webnovel

KIARA's

Sinopsis Pernikahan yang mewah serta tamu-tamu yang ramah dan calon suami yang sangat mencintai kita adalah pernikahan impian semua wanita. Tak terkecuali Kiara. Gadis berusia 20 tahun itu terpaksa menikah dengan pria dikarenakan terjebak demgan kenikmatan satu malam.  Takdir seolah-olah mempermainkan hidup Kiara, dimana pria yang harus menikahi dirinya ternyata calon suami sang sepupu dari perjodohan yang dilakukan oleh orang tua mereka dulu.  Hal itu jadi Boomerang sendiri bagi Kiara, karena kejadian itu, keluarganya sangat membenci dirinya karena telah membuat aib keluarga dan malu terhadap keluarga pria itu. Begitupun dengan keluarga suaminya yang juga tidak menyukai dirinya karena menantu yang mereka inginkan adalah sepupu Kiara, bukan dirinya.  Titik terendahnya dilewati dengan sulit, dimana mental dan fisik jadi sasaran empuk mereka membuat Kiara jadi gadis pendiam dan tidak pede. Dirinya berkata:  "Give me a little happiness." 

Trivenny_Oktavia · สมัยใหม่
เรตติ้งไม่พอ
15 Chs

007

007

Kiara merenung didalam kamar dengan penerangan remang-remang miliknya. Bagaimana Tuhan bisa mempermainkannya seperti ini? Rasanya sangat tidak adil. Dimana Kiara harus melepas semua yang harus disayanginya. Termasuk Gavin. Pria itu sudah Kiara putuskan beberapa menit yang lalu. Dengan alasan bahwa dirinya akan segera menikah. 

Hati Kiara kosong. Tidak ada isinya. Bahkan dirinya terlihat sangat kacau. Besok adalah hari pernikahannya dengan Algi, yang bahkan wajahnya saja Kiara tidak ingat bagaimana sekarang, dan sifatnya seperti apa. Kiara tidak tau apakah Algi memang menerima dirinya atau tidak. Dan Kiara juga tidak tau apakah pernikahan mereka bertahan lama atau tidak, Karena baginya menikah hanya sekali seumur hidup. 

Ponselnya terus berbunyi menandakan ada telefon masuk yang Kiara tebak dari Gavin. Semenjak Kiara memutuskan hubungan mereka secara sepihak, Gavin terdengar tidak terima. 

Tok! Tok! Tok!

Pintu kamar Kiara di ketuk dari luar, membuat wanita itu menoleh. Dengan pelan Kiara beranjak dan membuka pintu itu yang menampilkan Vio dengan Kebaya di tangannya. 

"Ini baju kamu buat besok." 

Vio menyodorkan baju kebaya warna putih itu. Kiara menerimanya tanpa banyak cakap. Setelah baju itu berada ditangannya, Kiara berniat menutup pintu. Namun Vio menahan agar pintu itu tetap terbuka. 

"Ah, karma berjalan ke alamat yang bener ya." kekehnya dengan nada bicara yang sangat menyebalkan. 

Kiara hanya diam tanpa ekspresi. Matanya menatap Vio dengan datar. 

"Makasih banget loh udah gantiin aku jadi pengantinnya. Hah, Untung aja kalian udah lakuin itu. Seenggaknya ya, aku nggak jadi nikah sama dia karena perjodohan gila itu." 

Ini yang Papa dan abangnya tidak tau. Dimana bila mereka berdua saja maka Vio akan menunjukkan taringnya. Berbeda dengan Kiara yang mencemoohnya langsung dihadapan Papanya.

"Euw, murahan. Belom nikah udah mau buat anak duluan. Atau jangan-jangan, kamu udah pernah kayak gitu sama Gavin?"

PLAK!

Tangan Kiara langsung terangkat untuk menampar Vio. Siapa suruh dirinya memancing emosi Kiara yang bisa meledak kapan saja. 

"Jaga mulutmu! Aku bisa aja buat kamu nggak bisa ngomong!" ketus Kiara dengan menunjuk Vio pake telunjuknya. 

"Ah, tunggu dramanya." 

Kiara hanya diam saat Vio berlari turun. Kiara sudah tebak, pasti Vio akan mengadu ke Papa atau Dean. Tapi Kiara tidak peduli, setidaknya emosinya tersalurkan lewat tamparan itu. Tamparannya itu sangat kuat, sangat jelas tercetak cap tangan Kiara tadi di pipi Vio. 

Dengan segera Kiara menutup pintunya. Kiara menggantung baju kebaya itu di dekat meja rias miliknya. Saat selesai menggantungnya, Pintu kamar terbuka dengan kasar. Ah, sialnya. Kiara lupa mengunci pintu kamarnya. 

Disana Dean berdiri dengan tatapan tajam. Tapi Kiara hanya diam tanpa ekspresi. Seolah tidak peduli dengan keberadaan Dean. Rasa bencinya terhadap pria itu sangat kental dihatinya. Pria yang kerap menjatuhkan mental serta melukai fisiknya.

"Murahan! Emang bener kan kata Vio! Kamu murahan! Kenapa marah?! Murahan jadi cewek!" 

Kiara diam saja, tetap dengan tempatnya berdiri. Dibelakang Dean muncul Vio dengan Papanya. Gadis itu menangis dengan sesenggukan, semakin melancarkan drama. 

"Udah murahan! Rebut calon suami Vio, munafik!" 

Banyak umpatan Dean kepadanya. Tapi Kiara hanya diam saja tetap mendengarkan umpatan yang menusuk hati itu. 

"Lihat! Vio relain masa depannya buat kamu!" 

Kiara menatap Vio dan Papanya. Pria itu memeluk Vio sambil menenangkan gadis itu.

"Aku salah apa sih Bang? Kapan aku bener dimata Abang? Kenapa harus aku terus yang salah? Kalau aku boleh minta aku juga nggak mau gini Bang! Aku juga pengen bahagia!" ujar Kiara dengan nada lantang. Mengeluarkan keluh kesahnya yang terus bersarang di hati. 

"Salah kamu? Salah kenapa kamu hadir di dunia ini!" 

"AKU JUGA NGGAK MAU GINI BANG! PAPA! KAPAN KALIAN SAYANG SAMA AKU GIMANA RASA SAYANG KALIAN KE VIO! KAPAN AKU BISA BAHAGIA ABANG! PAPA?! AKU PUTRI KANDUNG DISINI! TAPI JUSTRU AKU YANG KELIATAN KAYAK ANAK YANG NUMPANG!" teriak Kiara dengan air mata yang sudah menetes. Wajahnya memerah, membuat tangisan Vio berhenti. 

"SEKALI AJA KALIAN ANGGAP AKU ADA! SEKALI AJA!" 

"DIA CUMA NUMPANG DIRUMAH INI TAPI KENAPA DIA YANG KALIAN SAYANG HA?! AKU JUGA MAU BAHAGIA! KENAPA KALIAN NGGAK ADIL?! DAN KAMU VIONA, KAMU ITU PARASIT YANG HARUSNYA DARI AWAL AKU SINGKIRIN!"

"KIARA!" 

Suara teriakan Dion menghentikan protesan Kiara. Kiara kira Papanya sadar bahwa selama ini mereka terlalu fokus ke Viona, tapi justru kebalikan yang Kiara dapat. 

"Kamu sama Vio beda! Vio nggak pernah party ke club' kayak kamu!" bentak Papanya. 

Kiara menatap abangnya yang terdiam dengan mulut tertutup. Matanya menatap Papanya dengan nyalang. Hari ini, Kiara akan mengeluarkan segala kekesalan yang dia tanggung selama ini. 

"Itu karna kalian beda-bedain aku sama dia! Aku stress, aku pergi ke club' buat hilangin stres! Sekali aja pake otak kalian! Aku bahagia atau nggak?!" 

PLAK!

Dean melayangkan tamparan keras mengenai pipi Kiara. Dirinya merasa Kiara sudah kelewatan batas. 

"Diam! Harusnya kamu yang nggak usah hadir di keluarga ini!" desisi Dean tajam. Kiara menggeleng. Kapan papanya sadar?! 

"Kiara, mulai hari ini. Kamu tidak saya anggap sebagai anak lagi! Jangan panggil saya Papa, anggap kita tidak saling kenal! Dan sekarang anak saya hanya Dean dan Vio!"

*****

Malam ini, malam penuh kesakitan yang Kiara rasakan. Papanya seolah sudah berbeda. Papanya bukan lagi orang yang sama. Tepat sore tadi usai dimana Papanya tidak menganggapnya anak lagi, mental Kiara langsung down. Dirinya seolah tidak memilik rasa percaya diri lagi. 

Tidak ada air mata, wajahnya hanya datar saja sambil terus mengingat kata-kata Papanya. 

Kiara ingin curhat, tapi tidak tau harus ke siapa. Gadis itu beranjak dari tempat tidurnya. Dan berjalan menuju meja belajar. Kiara duduk di kursi, dan menarik laci keluar. Tangannya menarik satu buah buku berwarna hitam. 

Tangannya membuka buku itu, dan menatapnya lama. Itu buku pemberian Papanya dulu saat masih SMA. Mengatakan bahwa Kiara curhat ke Buku diary saja bila merasa bebannya banyak. 

Jelas Kiara tidak mau dulu. Karena baginya itu hanya untuk anak alay, tidak seperti dirinya. Tapi hari ini, Kiara berniat menumpahkan segala kesakitannya ke buku diary itu. Tangannya membuka lembar pertama. Ada sebuah judul bertuliskan 'BIODATA' di atas.

Kiara mengambil sebuah pulpen dan mulai menulis Biodata dirinya. Mulai dari nama, umur, warna kesukaan, pria yang disukai, masalah yang sering datang, dan masih banyak lagi. Kiara menulisnya dengan rapi. Begitu selesai, tangannya masuk ke lembaran kedua. 

Bila tadi ada judul 'BIODATA', kali ini ada tulisan 'BAGAIMANA KABARMU HARI INI?'.

Kiara menulis tanggal hari ini terlebih dahulu, lalu masuk ke penulisan curhatan hatinya. 

           [ Sakit yang sebenarnya diciptakan

          Oleh orang yang kita sayangi. 

        Karena terlalu sayang, kita bahkan 

      Tidak sadar dengan sikap mereka

      Yang perlahan menjatuhkan mental.]

Kiara membaca ulang kalimatnya. Cukup, hari ini sampai disitu dulu. Mungkin kedepannya buku ini akan jadi teman Kiara. Karena Kiara tau, Algi juga tidak mungkin mencintai dirinya dan mau Kiara jadikan sebagai tempat keluh kesahnya. 

*****