wajah prayoga novilus terlihat seperti hantu, diam dan muram, dia menghabiskan seluruh waktunya untuk bersedih, tak ada cahaya kehidupan yang dapat dilihat dimatanya, dia seakan mati tapi masih hidup. dengan lesu dia berjalan mendekat. Tiya filia yang datang bersama pak marko diminta untuk menjauh terlebih dulu, pak marko tak ingin membuat kejutan pada prayoga dan membuatnya menjauh.
Ketika Petugas membukakan pintu bagi Prayoga Novilus dan masuk ke ruangan yang di sediakan buat mereka bertemu, Tiya filia terpana, Prayoga telah berubah jauh dari yang dia ingat tujuh belas tahun yang lalu, dia sekarang tinggi, kurus, rambutnya agak panjang dan tak terurus, dahulu yang Tiya filia ingat Prayoga itu tubuhnya memang tinggi tapi tak se tinggi sekarang, berlemak dan rambutnya digunting menyerupai rambut tentara, hanya wajah muramnya yang terlihat sama hanya saja sekarang wajah muramnya berlebihan bahkan tak ada cahaya sedikitpun.
Tiya filia teringat kenangan saat mereka bertemu dulu, waktu itu dia dan saudara kembarnya masih berumur tujuh tahun dan diajak ayahnya ikut ke kantor karena ibunya sedang sibuk mengurus pemulangan jenasah kakaknya dan juga mengurus ayahnya yg berada dirumah sakit akibat kecelakaan tunggal. kakak ibunya mengantuk ketika mengendarai mobil dan menabrak pembatas jalan, mereka masuk ke jurang dan terhenti setelah menabrak pohon, kakak ibunya meninggal di tempat sedangkan ayahnya luka parah.
Waktu itu Tiya filia dan saudara kembarnya dibiarkan bermain disekitar kantor karna ayah Adam sedang sibuk juga dengan urusan kantor. tiya yang berjalan sendiri melihat prayoga novilus yang duduk diam dan hampir menangis, Tiya filia dengan riang mendekatinya dan berusaha menghiburnya tak lama kemudian mereka menjadi akrab, Prayoga Novilus yang sedang sedih dan kesepian menyukai keriangan dan keceriaan Tiya filia.
"Prayoga.. lihat dirimu kau sama persis seperi orang mati.." kata pak marko kesal, tapi tak berpengaruh pada prilaku prayoga, dia dengan lesu dan tertunduk duduk dikursi yang disediakan buatnya, tanpa menghiraukan pak marko. sedangkan buat Tiya filia perkataan pak marko itu membuatnya memperhatikan Prayoga lebih teliti, benar dia bau, wajahnya pucat dan kuning persis seperti mayat.
"S a d a r l a h Prayoga.. hidupmu masih panjang.. masih banyak hal yang bisa kau lakukan.." kali ini suara pak marko lembut membujuk, setelah tadi sempat diam untuk sesaat. tapi itu tetap saja tak berpengaruh pada Prayoga Novilus.
"Prayoga.. kumohon sadarlah.. sadarlah.. bangunlah dan hiduplah seperti dulu, dunia ini indah.. please sadarlah.." kata pak marko lagi, kali ini dia meremas pundak prayoga. dan itu ternyata mendapat respon dari prayoga, sebuah senyum kecut tipis nyaris tak terlihat disudut bibir prayoga, dan dia menatap pak marko.
"Tak ada gunanya aku hidup kak.." kata prayoga pelan, dan dia sambil menepis tangan pak marko dari pundaknya hendak berdiri.
"Duduk dulu..ada yang ingin ku perkenalkan padamu" kata pak marko tegas, dan seakan mendorong prayoga duduk.