"dasar bodoh, kamu itu kan sakit. pasti sebelum pingsan kamu kesakitan dahulu. apa sebelumnya kamu memeriksa kapal itu?! kalau nggak bagaimana bisa kamu begitu yakin dikapal itu nggak ada orang lain." kata Tiya filia kesal sambil mengempaskan tangan prayoga yang memegang tangannya saking kesal, wajah prayoga langsung berubah sedih.
"betul juga yang dikatakan nona Tiya.. memang di kapal itu saat di periksa ada sidik jari lain disana, cuma itu pasti sidik jari saudaranya thio, dia juga sering ikut thio ke kapal itu kalau thio membersihkan kapal itu, apa jangan-jangan dia yang membunuh thio?" kata marko pelan, terlihat dia sedang berpikir.
"bisa jadi memang seperti itu.. tapi mau bagaimanapun thio telah meninggal karna kesalahanku.. maafkan aku tiya.. aku tak bisa menjaga saudaramu.." suara prayoga seperti wajahnya begitu sedih.
"tapi instingku mengatakan kalau thio itu masih hidup." protes Tiya filia,
"t i y a.. please.. kita tak.." prayoga berusaha membujuk Tiya filia, tapi langsung dipotong oleh tiya filia.
"kami berdua itu saudara kembar identik. percaya atau tidak percaya tapi apa yang dia rasakan aku juga bisa merasakan itu, dan sekarang.. instingku mengatakan kalau dia belum mati." kata tiya filia saking kesal dia langsung berdiri, mengambil gelas yang diberikan prayoga tadi dan berjalan hendak mengambil air minum lagi.
"t.i.y.a.." panggil prayoga lembut.
"terserah kalian mau percaya atau tidak, yang pasti aku akan tetap berusaha mencari tahu.." kata tiya filia lagi.
"polisi telah mengidentifikasi sidik jari korban sama dengan sidik jari yang diambil saat pembuatan KTP korban.. apa itu belum cukup.." kata marko pelan, seperti untuk dirinya sendiri.
"kak!!" bentak proyoga pelan pada Marko, seakan melarang marko untuk bicara. dia langsung mengikuti tiya filia ke tempat dispenser. dan marko langsung keluar hendak menelpon.