkataannya dalam berbagai macam skenario.

 

Mereka kembali ke hotel dan mengemasi barang-barang bawaan mereka. Eideth mendapat banyak pikiran dalam kepalanya. Ia tak menyangka akan menetap terlalu lama di Nous, walau tidak bisa beristirahat Ia harus segera pergi. Eideth keluar dari kamar bertemu dengan Vista yang kebingungan. "Kamu benar-benar akan pergi mala mini" tanya Vista, Ia menolak untuk langsung peri hari itu. Hari sudah mau malam dan Ia masih ingin menginap dalam hotel sampai esok pagi. Eideth mencoba memohon tapi Vista tetap keras kepala. "Ayo Kita lempar koin untuk menentukannya" saran Eideth, Vista berkata Eideth bisa berbuat curang tapi Eideth berjanji itu permainan yang adil.

 

Eideth melempar koin pemberian Gerard ke udara, Ia bahkan membiarkannya jatuh ke lantai memastikan tak ada tipu muslihat yang Ia pakai. Koin itu memantul kemana-mana sampai akhirnya berhenti dan berputar di tempat. Koin itu berhenti pada sisi topeng, Eideth menerima kekalahannya dengan sportif. Sebelum Ia kembali ke kamarnya dengan kecewa, Eideth teringat sesuatu. "Bentar, Kita punya satu orang lagi sedang menunggu" ujar Eideth.

 

Eideth mengetuk pintu kamar Paladin. Ia membuka pintu dan melihar Eideth bersama Vista. Ia menepuk kepalanya dan segera mengambil tasnya, Eideth sepertinya bisa mengerti perkataan Paladin lewat gerak tersebut. "Tak perlu buru-buru Paladin, Kita akan pergi besok, jadi kemasi barang-barangmu saja malam ini" ujarnya. Eideth melambai pada Paladin sebelum kembali ke kamarnya, Vista mengawasi Eideth supaya Ia tidak berpikir untuk aneh-aneh. Eideth tidak bisa membantah karena Ia tahu apa yang Ia akan lakukan jika Paladin tidak mau bergabung.

 

Keesokan paginya, Eideth berterima kasih pada pemilik hotel karenasudah mengurus mereka selama beberapa hari. Pemilik hotel malah berterima kasih kembali karena sejak kedatangan Eideth, banyak pengunjung datang menginap di hotelnya. Walau tidak berkaitan langsung, Ia merasa kedatangan mereka seperti simbol keberuntungan. Eideth jadi malu mendapat pujian seperti itu. "Sebelum itu, ada sebuah titipan yang ditujukan padamu pagi ini oleh Kuil Sphyx" Pemilik hotel mengeluarkan sebuah kotak. "Terima kasih" Eideth langsung mengambil kotak itu dan menyimpannya terlebih dahulu. Vista bertanya apa itu, tapi Eideth menjawab seperti biasa, "rahasia… Kamu akan lihat kejutannya nanti".

 

Eideth keluar dari hotel, hendak memanggil sebuah kusir untuk mengantar mereka ke gerbang Nous tapi yang muncul malah orang lain. Sebuah kereta kuda yang cukup besar datang, keluar enam orang siswa Tarnum dengan seragam baru mereka. "Haha, tertangkap Senior, Senior mau pergi ke mana hah?" Tanya Panta. Seluruh gengnya datang, Panta, Nathan Tris, Lin Yan dan Lin Mei, bahkan Kanan juga disana. Eideth tidak tahu harus merespon bagaimana. "Bercanda… Senior kenapa kaku begitu, Kami ingin mengantar Senior pergi" ungkap Panta dengan tertawa. 

 

Mereka menyiapkan kereta kuda itu untuk membawa mereka, Eideth berkata tidak perlu repot-repot tapi Ia tidak bisa menolak penawaran mereka. Eideth menaruh barang bawaannya di dalam kereta lalu keluar menemui mereka untuk terakhir kali. Ia menggaruk kepalanya mencoba mengumpulkan kata-kata. "Teman-teman, terima kasih, umm… Aku tidak hebat dengan kata-kata padahal ini pertemuan Kita yang terakhir kali untuk beberapa waktu… Aku tidak pernah suka perpisahan seperti ini".

 

"Aku senang bisa berteman dengan Kalian, terima kasih sudah menerima keanehan milikku" Ia menundukkan kepalanya. Mereka jadi merasa tidak enak, Eideth juga menyadari kesalahannya itu mencoba memperbaiki situasi. "Teman-teman, ikuti Aku sebentar," Eideth mengeluarkan ponselnya, "pegang ponsel ini, Kalian semua" suruh Eideth. Sudah terbiasa dengan perintah tanpa alasan jelas itu, mereka semua mengikuti. 

 

"Kita teman, walau berpisah jauh, Kita tetap teman. Kita bisa bersandar pada teman Kita, berbagi suka-duka dan tahu Kita punya teman bersama Kita, kalau Kalian butuh bantuan, telpon Aku, sekarang Tarik tangan Kalian". Dengan jari mereka memegang dengan erat ponsel tersebut, mereka menarik ponsel itu seperti merobek kertas. Dengan ajaib, ditangan mereka sebuah tiruan asli dari ponsel Eideth kini menjadi milik mereka sendiri. Wajah mereka jelas terlihat kaget dan kebingungan. "Itu hadiah dariku untuk Kalian, Kalian bisa menelpon atau mengirim pesan dengan satu sama lain, bahkan denganku, jaga mereka baik-baik oke" minta Eideth. 

 

Selesai memasukkan barang bawaan mereka, Vista dan Paladin mengajak pergi. Eideth melambai pada mereka, melihat dari jendela selagi Ia meninggalkan teman-temannya semakin jauh. "Aku selalu benci perpisahan seperti ini, tapi tak apa, Kita akan bertemu kembali" gerutunya melihat jendela. Mendekati Gerbang Nous, Eideth bisa melihat dua siluet yang sedang menunggunya. Sepertinya Ia tak bisa lepas dari perpisahan yang Ia benci begitu mudah.

 

Eideth keluar bersama yang lain membawa bawaan mereka, berhenti di gerbang kota Nous untuk pemeriksaan terakhir. "Kita bertemu lagi Tuan Revnis, Nona Yuna" Eideth menyapa mereka dengan formal. "Senang bertemu dengan Anda Tuan Eideth" sapa Revnis balik, Yuna merasa aneh mengapa mereka bersikap seperti ini kembali. "Ayolah Kalian berdua, jangan seperti ini" Yuna yang sudah memperhatikan mereka selama seminggu, kembali bersikap seperti ini adalah hal yang aneh.

 

"Haha, Kami hanya bercanda Yuna, Aku hanya ingin melihat seberapa serius calon pamanku" gurau Eideth. Ia coba menyambungkan candaan itu dengan tawaan tapi mereka mendengar itu dengan jelas, terutama Revnis. Ia langsung tahu Eideth mengetahui apa yang terjadi dengannya kemarin. "Eideth bagaimana Kamu—", "tenang saja, Aku tidak akan mengintip lagi jadi lakukan saja semaumu" Eideth memotong Revnis sebelum Ia selesai bicara. Revnis menutup wajahnya karena malu sementara Yuna tak mengerti pembicaraan mereka sedikitpun. 

 

Setelah pemeriksaan selesai, penjaga gerbang mengembalikan kuda-kuda Eideth beserta bonus tambahan. Sebuah kereta ditarik oleh kuda-kuda itu, Ia memiliki ornamen mencolok dengan warna emas. Dari kejauhan bisa terlihat kereta itu adalah kereta yang mewah. Eideth melirik kearah Revnis dan melihat senyuman di wajahnya seperti menantang Eideth. "Coba kembalikan benda ini padaku jika Kamu bisa" tantang Revnis dengan pandangan matanya itu.

 

Tepat setelah Revnis merasa dirinya menang, Eideth berbalik dan berterima kasih atas pemberian Revnis. Ia memastikan dirinya tersenyum untuk menabur garam pada luka Revnis. "Terima kasih atas pemberian ini Tuan Revnis, Kami akan menjaganya dengan baik" ujar Eideth. Karena gagal mengerjai Eideth, Revnis memperbaiki ketenangannya. "Ehem, semoga perjalanan Kalian lancar temanku, Aku akan tunggu telepon darimu tentang diskusi Kita nanti" Revnis segera mengganti senjatanya untuk menyerang Eideth tahu strategi yang sama tidak akan berhasil dua kali.

 

Eideth bertingkah seperti Ia mendapat pukulan kuat di dadanya, menaruh tangan pada jantungnya. Ia bahkan berlutut dan berakting kesakitan, semua orang kecuali Revnis sedikit panik melihat itu kebingungan apa yang terjadi. "Sudah, jangan berakting terlalu berlebihan seperti itu" ujar Revnis. Eideth segera berdiri seperti tidak pernah terjadi apa-apa dan menyengir.

 

"Ya, Kau benar, Aku kalah" ujar Eideth melempar sebuah koin emas pada Revnis. Mereka menjelaskan itu adalah permainan taruhan kecil yang mereka lakukan. Permainan jahil mereka itu akhirnya ketahuan dan Yuna mendapat penjelasan mengapa mereka bersikap berbeda sebelumnya. "Itu cara yang keji tahu, mengingatkanku tentang "itu" saat Aku tidak waspada" komentar Eideth, "apa maksudmu, Aku hanya sekedar mengingatkanmu, itu saja" balas Revnis. Mereka tertawa mengakui betapa terhibur diri mereka beberapa hari ini, sementara yang lain kebingungan terhadap keanehan mereka.

 

Setelah mengucapkan salam perpisahan Eideth naik ke tempat duduk kusir sementara Vista dan Paladin masuk ke dalam kereta. Ia mengajukan diri untuk mengendarai kuda terlebih dahulu agar mereka bisa beristirahat dalam kereta. Eideth melambai pada Revnis dan Yuna sembari meninggalkan Nous menuju destinasi yang Ia rencanakan selanjutnya. Ia menggenggam erat tali kuda selagi menahan dirinya untuk tidak menoleh ke belakang.

 

Eideth sedikit sedih berpisah dengan teman barunya walau tahu itu bukan perpisahan selamanya. Ia mendapat teman yang bisa Ia ajak bercanda dan bergurau, seorang teman yang punya ketertarikan yang sama dengannya. Ia mendapat pengalaman sosialisasi yang berharga di Nous yang takkan pernah Ia lupakan. Ia menyadari sikap canggung berinteraksi dengan orang lain adalah salah satu kelemahan besarnya yang selalu Ia coba perbaiki. Walau tantangannya bertambah karena Ia hidup sebagai bangsawan di kehidupan ini, Ia akan terus berusaha semaksimal mungkin.

 

Setelah meninggalkan Nous, Eideth mendapat waktu untuk merenung panjang tentang semua hal yang sudah terjadi. Semua pilihan dan aksi anehnya, Ia tidak pernah menyesali mereka sedikitpun, namun pemikiran anehnya itu. Kecenderungannya untuk bertingkah tanpa memikirkan resiko, Ia melakukan hal itu berkali-kali tanpa mempelajari kesalahannya. Eideth sadar Ia bisa saja mati karena tingkahnya dari waktu ke waktu. Membobol akademi ternama, melawan seorang pendeta tinggi sebuah kuil, penipuan, menghipnotis seseorang tanpa izin, dan berbagai tindak kriminal lainnya. 

 

Eideth baru menyadari sikap agresif aneh miliknya ini, Ia bahkan tidak tahu kapan Ia mulai berubah. Eideth mengetuk jendela kereta dan memanggil Vista menanyakan pendapatnya. "Vista, apa Aku bersikap lebih aneh dari biasanya belakangan ini" tanya Eideth. "Apa maksudmu" Vista tidak mengerti, "semenjak Kita bertemu, apa Aku lebih agresif, tidak pikir panjang, kurang serius, perilaku semacam itu" Eideth perjelas. 

 

"Kamu memang sudah aneh dari awal sih… tapi Kalau belakangan ini, Aku rasa semenjak Kamu mendapat [Stasis] milikmu itu, setiap kali Kamu menusuk dirimu sendiri, Kamu terasa berbeda setiap saat" ungkap Vista. Eideth menyadari kesalahannya, Ia tahu kenapa Ia bertingkah aneh. Semenjak Eideth lahir ke dunia ini, Ia tidak berniat mencolok sedikitpun, dan hanya akan turun tangan ketika Ia harus. Ia mendapat sebuah teori tentang perubahannya tersebut tapi belum bisa membuktikannya. "Aku mulai berubah menjadi seorang Karakter" gumamnya.

 

Eideth tahu ini adalah asumsi bias, tapi poin dari teori ini adalah hal itu. Eideth mulai lupa garis realita dan permainan, karena lewat perspektifnya, alasan dari sikapnya adalah hidupnya kali ini adalah permainan. Ditambah masalah yang Ia sembunyikan, ini adalah cara untuknya melindungi kewarasannya. "Tunggu, apa Aku menjadi karakter utama" pikirnya. Karena kebanyakan membaca komik dan novel fantasi yang sedang trending, Eideth tidak bisa tidak mengungkit keadaannya saat ini dan membandingkan mereka.

 

"Oke, ayo cross check, pertama, overpower, karakter utama terlalu kuat dalam ceritanya" Eideth membaca lewat ponselnya. Ia melihat dirinya sendiri, "apa Aku overpower, tangan jeli seperti ini" Eideth lupa Ia membakar dirinya sendiri dan menyadari pendapatnya tidak sah. "Hey Vista, apa Aku orang paling kuat yang pernah Kamu temui" tanya Eideth, Vista tidak menjawab, "selama di Artle- maksudmu selama Kita di Arkin" tambah Eideth. "Tidak, Kamu lebih lemah dari yang kukira, itu sangat mengecewakan" balas Vista.

 

Eideth sedikit kesal mendengar itu, tapi Ia tidak bisa marah karena Ia yang bertanya. Paladin tidak ingin Eideth kecewa menulis komentarnya dan menunjukkannya keluar dari jendela. "Terima kasih Paladin, Kamu baik sekali, tak seperti temanku yang satu itu" tunjuk Eideth sarkas. Eideth menoleh lagi kearah depan hampir saja mengarahkan kuda keluar jalan, membuat kereta sedikit berguncang. Eideth meminta maaf atas kecerobohannya saat berkendara, untung saja tidak terjadi kecelakaan karenanya. 

 

Vista mengajukan diri untuk menggantikan Eideth, takut terjadi kecelakaan lain nantinya. Mereka bertukar posisi dan Eideth masuk dalam kereta beristirahat. "Lanjut kembali ke pembicaraan tadi" ujar Eideth, Ia masih saja keras kepala. "Paladin, karena Kamu seorang Wanita, Aku ingin mendengar pendapat lawan jenis, tolong jawab dengan jujur, apa Aku tampan" tanya Eideth. Paladin menulis responnya di buku tulisnya, [Aku tidak tahu] tulisnya.

 

"Yang terburuk yang bisa Ia katakan adalah tidak, terima kasih Paladin" ujar Eideth. "Oke, itu juga dicoret" Eideth mengulas kembali pendapatnya, namun Ia segera menyadari seseorang menusuk kakinya. [Apa yang sedang Kamu lakukan Eideth, Kamu berbicara hal-hal aneh] tanya Paladin menggunakan buku tulisnya. Eideth tahu Ia akan mengatakan alasan setengah-setengah itu, tapi Ia akan mengganti respon bawaannya untuk saat ini.

 

"Begini Paladin, Kamu pasti sudah menyadari keanehan dari Talent milikku bukan, entah kenapa saat Aku menggunakannya, Aku merasa aneh, cara bicara dan cara pikirku berubah tanpa kusadari, Aku belum lama mendapat Talent ini dan sedang mempelajarinya, apa itu jelas" ungkap Eideth. Paladin mengangguk menerima balasan itu dengan baik. Eideth tahu penjelasan tersebut masih kurang, tapi hanya itu yang bisa Ia ambil dari kepalanya secara singkat. 

 

Eideth memberitahu Ia akan bergerutu pada dirinya sendiri, supaya Paladin tidak merasa canggung. Paladin berjanji untuk tidak terlalu mempedulikan perkataannya. "Selanjutnya, cheat, kemampuan curang, apa Aku punya kemampuan curang" tanya Eideth. Eideth memikirkan Otoritas dari Kontraktor, 'itu bukan kemampuan curang, semua itu hanya cenderamata, karena cuma Aku yang bisa memakainya, collectables lah bilangnya' ujar Eideth dalam hati. Eideth berhati-hati untuk tidak mengungkapkan rahasia Perusahaan dan melanggar kontraknya, Ia secara reflek berbicara dalam hati untuk itu.

 

"Talent milikku, lebih banyak kekurangan dari pada kelebihan, Aku bahkan tidak bisa melakukan apapun yang kumau dengannya, kemudian ada [Stasis], hmm…" Eideth berpikir apakah Talent yang diperoleh lewat kontrak [Warlock] termasuk dalam bagian Talent Conceptualize miliknya. Bahkan setelah hidup di dunia ini, Ia masih tidak mengerti tentang sihir sepenuhnya. Ia akan bertanya pada Adazh (personifikasi sihir) lagi nanti.

 

Eideth menyimpulkan Ia bukan karakter utama dan menghentikan pemikiran itu. Ia tidak ingin banyak berharap yang tidak-tidak, karena itu bukan tujuan kehidupannya kali ini. Ia mengutip sebuah perkataan yang Ia rasa cocok dengan situasinya saat ini, "itu adalah apa adanya (It is what it is). "Kembali ke masalah awal, berarti Aku harus…" Eideth membulatkan niatnya. Ia menoleh kearah Paladin yang sedari tadi menonton dirinya berbicara sendiri, sama sekali tidak aneh. "Paladin, bisakah Kita latihan sparring" minta Eideth.

 

Setelah keluar dari Nous dan menuju kota selanjutnya, Eideth memastikan untuk memeriksa segala tempat yang mereka lewati untuk mencari tambang Mana. Mereka akan berhenti dari waktu ke waktu saat menemukan lokasi dengan persediaan Mana yang berlimpah untuk latihan. Itu menjadi rutinitas mereka selama beberapa hari untuk mereganggkan tubuh. Semuanya menjadi sedikit lebih mudah dengan Manascope Eideth yang bisa mengukur jumlah Mana di area sekitar. 

 

Eideth turun dari kereta kuda dan mengecek Manascope miliknya, "sudah kuduga, ini tempat yang terbaik untuk latihan, lihat perhitungan ini…" suara Eideth mengecil perlahan-lahan. Eideth melihat Vista dan Paladin sudah bermain dengan Mana dan tahu perbedaan besar lewat udara, tak seperti dirinya yang masih belum bisa merasakan Mana dengan jelas. Ia sedikit iri dengan kemampuan mereka, walau Ia punya alat canggih ditangannya, ketidakmampuannya membuatnya tertinggal dari yang lain.

 

Eideth menggenggam tinjunya dengan erat setelah menyimpan kembali Manascope miliknya. Ia merasa iri tapi bukan hanya itu, beberapa emosi yang lebih dalam bangkit kembali setelah sekian lama. Sebuah perasaan yang Ia rasakan setiap saat ketika berlatih bersama Zain. Eideth bukanlah jenius, perkembangannya stabil tapi itu tak cukup untuknya. Melihat adik-adiknya berhasil lebih cepat dan lebih baik, Ia merasa kecewa pada dirinya sendiri. Ia selalu mengungkit dalam hatinya pertanyaan "kenapa mereka bisa dan Aku tidak". Terkadang Ia merasa kesepian saat terbanjiri ekspektasinya sendiri, orang-orang disekitarnya adalah jenius natural dan Ia tak ingin tertinggal.

 

Eideth diam saja disana sementara Vista dan Paladin memanaskan diri, sampai Vista sadar Eideth bersikap aneh dan menanyainya. "Hey, Kau tak apa", Eideth menampar pipinya dengan kedua tangannya untuk kembali fokus, "ya, Aku baik, Aku hanya memikirkan latihan apa Aku hari ini" balas Eideth. Ia mengambil tongkatnya dan menghampiri Paladin, menagih janji yang mereka buat sebelumnya. Paladin mengangguk dan mengambil pedangnya, mereka kemudian bersiap di posisi masing-masing.

 

Vista tahu akan pertunjukkan bagus lanjutan duduk di pinggir dan mulai memberi sorakan dukungan. "Paladin, hajar Eideth sampai babak belur, Dia itu keras kepala seperti batu, buat Dia pingsan lagi", "hey, mana dukunganku", Vista membuat wajah mengejek dan tak memberi dukungan pada Eideth sedikitpun. "Dasar… Paladin Kamu siap" tanya Eideth, Paladin mengangguk. Eideth coba mempersiapkan kuda-kudanya tapi Ia tak bisa fokus. Ia segera sadar apa yang harus Ia lakukan dan meminta Vista melemparinya sebuah botol air. Dengan botol air ditangannya, mereka mengira Eideth hanya dehidrasi namun Ia menyiram wajahnya membuat kepalanya basah kuyup. Eideth melempar botol itu kembali pada Vista dan berterima kasih, mereka tak berkomentar karena tingkahnya itu. 

 

Eideth dengan kepala dingin, menyisir rambutnya ke belakang mengangkat poni dari dahinya. Eideth mengganti posisi kuda-kudanya dan memegang tongkatnya Flatline seperti sebuah pedang yang masih tersarung di pinggangnya. Paladin terkejut dengan gaya baru itu dan memperkirakan apa yang akan Ia lakukan. Eideth seakan bisa membaca Paladin dari balik helmnya berkata, "tak perlu khawatir Paladin, Aku tetap orang yang sama, hanya saja Aku sedang termotivasi". Setelah mengucapkan kalian garing itu, Ia maju untuk melawan Paladin.