webnovel

LENGAN BERDARAH

Adrine Sasongko, dia adalah seorang gadis cantik, cerdas dan pemberani putri dari pasangan Rino dan Adarina Sasongko. Keluarga Sasongko sangat dikenal disegala kalangan karna kekayaannya dan kedermawanannya. Di usia ke 8 tahun Adrine mengalami peristiwa yang sangat mengerikan. Keluarganya diserang oleh komplotan penjahat tidak dikenal. Rumah hancur porak poranda. Saat Adrine bersembunyi dia melihat ayahnya babak belur dihajar oleh para penjahat tanpa ampun. Ibunya bersujud meminta pengampunan kepada komplotan itu tapi tidak digubris. Dari tempat Adrine bersembunyi, Adrine melihat ayahnya hendak di tusuk menggunakan pisau. Adrine berlari mencoba memeluk ayahnya dan menampik pisau tersebut. Miris... pisau tersebut sempat mengenai lengan kirinya. Darah menetes menembus serat kain baju putihnya. Rino Sasongko hajar kembali oleh para penjahat tersebut hingga pingsan begitupula ibunda Adrine, mereka tidak sadarkan diri hingga polisi datang. Adrine diculik, tubuhnya lemas karna terus mengeluarkan darah di lengannya. Dia tak sadarkan diri. Namun ada seseorang diam-diam membawa lari Adrine, menyelamatkan hidupnya. Dia menjaga dan merawatnya hingga tumbuh dewasa. Di usianya yang telah dewasa, Adrine mencoba membalas dendam. Dia terus mencari bukti, setiap detailnya dan mencari CCTV rumah yang telah hilang. Dalam misinya mencari dalang atas peristiwa yang menimpanya, dia bertemu Ferit Bachim yang siap membantunya. Mereka saling jatuh cinta dan saling membantu satu sama lain. Tapi sangat disayangkan ternyata dalang peristiwa yang menimpa Adrine adalah Ayah kekasihnya. Lalu bagaimana nasib cinta di hati mereka ketika tahu siapa yang membuat Adrine dan orangtuanya berpisah? Apakah Adrine akan memaafkan ataukah kebencian yang akan tumbuh dan pergi dari kehidupan Ferit?

Safarinah_asih18 · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
30 Chs

19. Bukan Adrine di sana

Dudo menyusuri alun-alun Jogja, kali aja dia menemukan Adrine. Kakinya berhenti melangkah, tubuhnya memutar bak kitiran. Wajahnya sedikit memerah karna terlalu lama dia berjalan dibawah sinar matahari pagi melebihi 2jam. Hangat kemudian menjadi panas. Pagi berubah menjadi terik, sinar matahari sudah mulai terlihat memutih.

Kedua mata Dudo terus mencari-cari Adrine dari ujung hingga ujung, dari Folklore hingga ke luar batas tanah lapang. Dudo tak melihatnya. "Adrine....!!" Dudo berteriak seperti orang kesurupan. Beberapa pasang mata menatap tajam dirinya tanpa suara.

"Kamu di mana Adrine? Aku harus bilang apa pada Sasongko jika kamu benar-benar hilang?" kepanikan terus menyelimuti pikiran dan hati Dudo. Kakinya terus melangkah dengan harapan `mungkin di sana´.

Dretttt... drettttttt... drettt.... Dudo merasakan getaran yang berasal dari dalam tas dan kemudian meraih lalu membukanya. "Iya hallo, aku belum menemukannya Zar" ujar Dudo menyahuti pertanyaan yang terlontar dari dalam ponselnya sembari jarii jempol dan telunjuk tangan kirinya mencubit pangkal hidungnya.

Sejenak kemudian Dudo diam mendengar apa yang dikatakan Ezar. "Tetap mencari, jangan sampai terlewat satu lokasipun! aku akan lanjutkan mencari Adrine." tanpa salam Dudo menutup panggilannya. Tiba-tiba Dudo melihat seorang gadis berambut panjang dengan rambut kecoklatan sedang duduk di balik folklore sendirian.

Dudo berjalan menghampiri gadis tersebut. Pikirannya mengarah ke sosok Adrine. Selangkah demi selangkah, hatinya sedikit bergembira `Aku bertemu Adrine´. Dudo berteriak dalam hati tak karuan.

"Gadis yang kulihat sekarang, di depan mataku sekarang itu Adrine. Hati Dudo terus menyimpulkan Adrine ada di depannya.

"Adrine.... Adrine.... Adrine....kau..." Dudo tersenyum seolah kemenangan di depan matanya, seolah hanya dia yang hebat menemukan gadis kecintaannya.

Ketika telah sampai di belakang gadis tersebut Dudo mengulurkan tangan kanan untuk menepuk bahunya. "Adrine.." gadis tersebut menoleh, wajahnya terlihat jelas jika dia bukan Adrine.

"Sorry, saya pikir kamu temen saya, maaf sudah mengganggu." ujar Dudo karna salah kira. Gadis yang tengah duduk bukanlah Adrine dia hanya sedikit mirip dengan gaya model rambut yang sama. Hanya saja Adrine lebih alami dan asli dengan warna rambut hitam kecoklatan. Hati Dudo kesal bercampur aduk. Rasanya dia ingin mengulang waktu agar dia bisa mengawasi Adrine dan berharap dia tidak bangun kesiangan pagi tadi.

****

Ambar memungut foto Adrine yang terjatuh terlepas dari tangan kanannya. Kemudian dia bertanya satu persatu orang yang berlalu lalang di Malioboro. Pikirannya berkecamuk ketakutan jika Adrine benar-benar menghilang dan tidak kembali, apa yang harus dikatakan kepada kakek dan omnya. Rasanya dunia akan pecah.

"Adrine.... bisakah kamu tak menyiksaku? aku gila Adrine!! Kau selalu minggat pergi tanpaku tanpa izinku tanpa bicara, tanpa pesan telpone juga enggak!" gerutu Ambar memaki foto sahabat kesayangannya.

Dretttt...dretttt...drettttt...ponsel Ambar bergetar keras. Kemudian dia menyeret ponselnya dari dalam saku celananya. Tiba-tiba wajahnya berubah menjadi panik dan tegang luar biasa. Kedua matanya membelalak menatap panggilan masuk. Nama yang tak asing dan yang sangat di takutkan menelponnya.

Ambar tengak tengok mencari cara agar pembicaraannya singkat. Ambar melihat sebuah kios yang dipenuhi oleh pengunjung yang berdesakan,kemudian ia menyelinap masuk diantara mereka. Ambar kemudian mengangkat panggilan tersebut.

"Hallo om... iya om...." Ambar bahkan tak mendengar apa yang dikatakan Ghandi karna kebisingan di antara dirinya.

Tut.tut.tut.tut panggilan berakhir. Ambar mengusap dada dengan tangan kirinya. Hatinya sedikit lega panggilan tidaklah lama karna kebisingan. "Huft..!!"

"Hei, hei, hei, ngatos-atos buk ibuk" Ambar hampir terjatuh karna riuhnya pembeli. Pembeli yang berdesakan. Gimana ngga berdesakan, tertera di papan `Banting Harga!!!! Daster cantik hanya 100k dapet 4´

Kedua mata ambar terbuka lebar, sangat lebar. Naluri ceweknya keluar. "Banting harga!" tapi naluri itu pupus, dia teringat kembali akan sahabatnya.

"Coba saja kau tak hilang, kita pasti sudah keliling-keliling belanjong, liat kaya beginian, makanan enak, minus es bahkan kita bisa jailin Ezar dan Dudo suruh bawain barang belanjong kita sampe hotel." Ambar menarik nafas panjang teringat masa-masa ketika sedang jalan-jalan bareng temennya. "Kaya dulu Adrine, kita suruh cowok-cowok bawain sampe kos kita"pandangan Ambar menjadi kosong.

Ambar keluar dari pikiran kosongnya dan memisahkan diri dari kerumunan orang berbelanja, kemudian dia melihat sebuah kursi terpampang jelas di pinggir kios, Ambar medekatinya kemudian duduk beristirahat di sana dengan ponsel masih berada di tangan kanannya.

Kembali ponsel Ambar bergetar, nomor tak dikenal muncul di layar ponselnya. "Akhhh.. nomor tak dikenal! malas mau angkat!" ujar Ambar membiarkan ponselnya bergetar di tanganya. "Capek juga ya nyari orang hilang!" keringat Ambar menetes melewati pelipisnya. Dia mengusap keringat tersebut menggunakan punggung tangan kanannya.

Drettt... drettt...dretttt....

Kembali Ambar menatap layar ponselnya. Lagi-lagi nomor tak dikenal memanggil. Ambar masih tak peduli. Keringat terus menetes dan membasahi sekujur tubuhnya karna cuaca panas.

"Apaan si telpon mulu!" kemudian Ambar menekan tombol merah. Ambar merejeck panggilan yang muncul di layar. Selang beberapa menit, kembali ponsel Ambar berbunyi namun kini bukan panggilan melainkan sebuah pesan muncul dari nomor tak dikenal pula.

"Apaan si?! nggak tau ya yang punya ponsel lagi pusing!" Ambar menggerutu kesal.

Awalnya Ambar cuek dengan pesan masuknya, namun pikirannya tiba-tiba muncul `Kali aja´ yang mengirim pesan seseorang yang penting. Akhirnya Ambar memutuskan membuka pesan tersebut.

Ambar terkejut, wajah ayu yang kecut kemudian berubah sumringah. Dia mendapati pesan dari Adrine.

"Adrine..." Ambar menyebut namanya di depan layar ponsel milik dia sendiri.

`Ambar... jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja. Tunggu aku pulang ya..´

Ambar tersenyum senang, setidaknya ada pesan kecil dari Adrine. Tanpa berfikir lama kemudian Ambar memanggil nomor tak dikenalnya itu.

Tut....tut...tut...

Koneksi masuk dan lancar, panggilan mulus hanya tinggal menunggu jawaban dari Adrine. Dari seberang tak tau di mana, Adrine menjawab panggilan Ambar. Suara yang sangat Ambar kenali tanpa salam dan basa basi langung berucap ke intinya. Ambar mendengarkan suara Adrine dengan seksama tapi.....

Sayang sekali panggilan terputus, bahkan Ambar belum menangkap keberadaan Adrine. Kembali Ambar kesal dan marah. Ponsel miliknya ia pukul-pukul ke lengan tangan kirinya.

"Adrine...!!!!!"