Zean, dan Bara terbangun di atas tempat tidur yang sama. Keduanya bangun saling pandang pandangan, Bara tersenyum kepada Zean, begitu pun dengan Zean yang membalas senyuman Bara.
Bara duduk merenggangkan otot otot leher, dan tangannya yang pegal. Setelah itu Bara kembali tidur di samping Zean.
"Sini, kemarilah mendekat," ujar Zean.
Bara mendekati kepelukan Zean, tangan Zean ia jadikan bantal, lalu keduanya saling pelukan kembali.
"Do you like it?" ujar Bara.
"Yes, i like it."
"Zean bagaimana kalau kita nanti keluar."
"Ide bagus, aku juga sudah lama tidak keluar."
"Kau bosan ya?" lanjut Zean.
"Aku hanya berpikir bahwa waktuku sedikit buatmu, aku hanya kebanyakan di sekolah. Jadi tidak masalahkan jika hari ini aku bersamamu seharian penuh."
"Tentu saja, aku juga ingin sekali seharian denganmu."
Aku tersenyum manis, langsung menyiumi pipi bara, dan mencium bibirnya sebelum aku pergi ke kamar mandi.
"Air liurmu terasa enak."
"Diam! Aku ingin mandi."
"Ayo, cium bibirku lagi Bara!"
"Shit!" aku tak menanggapin lagi omongan lelaki itu.
Aku bangkit mengejar Bara dari pintu, tetapi ia sudah sempat menutup pintu kamar mandi.
"Zeannnn," mengedor gedor pintu tersebut.
"Diam Berisik," ucapku bersiram.
"Hayolah biarkan aku ikut mandi denganmu."
"Itu tidak akan terjadi."
"Bara...," Zean masih terus terusan menggoda Bara dari balik pintu.
"Diam cabul!"
"Zean, kamu bisakan mandi sendiri. Kamu ga harus mandi sama aku bodoh!"
"Damn! Anak manis lihat saja nanti setelah mandi aku akan menghukummu," Zean meninggalkan pintu kamar mandi itu.
Ia membuka baju, dan celananya. Bahkan Zean hampir telanjang.
Tak beberapa lama Bara keluar dari kamar mandi, tubuhnya hanya menggunakan handuk yang sekedar menutupi kemaluannya.
"Shia!" ucap Bara kaget melihat Zean dengan tubuh yang telanjang bulat berada di tempat tidur.
"Ayo tunggu apa lagi," memanggil dengan jari telunjuk.
"Aghh kau kurang ajar," Bara menarik handuk yang melilit di badannya.
Bara masih berdiam diri.
"Oiyy!"
"Kau mau berdiri sampai kapan?" tanya Zean yang melirik lirik kemaluannya sendiri.
"Bara aku mau cerita kepadamu kemarilah," Bara mendekat ke sisi Zean, Zean pun langsung duduk.
"Aku ingin berbagi cerita denganmu."
"Apa itu," tampaknya Bara sudah siap untuk menjadi pendengar yang baik untuk ke kasihnya itu.
"Dulu waktu aku masih umur 3 tahun aku pernah melakukan hal yang fatal, aku pernah menjatuhkan ipad kerja papaku sampai ia memarahiku, karena ipadnya mati total, dan ga bisa di gunain lagi, saya panik, plus takut. Aku berusaha mengelak, dan berbohong kepada papa agar aku tidak di marahi.
Tetapi tetap saja karena papaku yang galak akhirnya aku kenak marah juga, ia memukulku sampai berbekas, dan aku tidak terima.
Aku langsung masuk ke dalam kamar, sesampainya di kamar aku mengurung diri, aku menangis sampai aku sesak nafas, untung saja salah satu pekerja di rumah kami membantuku," jelas Zean menceritakan dramanya masa kecil.
"Jadi kesimpulan dari peristiwa ceritaku itu adalah jangan menahan sesuatu kamu harus mengeluarkannya, so Bara kamu sudah siap membuat cerita?"
Bara mengusap lengannya, melihat Zean yang berada pas didekatnya tidak mengenakan pakaian, begitu pun dengan dirinya.
"Aghhh," Bara menyosor mencium lembut sisi leher Zean, bara beralih mencium tengkuk Zean.
***
Plokk...
"Ahhh ahh ahh Bara."
"Ahh..."
Rintihan rintihan lirih itu saling bersatu bersama dengan gemaan berat yang menciptakan suasana kamar menjadi berbeda.
"Ahh Bara kau benar benar hebat," ujar Zean, sembari menikmati rasa sakit.
"Aku tidak menahannya," ucap Bara yang mengisap, dan menggigit leher Zean.
"Stop!"
"Diamlah Zean," Bara semangkin memasukkan penisnya, sehingga semangkin dalam.
"Ahh ahh, terlalu dalam sayang," ujar Zean dengan suara yang ke sakitan.
"Shut up, i just want to play on top Zean," desah Bara.
Zean yang berada di bawah hanya bisa pasrah menyapu nyapu pundak ukenya itu.
Zean tersenyum, entah apa maksud dari senyumnya itu. Tetapi Bara tidak memperdulikannya.
***
"Sial kakiku sakit," ujar Zean, yang berjalan mengangkang.
"Ohh shit, apa itu terlalu kencang?" Bara mendekati Zean ke temoat tidur.
"Mungkin," ia menahan nahan agar tidak tertawa.
"Baiklah baiklah, aku akan mengambilkan air hangat untukmu."
"Hoi untuk apa?"
"Untuk kau minum, dan aku akan membawakan sarapan, dan susu untukmu."
"Oke, baby aku mengandalkanmu untuk situasiku saat ini," menaik turunkan alisnya.
Tak beberapa lama Bara kembali membawakan sarapan untuk Zean yang berada di tempat tirur sedang menonton tv.
"Ini sarapanmu," menaruhkan ke atas bantal.
Zean mengambil roti yang Bara sediakan, ia menggigit pinggirnya, lalu mengangkat mendekatkan ke Bara.
"What?"
Zean mencabut roti yang ia gigit tadi, "Gigitlah di bagian sana, roti ini lembut," ujar Zean menggigit roti itu, begitu pun dengan Bara yang ikut menggigitnya.
"Im sory aku tidak bisa berjalan," ucap Zean kepada Bara yang menyenderkan tubuhnya ke atas temoat tidur.
"Tidak masalah, harusnya aku yang meminta maaf gara gar aku tadi, jadi semuanya gagal. Tapi tidak apa apa kok Zean aku akan ada di sini di sampingmu," Bara menidurkan kepalanya ke paha Zean.
"Bara percaya padaku, kali ini aku membiarkanmu untuk pergi dengan siapa pun itu. Aku tau ini akan membosankan dalam hidupmu, aku tidak ingin kau bosan hanya karena diriku."
"Aku tidak merasa bosan, aku lebih bosan jika tidak persamamu Zean. Lagian ini salahku, aku terlalu kasar tadi," ujar Bara mendugakan kepalanya melihat Zean.
"Jangan mengeluarkan kata kata manismu!"
"Aku tidak mengeluarkan nya, aku hanya mengungkaokan nya kepadamu," mengambil roti.
"Mau makan roti lagi?" tawar Bara.
Zean menggigit roti sama halnya seperti yang mereka lakukan tadi.
***
"Ohh ia Bara kau ingin pergi sekarang?"
"Ia Ze, kau mau mengantar aku?"
"Kemungkinan tidak, karena aku ada urusan. Namun karena ini adalah orang yang aku sayang aku siap mengantarkanmu," ujar Zean menggombali Bara.
"Udah ah Ze, ayo."
"Oh ia nanti pulang jam berapa?"
"Jam biasa kenapa?"
"Aku bakalan ngejemput kamu nanti."
"Loh kenapa? Kok tumben tumbenan amat ngejemput biasanya juga ga pernah," celoteh Bara dari belakang Zean.
"Aku tidak mau kau di antarkan laki laki itu lagi, aku tidak suka melihatnya, karena ia berani mendekatimu."
"Sumpah ini uke satu sangat posesif bangetdah heran kamu ga harus cemburu sama dia. Angga itu teman aku sebangku."
"Ohh damn! Kalau aku menjadi kepsek di sekolah itu, mungkin aku akan memberhentikannya," ujar Zean sambil membawa motornya.
"Emangnya kenapa? Angga baik kok, dia tidak pernah bikin ulah."
"Aku akan mengeluarkannya karena aku cemburu sama dia, bisa bisanya dia mendekati orang yang aku sayang!" cetus Zean sepertinya ia serius, Zean benar benar geram melihat Angga karena selalu mendekati Bara.