webnovel

Aku ingin menghukummu 18+

"L- loh Zean, apa yang kau lakukan datang kemari?" Ujarku yang sedang rebahan di dalam kamar.

"Apa kau lupa bahwa rumah ini adalah rumahku, dan semua ruangan ini milikku," ujar Zean yang melemparkan buku yang dia baca.

Zean masuk ke dalam kamar Bara, ia duduk di atas ranjang Bara.

"Aku tau, tetapi kamar ini privasiku," Bara bangkit duduk.

"Sampai kapan kau akan memprivasi ini?"

Zean mengambil remot Ac yang berada di atas meja, samping tempat tidur, kemudian ia menghidupkannya.

"Kenapa kau menghidupkan ac nya? Inikan masih pagi Ze," cetus Bara serius.

"Baiklah," Zean mematikan ac nya kembali.

"Dan satu pertanyaanku, mengapa engkau tidak sekolah?"

"Aku tidak membawa bukuku, jadi aku memutuskan untuk tidak berangkat sekolah," ucapku sejujurnya.

"Ohh ya," Zean mengambil buku yang ia lempar tadi.

"Tadi malam kau tidur dimana?"

"Di rumah temanku."

"Cowok?"

"Ia," ucapku singkat.

"Pasti teman yang waktu itukan?"

"Kok kamu tau?"

"Taulah, kau mencintainya. Makanya kau akan kembali ke dia," tersenyum.

"Maksutmu apaan? Laki laki bajingan," Bara menulakkan Zean keras, untung saja, Zean tidak tersungkur kelantai

"Aku hanya mencintaimu, aku mencintaimu Zean, apa kau mengerti itu, tolol! Kau sama sekali tidak pernah mengerti perasaanku," jelas Bara menaikkan suaranya Bara menangis hebat di samping Zean.

"Sudahlah kau tidak perlu menangis, ini semua salahku tidak pernah mengerti kau. Bara aku tidak memaksamu jika kau ingin pergi pergilah, aku tidak membiarkanmu tersakiti."

"Anjing! Bagaimana aku bisa pergi dari sini, sedangkan aku masih memcintaimu sialan! Kau memang tidak mengerti perasaanku."

"Berhenti ngomong seperti itu, aku juga mencintaimu."

"Kau tidak benar benar mencintaiku bajingan!"

"Kalau kau sudah tau mengapa kau bertahan denganku, mengapa kau tidak pergi?" ujar Zean yang sama sekali tidak menangis.

"Zean apa kau tau, kau laki laki pertama yang aku cintai dalam hidupku."

"Aku tidak pernah terbayang jika aku tidak mencintaimu lagi sialn," air mata Bara lagi lagi sukse kembali keluar.

"Aku mencintaimu Bara, tetapi aku tidak ingin menyakitimu."

"Aku tidak perduli itu, meski pun menyakitkan aku akan tetap disini, aku tidak bisa meninggalkanmu sialan," ujar Bara menatap tajam mata Zean. Ia melihat mata kekasihnya itu sudah berair air.

Bara pun memeluk kembali Zean, barulah Zean menangis di pelukan Bara.

Itu kali pertama Zean menangis hebat di pelukan orang yang ia suka.

"Berjanjilah padaku bahwa, kau akan senantiasa menemaniku," ujar Zean mengacungkan jari kelingkingny, begitu pun dengan Bara yang membalas.

Zean pelan pelan mendekatkan wajahnya dengan wajah Bara, ia memiringkan sedikit kepalanya hingga sampailah mulut keduanya saling berdekatan. Bara memeluk Zean.

Bibir mereka berdua pun saling berciuman.

Keduanya menikmati dengan rasa senang, dan haru.

"Bara bolehkah aku menghukummu lagi?" tanya Zean berbisik.

"Kurang ajar," Bara sepontan melepaskan pelukannya dari tubuh Zean.

"Kenapa?"

"Apa kau gila, kau selalu saja menghukumku, padahal aku tidak membuat kesalahan."

"Aku hanya ingin menghukummu, kau pria kecil yang nakal," ujarku meniup pelan rambut Bara, ia menjauhkan tubuhnya sedikit.

"Tenanglah," memegang pergelangan tangan Bara.

"Lagi lagi kau ingin menghukumku."

Belum selesai berbicara, Zean membalikkan badan Bara, ia membuka baju, dan celana Bara.

Zean menjilat tubuh Bara, lalu ia menggigit leher Bara.

"Ahh," desah Bara.

"Zean, ahh."

Bara memejamkan matanya, lalu menggigit bibir bawahnya, ia kesakitan namun menikmati permainan dari Zean.

***

"Ehh ia Zean aku nanti mau pergi, jadi kalau aku pulang terlambat aku minta maaf ya."

"Kau mau pergi kemana lagi," ujar Zean yang duduk di sofa sambil membaca sebuah buku.

"Ke cafe," cutas Bara memasang sepatu.

"Pergi sama siapa?"

"Sama temanku."

"Oh, pasti sama orang itu lagikan," Zean menyilangkan kakinya.

"Ia Ze, dia mengajakku."

"Bolehkan kalau aku pergi dengan Angga sekali ini aja Ze."

"Boleh pergilah, tapi jangan pulang malam ya."

"Siap bos," Bara berdiri semangat.

Zean kalau begitu aku pergi dulu ya.

"Dada Zean," melambaikan tangan, pagi itu Bara tidak seperti biasanya, ia begitu semangat hendak pergi ke sekolah.

"Angga jadikan nanti?" tanya Bara senyum lebar.

"Jadi, apasih yang engga buat kamu, bahkan kalau kamu minta maapun selagi aku bisa, aku bakal nuruti."

"Tapi, kita jangan pulang malam ya, nanti aku di marahi."

"Dimarahi siapa?"

"Bapak kos ku galak Angga."

"Segalak apa dia, aku ingin menantangnya kalau begitu."

"Udah deh ga usah ngacok kamu."

Selesai pelajaran sekolah, aku, dan Angga pergi ke cafe yang kami obrolkan sebelumnya, aku menyukai temoat itu karena banyak pohon pohon membuat sejuk.

Kami berdua duduk di belakang.

"Apa kau menyukai es coklatnya?"

"Emm," aku mengangguk menyendok es coklat itu dari mangkuk.

Aku melihat Angga tersenyum menggelengkan kepalanya kecil.

"Kenapa?"

Angga menunjuk atas bibirnya sendiri.

Aku melihat Angga yang tak mengerti.

Dan aku hanya menaikkan pundakku.

Tangan Angga menyapu di bagian bibirku, aku melihat ada coklat di tangan Angga.

"Makanlah yang betul, pelan pelan saja. Tidak ada yang ingin merebut es itu," ujar Angga menjilat es yang berantakan di dekat bibirku tadi.

Aku tersenyum, memasukkan bibirku ke dalam.

***

"Gawat Angga, ini sudah hampir malam," ucapku panik.

"Apanya? Ini belum terlalu malam."

"Aduh pasti aku nanti di wawancarain deh."

"Tenang! Ada aku, aku nanti yang akan membantu."

"Ga usah yang ada malah bertambah kacau."

"Angga, Angga aku turun sini ajadeh," aku sengaja turun jauh dari rumah Zean, aku tak mau Angga tau dimana aku tinggal."

"Udah biar aku antar aja ke rumahmu."

"Ga, ga usah ga. Yang ada nanti malah kita berdua dalam masalah, aku turun disini ajadeh," ucapku yang sudah panik, dan membayangkan apa yang terjadi nanti di rumah. Apa lagi kalau aku membawa Angga kerumah Zean itu akan membuatnya terlibat perkelahian, bisa bisa saja Zean menghantam Bara.

"Kalau gitu aku langsung pulang ya."

"Ia deh."

Pov Zean, Bara.

"Bagaimana malammu ini lelaki kecil?" Ujar Zean yang menunggu di ruang tengah.

"A... aku baru pulang!"

"Yups, welcome."

"Kau marah?"

"Siapa yang bilang," ujar Zean, namun ia menutupi wajahnya dengan membaca buku.

"Sukurlah, tadi jalanan macat, jadi aku kemalaman."

"Alasan yang bagus."

"Kau tidak ingin menceritakan bagaimana siang itu kau dengan Angga?"

"Aku rasa tidak perlu, aku mau ke kamar dulu," ujarku yang mau pergi.

"Kenapa buru buru?"

"Kau mau menghukumku?" tanyaku sekali lagi demgan serius.

"Tidak, lukamu belum terlalu sembuh. Kemarilah temani aku disini."

"Baiklah," aku duduk di samping Zean.

Mata Zean melirik tajam memandangiku dari sebelah bukunya.